Mohon tunggu...
Pelangi Zahra
Pelangi Zahra Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pelangi Zahra adalah nama pena dari Revi Nuraini, S.Pd, seorang guru yang memiliki hobi travelling dan menulis. IG : @Pelangizahra_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kerikil Penantian

21 Oktober 2024   09:59 Diperbarui: 21 Oktober 2024   10:15 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perihal hati, wanita memang mudah bawa perasaan (baper) dibandingkan lelaki. Akibatnya tak jarang ia sering tersakiti dan merasa dunia ini tidak adil baginya. Seakan wanita lupa akan berharganya dia. Sikap dan kelembutan yang menjadi ciri khas wanita terkadang tak jarang menjadi permainan bagi lelaki. Ya, walaupun para lelaki terkadang menepiskan fakta itu.

Problematika patah hati masih menjadi topik hangat dalam kehidupan wanita. Jika masalah ini sudah menyerangnya, ia bisa menjadi lupa kendali dan bahkan bersikap sangat bodoh. Mirisnya lagi ketika ia memilih mengakhiri hidupnya demi orang tercinta. Meang benar kata orang  ketika cinta sudah menjadi alasan seolah semua menjadi kehalalan.

Namun untung saja Zara tidak memilih jalan yang terakhir ini, pikiran warasnya masih berfungsi dengan baik sekalipun ia telah berkali-kali patah hati. Penyebabnya pun bermacam-macam, mulai dari mengagumi dalam diam bahkan yang sudah terang-terangan menjalin hubungan. Semua sama saja bagi Zara, membuat ia seolah enggan mengenal yang namanya laki-laki. Saat ini hanya ada dua orang laki-laki yang dapat ia percaya, yaitu ayah dan adiknya. Selain daripada itu, tampaknya Zara butuh untuk berfikir panjang terlabih dahulu.

Lika-liku kehidupan asmara yang selalu berujung tangisan telah menjadikan Zara wanita tegar. Banyak pelajaran yang telah ia dapatkan dalam mengarungi lautan cinta ini. Romantisme cinta yang begitu memanjakan mata hanya ada dalam kisah novel belaka. Hingga saat ini Zara tak juga menemukan seorang lelaki yang begitu tulus mencintai dirinya. Itulah alasannya mengapa Zara hingga saat ini masih betah menjalani hidup sendirian.

Mahalnya sebuah rasa kepercayaan terkadang tidak disadari lelaki. Ia lupa akan sebuah pepatah yang mengatakan bahwa hati wanita ibarat kaca. Walaupun sudah retak tetap bisa disusun kembali, namun tidak seperti semula. Itulah bukti akan baiknya ia, sekalipun disakiti namum tetap mampu memaafkan, tetapi tidak untuk memberikan kepercayaan lagi. Karena ketika sekali disakiti, luka itu akan tetap membekas sampai kapanpun.

Baca juga: Tanpa Rasa Bersalah

Bagi Zara memberikan maaf pada orang lain memang menjadi keharusan. Pun dalam Agama sendiri ia telah diajarkan untuk melakukan hal tersebut. Namun lagi dan lagi lelaki sering memanfaatkan keadaan ini dan berulang kali mengulang kesalahan yang sama dengan dalih kekhilafan. Zara sudah bosan dengan semua tingkah lelaki yang ia hadapi. Baginya mereka sama saja, sekalipun ada perbedaan itu hanya sebelas dua belas. Gadis yang hobi menulis ini lebih senang menghabiskan waktunya dengan laptop dan buku daripada harus menghadapi para lelaki. Bukannya ia benci, hanya saja trauma itu belum sembuh seutuhnya. Butuh waktu yang panjang untuk ia bisa mengenal cinta lagi.

Bertemu dan berpisah dengan orang yang baru ia kenal terkadang membuatnya bosan. Ia selalu meminta pada Tuhan semoga segera dipertemukan dengan jodohnya saja. Namun Tuhan belum menghendaki itu semua, masih banyak yang mesti Zara selesaikan terlebih dahulu sebelum ia bertemu dengan jodohnya. Zara pun selalu berhusnuzon karena bagaimanapun rencana Tuhan lebih indah dari keinginannya. Yang mesti Zara lakukan saat ini adalah menjadi manusia terbaik di mata Tuhan agar kelak ia bisa mendapatkan jodoh yang terbaik pula.

Baca juga: Hati yang Mengalah

Hampir 1 tahun belakangan ini Zura menikmati masa kesendiriannya. Hari demi hari ia habiskan dengan berbagai hal positif yang membuatnya bahagia. Ia baru sadar bahwa jauh sebelum membuat orang lain bahagia, ia mesti membahagiakan dirinya sendiri terlebih dahulu. Masa inilah yang Zara manfaatkan untuk hal itu. Ia mulai tidak peduli dengan ucapan orang yang selalu menanyakan perihal kapan menikah. Baginya semua telah Tuhan tentukan di waktu yang terbaik dan ia tak ingin terlalu merisaukan semua itu.

Zara pun menyadari betapa bodohnya ia masa itu. Membuang waktu dan tenaga dengan percuma demi orang yang tak jelas tujuannya. Ia benar-benar merasa tak percaya dengan apa yang pernah ia lakukan tersebut. Yang paling membuatnya terpukul ialah ketika ia memilih menjalin hubungan LDR dengan seseorang yang sama sekali belum berkomitmen untuk menikah. Dan alhasil lelaki itu akhirnya menikah dengan wanita lain dengan alasan sudah dijodohkan oleh orangtuanya.

Terkadang Zara memukul kepalanya sendiri jika mengingat kisah itu. Ia berharap cerita tersebut tak lagi bersarang di benaknya. Gadis ini sadar akan kecerobohan yang dulunya dilakukan dan Zara tak ingin semua terulang kembali. Sekalipun nanti waktunya untuk menikah telah tiba, namun ia tak ingin berlama-lama menjalin hubungan tanpa status. Jika ada seseorang yang benar-benar ingin serius menjalin hubungan, ia cukup meminta lelaki tersebut bertemu dengan orang tuanya.

Namun kenyamanan Zara kini mulai terusik dengan kemunculan dua orang lelaki dalam hidupnya. Entah angin dari ufuk mana yang mengirim dua jenis manusia ini. Yang jelas ia merasa terganggu dan ini sama sekali tidak diharapkannya. Bukannya menolak takdir yang sudah Tuhan goreskan, tapi Zara hanya tidak ingin terluka lagi. Sudah cukup baginya melewati hari-hari dengan kerinduan yang tak terbalaskan dan bertemankan malam dengan tangisan. Gadis ini benar-benar tak ingin mengulang masa-masa kebodohannya itu.

Ada hal yang masih menjadi tanda tanya besar dalam pikiran Zara, mengapa Tuhan datangkan dua orang ini dalam waktu yang berdekatan dan dengan kelebihan yang memang sudah lama Zura dambakan. Bagaikan pelangi setelah hujan, Zara tak bisa memunafikan rasa manusiawinya. Ada perasaan senang namun ada pula perasaan was-was dalam hatinya. Ia masih ingat betul bagaimana hancur hatinya saat dikecewakan. Ya walaupun ia tahu bahwa manusia tak akan pernah bisa memuaskan hati manusia pula. Hanya berharap pada Tuhan lah yang tak akan membuat manusia menjadi kecewa.

Akan tetapi manusia sering lupa akan adanya Tuhan dalam setiap gerak gerik hidupnya. Ia bahkan lepas kendali saat sudah menemukan seseorang yang pas dihatinya dan menggantungkan segala harapan. Dan itu sama sekali tak ingin Zura ulangi lagi. Kali ini ia harus benar-benar ahli dalam menata hatinya. Ia tak ingin ada yang melukai dan tanpa rasa tanggungjawab sedikitpun untuk mengobati.

Bagai petir di siang hari, Zara seakan dibuat tak percaya ketika Heri mengungkapkan keinginannya untuk menjalani hubungan yang serius pada gadis itu. Sungguh tak dapat diterima akal, kali ini tampaknya akal Zara memilih untuk maju lebih duluan. Bagaimana mungkin baru sehari kenal dan lelaki itu mengatakan sudah yakin dengan keputusannya. Sekalipun ia masuk dalam salah satu krtiteria Zura, namun tidak berate gadis ini langsung bisa menerimanya. Bagaimana mungkin lelaki itu bisa menyimpulkan bahwa Zara adalah terbaik untuknya, sedangkan mereka belum ada berbicara panjang lebar dan belum mengetahui asal usul dari keduanya. Ini membuat Zara harus menarik napas panjang agar hatinya mampu mencerna ucapan lelaki itu.

Lain perihal dengan Jaka, lelaki yang juga hampir memenuhi kriteria Zura ini lebih santai. Ia memilih untuk berteman dulu dan dengan jangka waktu yang entah sampai kapan. Zara memang sangat senang bisa dipertemukan dengan Jaka karena lelaki ini pernah ia kagumi dulu semasa kuliah. Namun bagi Zura semua telah berakhir dan ia tak mesti menagih balasan dari rasanya itu. Belajar dari pengalaman yang lalu, Zara tak ingin lagi berada dalam fase ketidakjelasan yang berujung kecewa. Sekalipun ia akui bahwa Jaka lebih membuatnya merasa nyaman. Dikarenakan rasa trauma yang masih menghantui Zara membuat ia tak ingin berlama-lama hanyut dalam perasaan itu.

Seakan Tuhan pun tak izinkan Zara terlena akan keadaan ini. Zara merasa ketidaknyamanan akan sikap Heri yang terlalu berlebihan padanya. Hingga akhirnya Zara menyampaikan apa yang ia rasakan tersebut dan perlahan Heri pun menghilang dari hidupnya. Sungguh ini perkenalan yang cukup singkat dalam sejarah percintaan gadis ini, hanya butuh waktu dua hari untuk berkenalan dan akhirnya berpisah lagi. Memang terkadang hal yang ditakutkan itu malah datang dengan mudahnya. Zara selalu menghindar agar tak melewati fase ini lagi, namun kenyataanya mau tidak mau ia harus hadapi semuanya.

Dan yang lebih membuat Zara seolah tidak percaya, selang sehari setelah kepergian Heri ternyata Jaka pun ikut menghilang bagai ditelan bumi. Padahal Zara ingat malam itu ia masih bercanda ria dengan lelaki tersebut. Kenyataan pahit yang kesekian kalinya, hujan pun turun di tengah teriknya mentari. Zara tak lagi bisa menahan sesak didadanya, ia tak pernah menginginkan pertemuan ini karena tak ingin terluka lagi. Tetapi kenapa Tuhan pertemukan ia dengan lelaki yang sama. Kali ini tangisannya benar-benar pecah, hatinya hancur. Ia merasa apa yang dilakukannya selama ini hanya sia-sia.

Seakan tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan yang tiada artinya itu, Zara mencoba bangkit dan menata kembali lembaran yang mulai usam. Ia yakin semua ini sudah menjadi goresan Tuhan yang mesti dilaluinya. Tak perduli seberapa kecewanya ia, namun Zura yakin Tuhan sudah siapkan hadiah terbaik jika ia bisa melewati semua ini. Zura pun mulai menyibukan diri dengan hobinya. Ia tak ingin ambil berat tentang luka hatinya. Perlahan gadis ini berusaha menyembuhkan lukanya sendiri.

Atas usaha dan do'a lah yang kini membuatnya bisa bangkit lagi dari keterpurukan. Ia jalani hari dengan senyuman, sekalipun luka itu masih membekas. Namun ia yakin bisa melewati semua ini. Dan benar saja, ia tak butuh waktu yang lama untuk melupakan semuanya. Kini Zura tampak lebih baik dari sebelumnya. Tawapun mulai menyelingi hari-harinya.

Akan tetapi tampaknya ketenangan itu tak berlangsung lama. Hari kembali datang untuk kedua kalinya sambil menjelaskan penyebabnya menghilang beberapa waktu yang lalu. Zara bisa menerima maaf lelaki itu namun belum untuk kehadirannya lagi. Kali ini Zara mencoba mendahulukan akalnya untuk menghadapi lelaki tersebut. Gadis ini lebih bisa menata kata yang ia keluarkan agar tidak menyerang dirinya sendiri. Kini ia tak ingin berharap lebih pada lelaki itu. Dan ia juga tak tahu mengapa Tuhan datangkan ia lagi. Padahal dalam heningnya malam Zara merayu agar Tuhan melapangkan hatinya untuk melepas siapa saja yang bukan menjadi jodohnya. Zara tak ingin cepat mengambil keputusan, ia akan menanggapi lelaki ini seperlunya saja tanpa menjelaskan kekecewaan yang pernah dirasakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun