Mohon tunggu...
Thomas Warga Bangsa
Thomas Warga Bangsa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seperti ini

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tafsir: Firman yang Menjadi Daging

11 Agustus 2011   16:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:53 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ini kisah tentang seorang sahabat.  Seorang sahabat yang menurut pengakuannya belakangan ini secara sadar memilih untuk jarang beribadat ...

Suatu hari menjelang Natal, Sahabat yang jarang pergi ke gereja tadi ke gereja untuk mengantar anaknya sekolah minggu.

Ketika ia sampai di gereja, misa minggu pagi sudah selesai, sebab sekolah minggu memang diadakan setelah misa usai.

Melihat sahabat tadi memasuki pelataran gereja, seorang  umat menyindirnya "Tumben dateng, ada apa nih ?"

Teman tadi tak menjawab, justru balik bertanya "Iya nih, pengen tau bacaan hari ini".

Orang yang bertanya tadi menjawab "Itulah, makanya rajin ke gereja, jadi tau ... menjelang Natal gini pasti Injilnya Firman yang Menjadi Daging" ...

"Ooo gitu ya ?! ... menurut Sampean maksudnya gimana Mas ?" tanya Sahabat.

"Begini, kan pada awalnya Tuhan .... bla bla bla bla bla" ... Orang tadi berkotbah ria ...

"Wah ribet ya ?!" kata Sahabat.

"Makanya rajin ke gereja, biar paham"   jawab orang tadi menggurui.

Teman tadi mengangguk-anggukkan kepala,

Lalu menukas "Seharusnya nggak serumit itu lho Mas".

"Nggak serumit itu gimana ? Ya jelas-jelas arti Firman itu begitu ... Apa Sampean mau ngarang ?!" protes orang yang menjelaskan tadi.

"Bukan mengarang Mas, hanya pendapat ..."

"Coba gimana, saya pengen tau pendapatnya orang yang jarang ke gereja !"

"Menurut saya sederhana saja kok ..."

*******

Sahabat tadi  tidak meneruskan kata-katanya.

Ia malah melangkah menuju ke arah seorang tukang becak yang biasa mangkal di depan gereja.

Sementara temannya tadi mengikuti dengan penasaran ...

"Sugeng Enjang Pakde" -- terjemahan bebasnya kurang lebih : "Selamat pagi Pakde"

"Sugeng Enjang Mas... bade Mbecak ?!" (Selamat pagi Mas ... Mau (naik) becak ?!)

"Mboten Pakde, namung bade tanglet mawon... Sampun sarapan dereng ?!"  (Enggak Pakde, cuma mau tanya ... Sudah sarapan belum ?!)

"Wah, nggih dereng, lha wong dereng angsal penumpang ... " (Wah, ya belum, orang belum dapat penumpang)

Tanpa menunggu bapak tua tadi menyelesaikan kalimatnya, Sahabat tadi mengangsurkan selembar uang kepada bapak tua, dan berkata:

"Niki Pakde, kagem sarapan ... mugi-mugi dados daging njih " ...(Ini Pakde, untuk (beli) sarapan ... semoga jadi daging ya)

*******

Teman yang berbincang dengan Sahabat langsung melengos dan ngeloyor pergi dari situ ...

Sementara ia melangkah, ia masih mendengar Bapak  tua tadi mengucap:

"Waaaah, maturnuwun sanget Mas, nggih ... mugi-mugi dados daging lan tenogo ngge nggenjot becak"  (Waah, terimakasih sekali Mas, ya ... moga-moga jadi daging dan tenaga untuk genjot becak)

********

Juga suara Sahabat saya:

"Nggak rumit to jane Mas ?!"  (Nggak rumit kan sebenarnya Mas ?!)

Mulut teman sahabat saya terlihat komat-kamit nggrundel ...

.

.

.

Catatan :

- Sampean  : Sebutan antar  laki-laki dewasa yang sebaya (Jawa)

- Pakde  : Sebutan untuk laki-laki yang umurnya agak lebih tua dari umur bapak kita (Jawa) ...

.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun