Praktik arisan online termasuk ke dalam akad qardh. Peserta arisan online melakukan arisan dengan saling rela dan tidak keberatan dengan perbedaan jumlah iuran. Arisan dilakukan dengan sistem indek, sehingga tidak memenuhi asas keadilan. Praktik arisan online tersebut termasuk perjanjian utang piutang. Perjanjian dalam arisan ini adalah sah meskipun tidak dilaksanakan secara tertulis, karena Pasal 1320 KUH Perdata tidak mensyaratkan sahnya perjanjian harus secara tertulis. Penerapan denda keterlambatan pembayaran iuran adalah penerapan dari Pasal 1243 KUH Perdata tentang penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan.
Terkait hukum arisan online dengan sistem menurun, para ulama di Kabupaten Banyuwangi berbeda pendapat. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan dasar hukum yang digunakan. Pendapat yang memperbolehkan dasarnya karena arisan online merupakan akad qardh dengan prinsip ta'awun. Selisih jumlah iuran diperbolehkan karena menyesuaikan
naiknya nilai mata uang (inflasi).
Sebagaimana pendapat dari ulama' MUI Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan pendapat yang tidak memperbolehkan, baik dari ulama' Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, dan Kyai Pesantren dasarnya karena selisih jumlah iuran tersebut termasuk ke dalam riba qardhi, sebagaimana dalam kaidah fiqh bahwa utang piutang tidak boleh menarik keuntungan, serta sistem arisan menurun tersebut mengandung unsur maisir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H