Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketika Perempuan Tumbuh Dewasa Lebih Cepat dari Laki-laki

6 Januari 2020   22:03 Diperbarui: 7 Januari 2020   03:50 1317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketika perempuan lebih dewasa dari laki-laki | Sumber : Getty Images

“A woman’s problem is her insecurity, while a man’s is his immaturity.”

Jika menilik pada perkembangan dinamika sosial budaya yang tengah terjadi saat ini, ternyata memang terbukti bahwa perempuan itu tumbuh dewasa lebih "cepatdaripada laki-laki.

Dewasa di sini maksudnya adalah sikap-sikap yang mencerminkan perubahan perilaku, mental, kematangan emosional, attitude, cara berpikir, tanggung jawab, empati, dan elemen-elemen kedewasaan lainnya.

Namun bukan berarti dalam hal ini perempuan dikatakan "lebih" dewasa daripada laki-laki, tentu tidak! 

Maksudnya, laki-laki sepertinya mengalami keterlambatan soal pertumbuhan "kedewasaan" dibanding perempuan. 

Hal ini telah dibuktikan oleh sebuah studi yang dilakukan oleh Newcastle University yang menemukan bahwa pada dasarnya otak remaja perempuan memang matang lebih dini dibandingkan remaja laki-laki.

Para peneliti mengatakan temuan ini bisa juga membantu menjelaskan mengapa gadis-gadis remaja tampaknya tumbuh lebih cepat daripada teman sekelasnya yang laki-laki.

Seiring dengan bertambahnya usia, bagian-bagian pada otak menjadi lebih kecil karena koneksi antarsel yang tidak perlu akan dipangkas. Hal ini menyebabkan bagian pengolahan menjadi lebih ramping dan efisien.

Studi  yang diterbitkan dalam jurnal Cerebral Cortex ini, ilmuwan melakukan scan otak pada 121 orang responden berusia 4 hingga 40 tahun. 

Dari hasil scan tersebut ditemukan bahwa proses pemangkasan tersebut dimulai pada sekitar usia 10 tahun untuk perempuan, sementara pada laki-laki baru ada pada sekitar usia 20 tahun.

Selain itu, restrukturisasi otak pada setiap individu tumbuh secara berbeda-beda dan yang paling menonjol adalah hal ini terjadi lebih awal pada perempuan. 

Restrukturisasi ini membantu dalam memilah hal-hal yang penting dari yang kurang penting. Itulah salah satu sebab mengapa perempuan lebih cepat dewasa dari laki-laki.

Tidak dapat dipungkiri juga bahwa pengkondisian sosial seperti aturan atau norma yang berlaku di masyarakat menerapkan aturan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. 

Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan psikologis perempuan yang menjadikannya lebih cepat dewasa dari laki-laki.

Laki-laki seringkali kurang diperhatikan, kurang diajari, kurang dididik, diabaikan oleh lingkungan sosial sehingga terlambat dewasa dari perempuan. 

Contoh misalnya, ketika laki-laki berbuat kesalahan, bandel, ugal-ugalan, bikin onar, berkelahi, tawuran, jorok, berantakan, melanggar aturan, seringkali yang terlontar dari masyarakat adalah "Ya biarinlah, namanya juga laki-laki. Laki-laki mah emang begitu!" 

Beda halnya dengan perempuan, perempuan sepertinya mendapatkan segudang tuntutan dan aturan yang lebih ketat dari masyarakat sejak kecil. 

Contoh misalnya, ketika perempuan kurang rajin, malas, tidak bisa dandan, tidak bisa masak, tidak bisa ngurus rumah, bandel, ugal-ugalan, jorok, berantakan atau ketika ia melakukan kesalahan, biasanya masyarakat akan menegurnya dengan keras seraya berkata "Hei jadi perempuan itu harus baik, lemah lembut, harus rajin, harus bisa dandan, harus bisa masak, harus bisa ngurus rumah!" Dan harus bisa ini itu lainnya.

Tidak hanya itu, harapan sosial dan tuntutan masyarakat kepada perempuan juga bisa dikatakan lebih tinggi ketimbang pada laki-laki. Perempuan seringkali dituntut untuk lebih bisa menjaga sikap, attitude, dan memuaskan ekspektasi keluarganya lebih tinggi daripada laki-laki.

Sadar maupun tidak, mau disetujui atau pun tidak, itulah fakta yang memang tidak bisa kita sangkal. Yang tumbuh secara diam-diam dalam sistem dinamika sosial budaya kita saat ini.

Sebelum benar-benar berubah menjadi sosok pria yang dewasa, laki-laki bisa di ibaratkan seperti orang yang sedang tersesat, layaknya anak yang malang yang tak tahu tentang arah jalan kehidupannya.

Hal ini dapat dibuktikan dari perilaku, sikap, attitude, cara berpikir dan bertindaknya yang seringkali masih saja jauh dari kesan-kesan seorang pria dewasa. 

Dimana mereka masih menjadi (boys) atau anak laki-laki yang labil, lemah, payah, egois, berantakan, tidak berprinsip, emosional, hanya bisa ikut-ikutan, ugal-ugalan dan diatur-atur oleh teman pergaulan dan lingkungan sosialnya.

Sementara itu, seorang anak perempuan (girls) sudah lebih dulu mampu bertransformasi menjadi sosok woman (wanita dewasa), yang sudah barang tentu memiliki segudang skill keibuan dan kewanitaan yang mumpuni. 

Mereka tampil anggun, cantik, rapi, matang, mempesona dan sudah bisa dipastikan sudah siap untuk berumah tangga.

Fakta ini memang cukup menohok, dan mungkin agak sedikit sulit untuk diterima oleh sebagian orang. Tapi bagaimanapun juga semuanya harus disadari dan dipelajari dari mulai sekarang, agar suatu saat nanti kedua peranan fungsi antara pria dan wanita dalam kehidupan sosial dan juga relationship bisa berjalan dengan baik.

Karena tidak sedikit pula beberapa perempuan yang masih mengeluhkan bahwa pasangannya belum kunjung menjelma menjadi sosok pria yang dewasa. Dimana mereka masih terlihat labil, posesif, ceroboh, maksa, ugal-ugalan, dan kekanak-kanakan.

Ada pula beberapa istri yang mengeluhkan kelakuan suaminya yang seringkali berulah, bertingkah kasar, semaunya, pemarah, egois, tidak bertanggung jawab, lalai pada kewajiban dan bersikap menyebalkan. 

Ilustrasi suami istri | Sumber : https://m.detik.com/wolipop
Ilustrasi suami istri | Sumber : https://m.detik.com/wolipop
Makanya ada istilah "A woman’s problem is her insecurity, while a man’s is his immaturity." 

Masalah wanita adalah ketidaknyamanan (insecure), sedangkan masalah pria adalah ketidakdewasaan (immature).

Istilah ini benar-benar tepat untuk menggambarkan kondisi keduanya, wanita mudah merasa cemas, tertekan dan tidak nyaman apabila ia merasa belum sesuai dengan harapan dan ekspektasi keluarga atau lingkungan sosialnya.

Karena hal itulah yang kemudian mendorong wanita untuk terus belajar merawat dan mengembangkan diri. Mereka terlihat lebih peka pada kebutuhan dirinya sendiri, selalu berusaha ingin sesuai dengan harapan masyarakat dan tidak mau mengecewakan orang-orang terdekat dan lingkungan sosialnya.

Lalu bagaimana dengan laki-laki (boys)? Sepertinya mereka malah terlantar, bagai seorang diri, sedari kecil laki-laki kurang di perhatikan dan di biarkan terlalu berkeliaran bebas hidup semaunya, tidak banyak tuntutan, dan harapan yang dibebankan padanya sejak kecil, selain harus berani dan tidak cengeng.

Padahal mestinya laki-laki harus di tuntut, di ajari, dididik sedari kecil untuk menumbuhkan elemen-elemen kedewasaan pada dirinya. 

Coba sedari kecil ajarkan ia bagaimana menjadi seorang pemimpin, suntikan padanya paradigma-paradigma kepriaan, ajarkan bagaimana mestinya seorang laki-laki berpenampilan. ajarkan bagaimana ia merawat dirinya dengan baik, ajak dia untuk melakukan sesuatu yang baru dan menantang. 

Temukan juga potensi dan bakat yang ada pada dirinya, tumbuhkan rasa percaya dirinya, ajarkan bagaimana ia menjalin hubungan dan bersosial dengan orang lain, dan banyak lagi hal lain yang perlu ditanamkan pada dirinya, sejak saat ia tumbuh menjelang usia remaja.

Kalau semua hal itu dilakukan, sudah barang tentu ia akan tumbuh dewasa dengan cepat dan menjelma menjadi seorang pria sejati yang dapat menjadi pemimpin bagi pasangan, keluarga, dan lingkungan sosialnya.

Perlu di ingat, bagaimanapun seorang perempuan membutuhkan sosok laki-laki yang dewasa dan bisa memimpin gejolak emosinya.

Kalau kita saja sebagai pria masih saja bertingkah kekanak-kanakan dan masih jauh dari kesan-kesan pria dewasa, bagaimana mungkin bisa menjadi pemimpin baginya?

Tunggu apa lagi sobat, sudah saatnya kita bertransformasi dan membuang jauh-jauh sikap dan tingkah kekanak-kanakan yang menempel pada diri kita. 

Sehingga kita tampil jauh lebih mempesona dan berwibawa menjelma menjadi sosok pria sejati yang dewasa dan dicintai oleh lingkungan sosial kita.

"Maturity is not measured by age, it's an attitude built by experience."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun