Deraian air mata itu kembali membasahi pipi gadis yang sedari tadi memeluk sebuah bantal kesayangannya. Isak tangisnya membuatnya sedikit sulit untuk bernafas. Beberapa kali deringan ponsel di sampingnya tak lagi dihiraukan. Hatinya hancur, pikirannya kacau. Entahlah apa yang mesti dia lakukan. Sesekali dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 23.12 Wib. Namun itu sama sekali tak membuatnya berhenti untuk terus menangis.
ÂÂ Sudah hampir dua jam berlalu sejak berita yang diterimanya tadi, gadis ini tak hentinya menyesali semua yang telah terjadi. Air matanya tumpah seiring kekecewaan dan penyesalan yang dia rasakan. Tubuhnya lemah, bahkan sekedar untuk berjalan mengambil air minum saja dia tak mampu. Berkali-kali dipukulnya bantal yang sedari tadi menyaksikan deraian air matanya malam ini.
" Kamu harus kuat May, kamu gak boleh menyalahkan dirimu sendiri. Ini semua sudah takdirNya. Kamu tidak boleh seperti ini May. Jika dia ada di sini, dia pasti juga tidak ingin melihatmu seperti ini"
Sebuah suara terdengar di seberang sana, ya itu suara. Mika adalah sahabat Maya yang sedari tadi telponnya tak dipedulikan maya. Entah kekuatan apa yang telah mendorong gadis ini untuk mengangkat ponsel di sampingnya itu. Namun sayang, nasehat mika hanya dibalas dengan isak tangis Maya. Belum ada kata-kata yang mampu diucapkan oleh gadis itu, hanya tangisan lah yang mampu mengeluarkan isi hatinya.
Tak lama kemudian, panggilan itupun terputus. Entah siapa yang mengakhiri, atau bahkan jaringan yang memang tak mendukung percakapan kedua gadis tersebut. Tanpa disadari, tubuh maya pun semakin lemah. Dan membawanya tenggelam dalam mimpi bersama rasa penyesalan yang masih menggunung di hatinya.
Teringat akan beberapa bulan yang lalu, saat awal pertemuan Maya dengan seorang pria yang bernama Rio. Sikap cuek Maya membuat pria itu merasa penasaran untuk lebih mengenal sosok Maya tersebut. Beberapa kali Rio mencuri perhatian pada Maya yang kebetulan pada saat itu mereka bekerja di sebuah perusahaan yang sama. Dan dengan modal nekad yang dimilikinya, Rio pun berhasil mendapatkan kontak Maya. Dan sejak itulah komunikasi diantara keduanya mulai terjalin dengan baik. Perhatian yang diberikan rio membuat Maya merasa ada yang lain dengan hubungan ini. Benar saja, setelah hampir satu bulan mereka bertukar cerita dan saling sapa tampaknya benih-benih cinta itu mulai tumbuh. Namun sayang, maya yang saat itu masih menyimpan rasa pada seseorang tak lantas membalas rasa pria tersebut. Sosok Rio yang hampir mirip dengan seseorang yang masih tersimpan di hati maya, membuat maya mulai merasa menemukan sosok yang pernah hilang.
" May, seharusnya kamu tidak boleh seperti itu. Kasian rio may, dia tulus mencintaimu. Namun kamu hanya menjadikannya pelampiasan semata"
" Bukan seperti itu Mik, aku sudah katakan yang sebenarnya. Namun dia tetap bersikeras untuk mendekatiku. Ya aku bingung mau melakukan apalagi" tutur maya pada mika yang sedari tadi asik bermain ponsel
Sebenarnya maya tidak bermaksud untuk melukai hati pria itu. Apalagi jika dilihatnya ketulusan yang diberikan oleh Rio pada dirinya. Sudah berulangkali bahkan Maya mengatakan, jika rasa itu belum mampu terbalaskan. Karena Maya bukan melihat sosok Rio sebagai Rio, namun sebagai seseorang di masa lalunya yang sulit untuk dilupakan. Tapi itu tak diperdulikan oleh Rio, seolah pria ini telah benar-benar jatuh cinta pada gadis yang selalu mengenakan hijab tersebut.
" Ya, aku tahu posisiku. Dan aku tidak akan memaksakan hatimu untuk mencintaiku. Ini mauku, dan biarkan rasa ini tumbuh. Mungkin ini adalah masaku mencintaimu, bisa saja suatu saat rasa itu hilang" tutur Rio dalam  sebuah chatnya.
Diberi perhatian dan perlakuan lebih membuat maya mulai merasa tak nyaman. Hampir setiap hari di tempat kerja Rio tak pernah absen menyapa bahkan sekedar memberikan senyuman pada maya. Sehingga tak jarang, rekan-rekan sekaligus atasannya sekalipun meledek mereka berdua. Namun ledekan itu segera ditepiskan oleh Maya, karena memang maya tidak memiliki rasa apa-apa pada pria itu.