Meskipun beberapa Lembaga Survey “Milik” Ahok sudah rajin-rajin mencoba menyelamatkan namanya, tetap saja Lembaga-lembaga Survey lainnya yang independen membuktikan bahwa memang betul Elektabilitas Ahok mengalami penurunan bertahap secara signifikan.
Saat ini dari hasil survey beberapa lembaga Survey kalau dirata-ratakan Elektabilitas Ahok sudah jatuh dibawah 30%. Bagi seorang Petahana sebenarnya Angka Ini adalah Kiamat.
Hal ini mau tidak mau disadari Ahok. Dirinya sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa Elektabilitasnya bisa runtuh sampai demikian rendahnya. Dan ini sungguh memukul batinnya.
Kelima, Gencarnya Desakan Masyarakat Untuk Memproses Kasus Penistaan Agama dan Gencarnya Penolakan Kampanye Ahok oleh banyak warga DKI.
Sehebat-hebatnya kekuatan politik yang ingin melindungi Ahok lama kelamaan juga akan terdesak oleh semakin membesarnya opini public yang menghendaki Kasus Penistaan Agama oleh Ahok harus diselesaikan.
Ahok dikenal sangat dekat dengan Polri, sangat dekat dengan Megawati dan para tokoh-tokoh elite lainnya. Akan tetapi selama Jokowi tidak ikut melindungi Ahok maka semua kekuatan politik yang dimiliki Ahok pasti tidak akan bisa melawan aspirasi public yang sedang berkembang. Ahok juga sadar akan hal ini.
Dan menyertai desakan public atas penuntasan Kasus Penistaan Agama, di sisi lain banyak warga DKI yang sudah mulai mengkristal pandangannya bahwa Ahok harus ditolak kehadirannya di wilayah-wilayah mereka. Ini sangat memukul batin Ahok. Bagaimana mungkin bisa meraup suara rakyat DKI kalau dimana-mana terjadi penolakan.
Bukan Ahok saja yang stress dengan masalah ini. Djarot dan PDIP keseluruhan, juga Nasdem, Hanura, Golkar juga menjadi sangat prihatin dengan perkembangan kondisi yang seperti ini.
Dari media terlihat Djarot cukup terpukul dengan Runtuhnya Elektabilitas Ahok dan Penolakan yang terjadi dimana-mana. Djarot sempat terlihat emosi dengan kondisi ini dan akhirnya hanya bisa mengadu pada Bawaslu. Bawaslu sendiri juga bingung menyikapinya.
Tercatat belum apa-apa sudah ada 2 Pelanggaran yang dilakukan Timses Ahok yaitu Iklan Kampanye di TV yang tidak melalui KPU dan Pengerahan Birokrasi Jakarta Barat dalam kampanye Ahok. Walikota Jakarta Barat terpegok public ikut menghadiri kampanye Ahok. Dilarang sama sekali PNS apalagi Pejabat Pemerintahaan ikut-ikutan dalam kampanye Pilkada.
Akhirnya Bawaslu tetap mencoba memfasilitasi pengaduan Djarot dan Timses Ahok tentang penolakan warga. Bawaslu pun sampai-sampai “mengancam” warga bahwa bila menolak Kontestan Pilkada itu bisa dikenai ancaman hukuman.