d). Dalam bentuk sebagai sesuatu yang diperbolehkan yaitu mengghibahi orang-orang yang fasiq yang terang-terangan menampakan kefasiqannya, atau para perayu kebid'ahan. Tetapi dengan perkara ini kita tetap harus berhati-hati, jangan sampai hanya bedasarkan prasangka semata. Jikalau orang yang kita anggap masuk dalam kategori keempat ternyata sebenarnya tidak berhak di ghibah, maka terjerumuslah kita dalam dosa ghibah. Kemudian kalaupun orang tersebut boleh untuk di ghibahi, maka cukup dijelaskan apa yang hendak dijelaskan.
3. Ghibah Dalam Perspektif Hadits
حَدَّثَنَا يَحۡيَىٰ بۡنُ أَيُّوبَ وَقُتَيۡبَةُ وَابۡنُ حُجۡرٍ. قَالُوا: حَدَّثَنَا إِسۡمَاعِيلُ، عَنِ الۡعَلَاءِ، عَنۡ أَبِيهِ، عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (أَتَدۡرُونَ مَا الۡغِيبَةُ؟) قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعۡلَمُ. قَالَ: (ذِكۡرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكۡرَهُ)، قِيلَ: أَفَرَأَيۡتَ إِنۡ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: (إِنۡ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغۡتَبۡتَهُ، وَإِنۡ لَمۡ يَكُنۡ فِيهِ، فَقَدۡ بَهَتَّهُ)
70. (2589): Yahya bin Ayyub, Qutaibah, dan Ibnu Hujr telah menceritakan kepada kami. Mereka berkata; Isma'il menceritakan kepada kami dari Al-Ala' dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda; "Apakah kalian tahu apa itu gibah?" Para sahabat menjawab; "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu." Beliau bersabda; "Ghibah adalah engkau menyebutkan saudaramu dengan sesuatu yang tidak dia sukai."
Ada yang bertanya; "Apa pendapat engkau apabila apa yang aku ucapkan memang ada pada diri saudaraku?" Beliau menjawab; "Jika pada dirinya ada yang engkau ucapkan maka engkau telah berbuat ghibah kepadanya. Jika ternyata tidak ada pada dirinya, berarti engkau berkata dusta terhadapnya."
Jika disimpulkan maka rantai sanad diatas adalah: (Rasulullah SAW Abu Hurairah Abdurrahman bin Ya'kub Al-Alaa' Ismail Ibnu Hujr Qutaibah Yahya bin Ayyub Imam Muslim).
Dari sanad hadits tentang ghibah tersebut memenuhi syarat keshahihan sanad. Hal ini dikarenakan seluruh syarat keshahihan sebuah sanad telah terpenuhi.
Syarat-syarat keshahihan sanad hadits ghibah tersebut ditunjukkan melalui ketersambungan sanad (ittishal al-sanad) dengan adanya jalur runtut antar perawi dari generasi ke generasi melalui hubungan sebagai guru dan murid, para perawinya kredibel (tsiqqahu al-ruwah) yang terlihat dari penilaian yang positif terhadap seluruh perawi tanpa ada yang menilai sebagai sosok yang cacat, serta terakhir adalah intelektualitas perawi (dhabtu al-ruwah) melalui kemampuan mereka dalam mengingat hadits.
Hadits inilah yang menjadi acuan utama pembahasan kali ini. Hadits ini dinilai relevan karena dapat dianalisis dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu pro dan kontra terhadap ghibah, sehingga pendukung dan penentang dapat menjadikan hadits ini sebagai hadits utama mereka.
Hadits di atas menjelaskan gambaran tentang ghibah adalah pengungkapan yang dilakukan seorang muslim mengenai diri sesamanya muslim yang apabila didengar menimbulkan rasa benci dapat juga dimaknai ghibah yaitu menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim padahal ia tidak suka bila disebutkan.
Berdasarkan uraian diatas dipahami ghibah merupakan pengungkapan aib atau cacat seseorang baik yang dilakukan secara lisan, tulisan, isyarat maupun gerakan yang dapat dipahami maksudnya sebagai bentuk penghinaan atau merendakan derajatnya, dan apabila yang didengar atau diketahui oleh orang yang digunjing itu timbul rasa permusuhan, malu dan sebagainya.