Akan tetapi kembali lagi, penulis berpendapat apapun latar belakang dari anak AG, anak tetaplah anak, setiap pihak juga harus menerapkan asas equality before the law yang mana setiap orang seharusnya diberlakukan secara sama dan adil di hadapan hukum terlepas dari apapun latar belakangnya, terlepas bahwa AG telah mendapatkan vonis pada kasusnya, AG tetap lah memiliki hak untuk mengajukan laporan atas tindak pidana yang terjadi kepadanya.
Kembali lagi mengenai opini penolakan laporan AG, kita harus kembali pada dasar pendekatan prinsip consent pada kasus kekerasan seksual. Bahwasanya persetujuan atau consent dalam aktivitas seksual menjadi tidak valid apabila hal tersebut diberikan atau dimintakan kepada anak di bawah umur. Hal ini menguatkan argumen yang menjelaskan bahwa apabila aktivitas seksual yang dilakukan oleh Mario Dandy dan anak AG merupakan aktivitas seksual suka sama suka maka hal tersebut tetap termasuk tindak pidana sebab persetujuan yang diberikan oleh AG tidak bisa dianggap valid dan sah.Â
Alasan yang sering menjadi dasar mengapa anak tidak bisa memberikan persetujuan yang dianggap valid ialah, masih mungkinnya anak tersebut memberikan persetujuan tanpa pemikiran yang seutuhnya dan terpengaruh oleh grooming yang dilakukan oleh pelaku yang merupakan orang dewasa. Adanya ketimpangan yang terjadi antara pelaku dengan anak menjadi dasar yang akhirnya membuat terjadi tekanan psikis secara tidak langsung yang dipengaruhi oleh grooming itu sendiri.
Oleh sebab itu, karena kompleksitas kasus ini seharusnya Kepolisian tidak serta merta menggampangkan kasus ini hanya karena adanya tekanan publik yang telah melabeli anak AG sebagai anak yang bermasalah. Kepolisian seharusnya tetap menjalankan tugas sebagaimana mestinya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan atas laporan yang diberikan oleh pihak dari anak AG. Jangan sampai aparat penegak hukum justru menormalisasi statutory rape yang terjadi pada anak hanya karena anak tersebut telah menjadi anak berkonflik dengan hukum atau karena publik sudah terlanjur memberi label buruk terhadap anak tersebut.Â
Seburuk apapun tindakan anak pada kasus lain, hak anak tersebut tetap harus dipenuhi termasuk hak nya untuk mengajukan laporan atas tindak pidana yang terjadi kepadanya. Sebab, statutory rape bukan hal yang bisa dianggap remeh, statutory rape yang dinormalisasi oleh aparat penegak hukum sendiri akan semakin melanggengkan tindakan grooming pada anak dan membuat angka kekerasan seksual pada anak akan semakin meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H