Mohon tunggu...
Riana Evelina
Riana Evelina Mohon Tunggu... Lainnya - seorang teman

tidak semua orang bisa becerita, menulis adalah pilihan saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sudah Ku Katakan " Kita Berbeda"

6 Oktober 2020   20:06 Diperbarui: 6 Oktober 2020   20:11 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh. Saya nggak ikhlas membagi senyummu untuknya. Meski namanya sama dengan bulan lahirmu. Juli milik ku dan Juli yang entah sudah kamu miliki atau belum itu berbeda, Bana. Jangan terbuai karena namanya sama dengan bulan lahirmu.

Memang benar, saya nggak pernah memberimu pertanyaan. Meski banyak sekali pertanyaan yang menggunung dalam kepala saya. Siapa dia ? kenal di mana ? apa dia menyukaimu ? apakah dia perempuan yang baik untukmu ? apakah kamu mencintainya ?. ya, saya memang tidak siap untuk mendengar jawabanmu. Saya terlalu takut membuatmu terlihat jahat pada saya.

Sebab, saya hanya ingin punya kenangan baik denganmu. Saya ingin membuat sejarah yang bisa dengan mudah saya putar berkali-kali dalam kepala saya tanpa harus merasa sesakit ini. Kenangan itu abadi, Bana.

Setiap nafas ada serpihan luka. Membuat sesak. Menikam tanpa membunuh perasaan yang ada. Membuat sejarah tanpa menyembuhkan luka. Tidak mudah ternyata, melupakan seseorang yang pernah singgah meski selalu disanggah. Seseorang yang dulu ku kenal dengan baik. Sangat baik. Namun nyatanya ia melukai kemudian.

Tidak ada yang benar-benar berhasil dalam proses melupakan, sebab awal proses mengharuskanku untuk mengingatnya. Bahkan, saat sedang tidak berproses, pun tempat-tempat yang pernah kami singgahi, jalanan Bandung setelah hujan, minuman kesukaan kami, mamang nasi goreng depan rumah, toko ice cream depan kantor ku. Turut membantu untuk mengingatnya.

Saya tidak sekuat itu. Meskipun kamu selalu bilang, saya kekasihmu yang paling kuat. Tidak ada yang mampu berdiri dengan stagnan atas rasa sakit, Bana. Itu sebabnya, saya memilih untuk mengakhirinya. 

Tanpa perlu saya jelaskan apa alasannya. Saya terlalu menyayangimu. Lebih dari yang kamu tahu. Saya masih menjadi orang bodoh di hadapanmu, dengan pura-pura nggak tahu soal kisahmu.

Kamu nggak menjadikannya kekasih. Kamu hanya dekat. Tapi kamu salah, Bana. Kamu nggak pernah tahu perasaannya seperti apa. Tanpa kamu sadari, kamu sudah membuat resah dua perempuan. Dia yang sedang menunggumu, dan saya. 

Nggak. Saya nggak seresah itu. Karena dari awal saya sudah tahu bahwa perbedaan di antara kita akan selalu menjadi pertentangan, bahwa abu-abu nggak akan pernah bisa lebih unggul dari warna pelangi. Dan kamu tahu, saya berbohong soal resah.

Dua bulan setelah hubungan kita berakhir, kakakmu memberitahuku tentang kedekatan kalian. Benar dugaan ku. Kalian hanya dekat. Katanya, kamu cuma mencintaiku. Entah dari mana kakakmu tahu nomor ponselku, entah bagaimana juga dia bisa tahu saya mengakhiri hubungan kita karena saya tahu soal perempuan yang bernama sama dengan bulan lahirmu itu. Mungkin itu hanya tebakan kakakmu atau bisa jadi karena kakak mu kenal dengan perempuan itu.

Sungguh. Pasukan macam apa yang menyerbuku dengan pertanyaan dan kemungkinan yang saya pikirkan. Selesai menutup telepon dari kakakmu, saya tidak tidur hingga pagi. Saya nggak tahu harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala saya atau membiarkannya beitu saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun