Kondisi diatas muncul pertanyaan "seperti apa sangsi apabila melanggar syarat Asimilasi dan Pembebasan Bersyarat (PB) dan bagamana tanggungjawab penjamin"
Upaya pengawasan bagi narapidana yang bebas asimilasi dan PB tentu tidak tanggung jawab PK sendiri, PK melakukan koordinasi dengan Forkumpimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah), dengan administrasi narapidana yang lengkap sesuai data pembebasan dari Lapas dan Rutan, selain itu PK melakukan evaluasi dan melaporkan pengawasan satu kali dalam satu bulan kepada Devisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kemenkumham Kepri, narapidana yang tidak kompratif dalam pengawasan dan bimbingan, PK berhak melalakukan atau membuat berita acara pemeriksaan (BAP) dan mengusulkan pencabutan Asimilasi dan PB Â terhadap narapidana yang tidak melapor dan tidak mengikuti bimbingan dan dari PK Bapas.
Pencabutan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dan 2 Permenkumham NO 32 Tahun 2020, dilakukan dalam hal Narapidana/Anak melanggar syarat umum, terlibat pelanggaran hukum dan ditetapkan sebagai tersangka dan/atau syarat khusus, yang terdiri atas: menimbulkan keresahan dalam masyarakat didasarkan oleh pengaduan masyarakat yang diklarifikasi oleh Pembimbing Kemasyarakatan; menimbulkan keresahan dalam masyarakat berdasarkan hasil pengawasan oleh Pembimbing Kemasyarakatan tidak melaksanakan protokol kesehatan sesuai dengan ketentuan pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 tidak melaksanakan kewajiban melapor kepada Bapas yang membimbing paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut; dan/atau  tidak melaporkan perubahan alamat atau tempat tinggal kepada Bapas yang membimbing.
Perlu diketahui oleh narapidana yang mendapatkan pembebasan asimilasi dan PB, selama masa percobaan tidak boleh melanggar tindak pidana dan kewajibannya masih ada untuk wajib lapor diri, penyuluhan dan bimbingan sewaktu -sewaktu dipanggil untuk hadir ke Bapas harus bersedia. Â Dalam kondisi covid-19 masih bisa dilakukan dengan lapor diri video call, setelah new normal tentu pelaksanaan wajib lapornya harus datang langsung ke kantor Bapas yang terdekat sesuai domisilinya.
Posisi ini membuat pekerjaan PK makin tajam dan merugikan Narapidana sendiri karena ada sanksi terhadap Narapidana yang melanggar dan PK segera mengusulkan untuk pencabutan Surat Keputusan (SK) Bebas Narapidana yang melakukan pelanggaran, Narapidana yang melanggar dan dikembalikan ke Lapas dan Rutan di Kepulauan Riau berjumlah 38 Orang Narapidana (data:Register Bapas Tanjungpinang) Tahun 2022. Kondisi tersebut diatas menjadi nilai pelajaran bagi narapidana  yang mendapatkan pembebasan Asimilasi dan PB
Tanggung jawab penjamin ketika narapidana bebas asimilasi dan PB berpindah-pindah tempat domisili dan narapidana tidak bisa komunikasi dengan baik, tentu membuat petugas PK kesulitan dalam proses pengawasan dan bimbingan. Posisi ini seharusnya ada tanggungjawab penjamin, kalau penjamin tidak bersedia tentu harus melapor kepada PK bapas bahwa narapidana yang mendapatkan asimilasi dan PB tidak lagi berada dalam pengawasannya atau tidak berada dalam lingkungannya, seharusnya ada sangsi kepada penjamin apabila tidak sanggup mengawasi dan membimbing selama mengikuti program Asimilasi dan PB.
By Mahlinur Siregar, S.Sos
PK Ahli Muda
Â
Â
Â