Terkadang Zara memukul kepalanya sendiri jika mengingat kisah itu. Ia berharap cerita tersebut tak lagi bersarang di benaknya. Gadis ini sadar akan kecerobohan yang dulunya dilakukan dan Zara tak ingin semua terulang kembali. Sekalipun nanti waktunya untuk menikah telah tiba, namun ia tak ingin berlama-lama menjalin hubungan tanpa status. Jika ada seseorang yang benar-benar ingin serius menjalin hubungan, ia cukup meminta lelaki tersebut bertemu dengan orang tuanya.
Namun kenyamanan Zara kini mulai terusik dengan kemunculan dua orang lelaki dalam hidupnya. Entah angin dari ufuk mana yang mengirim dua jenis manusia ini. Yang jelas ia merasa terganggu dan ini sama sekali tidak diharapkannya. Bukannya menolak takdir yang sudah Tuhan goreskan, tapi Zara hanya tidak ingin terluka lagi. Sudah cukup baginya melewati hari-hari dengan kerinduan yang tak terbalaskan dan bertemankan malam dengan tangisan. Gadis ini benar-benar tak ingin mengulang masa-masa kebodohannya itu.
Ada hal yang masih menjadi tanda tanya besar dalam pikiran Zara, mengapa Tuhan datangkan dua orang ini dalam waktu yang berdekatan dan dengan kelebihan yang memang sudah lama Zura dambakan. Bagaikan pelangi setelah hujan, Zara tak bisa memunafikan rasa manusiawinya. Ada perasaan senang namun ada pula perasaan was-was dalam hatinya. Ia masih ingat betul bagaimana hancur hatinya saat dikecewakan. Ya walaupun ia tahu bahwa manusia tak akan pernah bisa memuaskan hati manusia pula. Hanya berharap pada Tuhan lah yang tak akan membuat manusia menjadi kecewa.
Akan tetapi manusia sering lupa akan adanya Tuhan dalam setiap gerak gerik hidupnya. Ia bahkan lepas kendali saat sudah menemukan seseorang yang pas dihatinya dan menggantungkan segala harapan. Dan itu sama sekali tak ingin Zura ulangi lagi. Kali ini ia harus benar-benar ahli dalam menata hatinya. Ia tak ingin ada yang melukai dan tanpa rasa tanggungjawab sedikitpun untuk mengobati.
Bagai petir di siang hari, Zara seakan dibuat tak percaya ketika Heri mengungkapkan keinginannya untuk menjalani hubungan yang serius pada gadis itu. Sungguh tak dapat diterima akal, kali ini tampaknya akal Zara memilih untuk maju lebih duluan. Bagaimana mungkin baru sehari kenal dan lelaki itu mengatakan sudah yakin dengan keputusannya. Sekalipun ia masuk dalam salah satu krtiteria Zura, namun tidak berate gadis ini langsung bisa menerimanya. Bagaimana mungkin lelaki itu bisa menyimpulkan bahwa Zara adalah terbaik untuknya, sedangkan mereka belum ada berbicara panjang lebar dan belum mengetahui asal usul dari keduanya. Ini membuat Zara harus menarik napas panjang agar hatinya mampu mencerna ucapan lelaki itu.
Lain perihal dengan Jaka, lelaki yang juga hampir memenuhi kriteria Zura ini lebih santai. Ia memilih untuk berteman dulu dan dengan jangka waktu yang entah sampai kapan. Zara memang sangat senang bisa dipertemukan dengan Jaka karena lelaki ini pernah ia kagumi dulu semasa kuliah. Namun bagi Zura semua telah berakhir dan ia tak mesti menagih balasan dari rasanya itu. Belajar dari pengalaman yang lalu, Zara tak ingin lagi berada dalam fase ketidakjelasan yang berujung kecewa. Sekalipun ia akui bahwa Jaka lebih membuatnya merasa nyaman. Dikarenakan rasa trauma yang masih menghantui Zara membuat ia tak ingin berlama-lama hanyut dalam perasaan itu.
Seakan Tuhan pun tak izinkan Zara terlena akan keadaan ini. Zara merasa ketidaknyamanan akan sikap Heri yang terlalu berlebihan padanya. Hingga akhirnya Zara menyampaikan apa yang ia rasakan tersebut dan perlahan Heri pun menghilang dari hidupnya. Sungguh ini perkenalan yang cukup singkat dalam sejarah percintaan gadis ini, hanya butuh waktu dua hari untuk berkenalan dan akhirnya berpisah lagi. Memang terkadang hal yang ditakutkan itu malah datang dengan mudahnya. Zara selalu menghindar agar tak melewati fase ini lagi, namun kenyataanya mau tidak mau ia harus hadapi semuanya.
Dan yang lebih membuat Zara seolah tidak percaya, selang sehari setelah kepergian Heri ternyata Jaka pun ikut menghilang bagai ditelan bumi. Padahal Zara ingat malam itu ia masih bercanda ria dengan lelaki tersebut. Kenyataan pahit yang kesekian kalinya, hujan pun turun di tengah teriknya mentari. Zara tak lagi bisa menahan sesak didadanya, ia tak pernah menginginkan pertemuan ini karena tak ingin terluka lagi. Tetapi kenapa Tuhan pertemukan ia dengan lelaki yang sama. Kali ini tangisannya benar-benar pecah, hatinya hancur. Ia merasa apa yang dilakukannya selama ini hanya sia-sia.
Seakan tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang tiada artinya itu, Zara mencoba bangkit dan menata kembali lembaran yang mulai usam. Ia yakin semua ini sudah menjadi goresan Tuhan yang mesti dilaluinya. Tak perduli seberapa kecewanya ia, namun Zura yakin Tuhan sudah siapkan hadiah terbaik jika ia bisa melewati semua ini. Zura pun mulai menyibukan diri dengan hobinya. Ia tak ingin ambil berat tentang luka hatinya. Perlahan gadis ini berusaha menyembuhkan lukanya sendiri.
Atas usaha dan do'a lah yang kini membuatnya bisa bangkit lagi dari keterpurukan. Ia jalani hari dengan senyuman, sekalipun luka itu masih membekas. Namun ia yakin bisa melewati semua ini. Dan benar saja, ia tak butuh waktu yang lama untuk melupakan semuanya. Kini Zura tampak lebih baik dari sebelumnya. Tawapun mulai menyelingi hari-harinya.
Akan tetapi tampaknya ketenangan itu tak berlangsung lama. Hari kembali datang untuk kedua kalinya sambil menjelaskan penyebabnya menghilang beberapa waktu yang lalu. Zara bisa menerima maaf lelaki itu namun belum untuk kehadirannya lagi. Kali ini Zara mencoba mendahulukan akalnya untuk menghadapi lelaki tersebut. Gadis ini lebih bisa menata kata yang ia keluarkan agar tidak menyerang dirinya sendiri. Kini ia tak ingin berharap lebih pada lelaki itu. Dan ia juga tak tahu mengapa Tuhan datangkan ia lagi. Padahal dalam heningnya malam Zara merayu agar Tuhan melapangkan hatinya untuk melepas siapa saja yang bukan menjadi jodohnya. Zara tak ingin cepat mengambil keputusan, ia akan menanggapi lelaki ini seperlunya saja tanpa menjelaskan kekecewaan yang pernah dirasakan.