Mohon tunggu...
Reva Zahra Salwa
Reva Zahra Salwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobi membaca novel dan berenang.

Selanjutnya

Tutup

Book

Kekuatan Cinta pada Novel "Bila Malam Bertambah Malam"

29 Oktober 2024   15:18 Diperbarui: 29 Oktober 2024   15:34 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Judul: Bila Malam Bertambah Malam

Penulis: Putu Wijaya

Tahun Terbit: 1971 

Penerbit:

Novel yang berjudul "Bila Malam Bertambah Malam" karya Putu Wijaya, menceritakan tentang Kerajaan di Bali dan kisah cinta seseorang.

     Gusti Biang seorang janda Bangsawan anak satu yang ditinggal mati oleh suaminya I Gusti Ngurah Ketut Mantri, Gusti Biang melarang keras sang anak yaitu Ngurah untuk menikah dengan wanita kalangan bawah.  

     Sejak kecil, Ngurah sudah dijodohkan oleh ibunya dengan Sagung Rai. Baginya Sagung Rai adalah wanita yang bermatabat karena ia dan keluarganya keturunan Bangsawan. Tetapi, Ngurah menolak dan terus membujuk sang Ibu, bahwa ia akan menikah dengan wanita yang bernama Nyoman. Nyoman adalah pelayan Gusti Biang yang tidak digaji selama bertahun-tahun kerja disana.

GUSTI BIANG:

"Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Aku melarang keras, Ngurah harus kawin dengan orang patut-patut. Sudah kujodohkan sejak kecil dia dengan Sagung Rai. Sudah kurundingkan pula dengan keluarganya di sana, kapan hari baik untuk mengawinkannya. Dia tidak boleh mendurhakai orang tua seperti itu. Apapaun yang terjadi dia harus terus mengghargai martabat yang diturunkan oleh leluhur-leluhur di puri ini. Tidak sembarang orang dapat dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus benar-benar menjaga martabat ini. Oh, aku akan malu sekali, kalua dia mengotori nama baikku. Lebih baik aku mati menggantung diri daripada menahan malu seperti ini. Apa nanti kata Sagung Rai? Apa nanti katakeluarganya kepadaku? Tidak, tidak!"

(Wanita Itu Menjerit Dan Mendekati Wayan Dengan Beringas)

     Wayan adalah pembantu yang setia mendapingi Gusti Biang. Kesetiaan tersebut didasarkan atas rasa cinta Wayan terhadap Gusti Biang sejak lama namun pupus karena hierarki kasta. Kemudian diketahui bahwa suami Gusti Biang adalah seorang wandu. 

NGURAH:

"Kenapa tidak ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung rai lebih pantas dari Nyoman untuk menjadikan istri? Karena derajatnya? Tiyang tidak pernah merasa derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi teladan orang,yanglain omong kosong semua!"

(Gusti Biang Terbelalak Dan Mendekat)

     Sang Ibu tetap dengan pendiriannya, bahwa Nyoman tidak pantas menikah dengan anaknya karena perbedaan kasta. Sampai Nyoman pun angkat bicara.

NYOMAN:

"Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang mengormati Gusti karena usia Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa yang Gusti katakan, apa yang Gusti perintahkan meskipun tiyang sering tidak setuju. Tetapi Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah terus-menerus, gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau diinjak menggigit, apalagi manusia, gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi tauladan tapi seperti..."

"Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain. Tapi Gusti, dimana letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang. Gusti akan ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan tapi kelakuan dan kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak hanya bangsawan, semua orang berhak dihormati kalau baik. Begitu mestinya."

Akhirnya Nyoman mengeluarkan kekesalannya terhadap Gusti Biang yang terus merendahkannya.

WAYAN:

"Diam! Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini sekarang. Dia sudah cukup tua untuk tahu. Ngurah, Ngurah mungkin mengira ayah Ngurah yang sejati, sebab dia suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang penjilat, musuh gerilya. Dia bukan lelaki jantan, dia seorang wandu. Dia memiliki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi kewanduannya. Kalau dia harus melakukan tugas sebagai seorang suami, tiyanglah yang sebagian besar melakukannya. Tapi semua itu menjadi rahasia ... sampai ... Kau lahir, Ngurah, dan menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan kepada ibu Ngurah, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati."

Wayanlah yang bertugas memenuhi kebutuhan batin Gusti Biang sampai Ngurah lahir. Kisah cinta keduanyapun serupa dengan Ngurah anak mereka dengan Nyoman yang merupakan golongan sudra. Keduanya ditentang oleh Gusti Biang. Namun pada akhirnya, setelah Wayan menceritakan latar belakang Ngurah, Gusti Biang pun menyetujui perkawinan Ngurah dengan Nyoman.

Kritik Sosial dan Refleksi Eksistensial

Selain mengangkat tema-tema eksistensial, Bila Malam Bertambah Malam juga merupakan kritik sosial terhadap kondisi masyarakat pada masa itu. Putu Wijaya menggambarkan masyarakat yang terjebak dalam rutinitas, ketidakjelasan arah, dan krisis identitas. Lewat konflik batin yang dialami tokoh-tokohnya, ia seolah ingin menyampaikan pesan tentang kerapuhan manusia di tengah perubahan sosial yang cepat dan tidak pasti.

Novel ini juga menyoroti bagaimana masyarakat sering kali hidup dalam kebohongan dan ilusi, menutupi rasa ketidakberdayaan dengan kepalsuan.

Kelebihan dan Kekurangan:

Kelebihan novel ini terletak pada kedalaman narasi dan kemampuan Putu Wijaya untuk menyajikan konflik batin manusia dengan cara yang orisinal dan penuh makna. Gaya penulisannya yang menggunakan absurdisme memberikan kesegaran dalam sastra Indonesia pada masanya. Pemilihan bahasa yang tidak bertele-tele tetapi sarat makna juga menjadi kekuatan dari novel ini.

Namun, kekurangan novel ini mungkin terletak pada alur cerita yang terkadang sulit diikuti oleh pembaca awam. Struktur non-linear dan penggunaan simbol-simbol yang ambigu mungkin memerlukan pemahaman lebih dalam dari pembaca agar dapat menikmati dan mengapresiasi cerita ini sepenuhnya

Kesimpulan:

Secara keseluruhan, Bila Malam Bertambah Malam adalah sebuah karya sastra yang kuat dan penuh perenungan. Novel ini menyuguhkan pengalaman batin yang mendalam dan mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan di tengah ketidakpastian. Melalui simbolisme dan absurdisme, Putu Wijaya berhasil menggambarkan kompleksitas batin manusia modern dan memberikan kritik sosial yang relevan pada masanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun