Carlo tahu dirinya akan mati di usia muda. Bahkan, ia memprediksi penyebab kematian dan berat badannya saat itu. Ibunya berkata, "Carlo selalu merasa tidak bisa membuang waktu." Ia menolak untuk diperbudak oleh apa pun, sehingga meskipun ia sangat menyukai berkmain komputer, ia membiarkan dirinya hanyab bermain selama satu jam seminggu dan memberikan sisa waktunya untuk melakukan kebaikan dengan membantu anak-anak, orangtua, dan orang miskin.
Carlo menerima Sakramen Krisma ketika berusia sebelas tahun dan segera setelahnya, ia menjadi seorang katekis. Ia menemui dan berbicara dengan banyak imigran. Ia juga menjadi wali baptis ketika ada yang ingin dibaptis.Â
Ia populer di sekolah, tetapi ia berteman dengan anak-anak dari rumah tangga yang tidak bahagia, membela teman-temannya yang penyandang disabilitas, dan bersikap sopan terhadap perempuan. Ia mempertahankan iman katoliknya, termasuk pandangan yang memihak kepada kehidupan, tanpa takut dianggap sok suci oleh teman-teman sebayanya.
Pada awal Oktober 2006, Carlo jatuh sakit dan seperti dugaannya, keadaannya semakin parah. Carlo harus dirawat di rumah sakit dan didiagnosa menderita leukimia yang mematikan. Carlo menerima kabar itu dengan tenang dan tabah. Ia mempersembahkan semua penderitaannya sebagai silih untuk Paus, Gereja, dan niat sucinya untuk langsung masuk ke surga tanpa melewati api penyucian.
Carlo sudah meramalkan kematiannya. Ia pernah berkata kepada ibunya, "Aku ingin meninggalkan rumah sakit ini, tetapi aku tahu aku tidak akan melakukannya hidup-hidup. Aku akan memberimu tanda ketika aku sudah bersama dengan Tuhan." Dalam sakitnya, Carlo berusaha untuk tidak menyulitkan siapapun.Â
Pernah suatu waktu, ketika Carlo sangat merasakan kesakitan, seorang perawat mendatanginya dan bertanya apakah perlu perawat membangunkan ibu Carlo yang sedang tidur untuk menemani Carlo. Carlo dengan segera tidak menyetujui ide perawat itu, Carlo tidak ingin membuat ibunya khawatir dan bersedih, oleh karenanya Carlo lebih memilih untuk diam dan menahan rasa sakitnya sembari berdoa mempersembahkan silih.Â
Carlo menerima seluruh penderitaan itu dan tidak takut untuk menghadapi kematian. Ia berkata kepada ibunya, "Aku bahagia untuk mati karena aku telah menjalani hidupku tanpa menyia-nyiakan satu menitpun dengan hal yang tidak berkenan pada Allah."
Pada tanggal 12 Oktober 2006, Carlo meninggal dunia. Ada kisah unik yang disampaikan ibu Carlo, menurut ibunya sebelum meninggal, Carlo sempat berpesan bahwa ibunya kelak akan mendapatkan pengganti dirinya. Ibunya awalnya sulit mempercayainya sebab memang sejak kelahiran Carlo, ia kesulitan memiliki anak lagi.Â
Ibunya menganggap bahwa kondisinya yang sulit memiliki anak adalah sebuah silih sekaligus hukuman dari Tuhan karena saat ia masih mengandung Carlo, ia sempat memiliki niat untuk menggugurkan Carlo.Â
Namun keajaiban sungguh terjadi, tepat 4 tahun setelah Carlo meninggal, ibunya mengandung dan dikaruniai sepasang anak kembar. Bagi ibunya, kehadiran mereka adalah tanda dari Carlo bahwa ia telah bahagia bersama Tuhan yang amat ia cintai di surga dan menjadi perantara doa yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H