Mohon tunggu...
Retno Wahyuni
Retno Wahyuni Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Dapatkan teman teman baru, tapi peliharalah hubungan dengan kawan kawan lama

Planner - PT. SCG Pipe and Precast Indonesia manufactur pipa beton dan beton pra cetak plant Wonoayu Sidoarjo. Selalu ingin belajar sesuatu yang baru, sesungguhnya tidak ada yang sia sia dari jerih payah belajar. FB : Retno Wahyuni Effendy | IG : @retno_wahyuni_effendy | Twitter : @RetnoW_Effendy | Linked : Retno Wahyuni Effendy | Blog : retno-wahyuni-sharing.blogspot.com |

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Seri Family Budgeting: Melepaskan Tekanan Financial Generasi Sandwich dengan Perencanaan Keuangan yang Baik

6 Januari 2021   16:00 Diperbarui: 6 Januari 2021   17:05 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berawal dari sahabat Kompasianer yang telah mampir di kolom komentar saya, di seri family budgeting : Perlukah menyiapkan dana darurat, memberikan ide untuk mengulas manajemen keuangan generasi sandwich. Wouw .... good ide. 

Namanya mbak Novi Ana Rizqiani. Sebuah masukan bagus yang belum terfikirkan sebelumnya oleh saya. Senang sekali dan rasanya penuh semangat ingin menuangkan tulisan saya. 

Kebetulan saya juga termasuk generasi sandwich. memang bukan orang tua yang harus kami support secara finansial tapi adik di Malang dengan 2 keponakan untuk saya biayai dari mulai masuk SMP sampai dengan lulus SMA, karena bapak ibu mereka notabene adik saya telah bercerai, telah membuat kondisi ekonominya carut marut. Saya tidak tega membiarkan mereka harus gagal seperti gagalnya perkawinan kedua orang tuanya.

Generasi sandwich (sandwich generation) merupakan istilah bagi generasi yang terhimpit secara finansial untuk mencukupi kebutuhan generasi sebelumnya (orang tua, adik atau kakak) dan  generasi dibawahnya (anak, cucu) bukan hanya menghidupi dirinya saja.

Istilah sandwich generation atau generasi sandwich pertama kali dikemukakan oleh pekerja sosial bernama Dorothy Miller pada 1981. 

Istilah ini banyak dipakai untuk menggambarkan orang-orang di usia paruh baya (middle age) yang terjepit (sandwiched) dalam memenuhi kebutuhan anak-anak mereka dan juga orang tuanya atau keluarganya dari mulai kebutuhan finansial sehari-hari. 

Generasi sandwich ini rentan mengalami banyak tekanan baik tekanan finansial maupun tekanan emosional, karena mereka tulang punggung kehidupan orang tua dan juga anak-anak mereka. Selain fokus dengan kehidupan pribadi harus berbagi perhatian dengan orang tua atau keluarga lain.

Kalau menurut saya generasi Sandwich adalah generasi pilihan. Pilihan dari sang pencipta untuk dititipkan rejeki buat yang lain. 

Mungkin tanpa disadari bahwa rejeki yang kita terima ada sebagian yang memang diperuntukkan untuk orang tua kita atau orang lain lewat tangan kita. 

Jadi jagalah selalu prasangka baik buat sang Kholiq pembuat maha rencana di kehidupan ini. Tidak ada satupun rencana yang tidak melewati sentuhan tanganNYA, sampai selembar daun terjatuhpun atas seijin DIA.

Agar tidak mengalami tekanan finansial maupun tekanan emosional perlu dibuatkan perencanaan yang baik. Akan banyak pertimbangan yang mewarnai penyusunan perencanaan keuangannya. 

Seorang anak tunggal yang harus membiayai seorang diri, tentunya akan lebih berat jika disandingkan dengan mereka yang memiliki saudara kandung lebih dari seorang. Atau mereka yang berpenghasilan dua duanya baik suami atau istrinya tidak akan serumit jika hanya seorang saja yang menjadi penyokong dalam keluarga. 

Buat mereka yang memiliki penghasilan tetap tiap bulannya tentunya lebih mudah menyusun perencanaan kuangannya dibandingkan mereka yang penghasilannya walau lumayan besar jumlahnya, tetapi tidak bisa diterima setiap bulan karena terbentur termin dan sebagainya. 

Generasi Sandwich yang satu dengan yang lain tentunya mempunya karakteristik dan keunikan tersendiri dalam menyusun perencanaan keuangan.

Akan tetapi ada benang merah yang bisa ditarik simpulnya, bahwasannya ada bebrapa poin yang tetep harus dimasukkan dalam perencanaan keuangan tersebut. Poin poin tersebut antara lain : 

  1. Mengukur kekuatan finansial kita. Caranya adalah dengan mengkalkulasi biaya biaya serta pendapatan yang kita terima. Tersisa berapa dari pengurangan pengeluaran rutin tersebut. Lakukan penghematan jika perlu untuk bisa mensuport biaya orang tua, atau keluarga lain. Apabila ada keluarga yang lain dan kita bukan anak tunggal, maka sebaiknya kita bicarakan juga dengan keluarga lain kekuatan financial kita besarannya dan mungkin bisa dipikul bersama untuk membantu financial orang tua atau keluarga yang lain. Buat yang sudah berkeluarga jangan lupa untuk berdiskusi dengan pasangan akan perihal ini. Jangan kita kalkulasi penghasilan yang belum tentu didapat perbulan, seperti bonus, gaji ke 13 reward dll.
  2. Menyisihkan dana tidak terduga buat orang tua. Setelah kita mengukur kekuatan financial kita maka kita perlu sisihkan kurang lebih 20% dari kekuatan financial kita (uang yang bisa kita support ke orang tua) untuk ditabung setelah dikurangi biaya biaya seperti biaya proteksi. Tujuannya sebagai dana tidak terduga orang tua. Mungkin ada beberapa kegiatan atau keperluan yang diminta orang tua kita untuk ikut membantu. Mempunyai tabungan tersendiri untuk keperluan orang tua sebagai persiapan dana tidak terduga, membuat kita lebih siap terhadap segala hal sekecil apaun itu. Bisa juga dana ini kita buat membahagiakan mereka dengan hadiah yang mereka idam idamkan. Karena kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan anak anaknya juga. Tambahkan dalam dana tak terduga apabila kita mendapatkan penghasilan tambahan seperti bonus, gaji ke 13, menang undian, dapat arisan dll.
  3. Efisiensi segala lini. Caranya apabila orang tua kita/keluarga kita, bersedia tinggal satu atap dengan kita, tentunya akan banyak penghematan yg bisa dilakukan. Membiayai dua rumah tentu lebih banyak pengeluaran dibandingkan kalau mereka bisa tinggal dengan kita. Mungkin rumah orang tua bisa disewakan sehingga ada tambahan cash flow buat kedepannya. Akan tetapi hal ini harus didiskusikan dengan orang tua. Tidak sedikit orang tua yang menolak tinggal sama anaknya. Karena mungkin lebih nyaman ditinggal di rumah sendiri atau karena mereka harus menghindari konflik dengan anak lebih lebih dengan menantu.
  4. Membuat skala prioritas. Karena kita harus menanggung biaya orang tua atau keluarga lain, apabila kita bukan golongan dengan pendapatan yang melimpah ruah, maka seyogyanya kita memprioritaskan kebutuhan primer dan sekunder. Berfikir ulang untuk pemenuhan kebutuhan tersier. Agar supaya kita dapat mempersiapkan biaya proteksi yang lebih diperlukan untuk dimiliki oleh generasi sandwich. Ada kalanya kita harus berkorban menurunkan tingkat kenyamanan
  5. Mempersiapkan proteksi. Proteksi apa saja yang perlu dimiliki generasi sandwich, selain proteksi untuk orang tua, tentunya proteksi untuk diri kita bahkan kalau bisa generasi penerusnya. Kita menyadari bahwasannya sakit itu mahal. Mungkin karena usia, orang tua yang menjadi tanggungan, sering mengalami sakit maka kita perlu menyiapkan asuransi kesehatan buat mereka. Minimal kita mengikutkan BPJS dengan kelas yang disesuaikan dengan kemampuan kita. Tidak lupa kita juga perlu asuransi jiwa untuk diri kita (maupun pasangan) apabila sewaktu waktu terjadi sesuatu dengan kita ada yang memproteksi keluarga kita. Kalau dimungkinkan kita juga perlu mempersiapkan proteksi untuk keturunan kita.
  6. Menyiapkan dana pensiun sedini mungkin. Perlunya kesadaran dari sekarang untuk menyiapkan dana hari tua atau dana pensiun apabila kita sudah tidak produktif lagi. Sekaligus memutus rantai generasi Sandwich. Agar kita kelak tidak membebani anak cucu kita. Apabila kita sudah mendapatkan fasilitas pensiun dari perusahaan kita bekerja yang jumlahnya telah dipotongkan tiap dalam gaji kita, maka mungkin sudah tidak diperlukan lagi menyiapkan dana pensiun. Tetapi jika dirasa nominal yang akan kita terima jumlahnya terlalu sedikit mungkin kita bisa ikut program DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan)

  7. Menyiapkan dana pendidikan untuk keturunan kita. Diperlukan kesadaran bahwa semakin mahalnya biaya pendidikan di negara kita, perlu dipersiapkan dana pendidikan untuk anak anak kita sedari mereka kecil kalau perlu setelah kelahirannya telah dibuatkan tambungan khusus. Bisa berupa asuransi pendidikan yang mengandung perlindungan atau proteksi atau tabungan konfensional yang kita sisihkan tiap bulan. Semuanya mengandung plus dan minus tersendiri, tergantung kita yang paling mantap menerapkan yang mana.

Ilustrasi sederhana dapat saya gambarkan seperti pada tampilan berikut ini

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Lepas dari itu semua, apabila kita telah ditetapkan menjadi pilihanNYA, kita hanya perlu berjalan sesuai dengan ketetapannya. Salah satu caranya adalah kita perlu membuat perencanaan yang baik dari rejeki yang telah dititipkan pada kita. 

Saya telah membuktikan bahwa perencanaan yang baik telah mencerminkan 50% keberhasilan. Tinggal kita untuk mengeksekusi perencanaan itu dengan baik pula agar tujuannya dapat tercapai. Agar kita bisa lepas dari tekanan finansial maupun tekanan emosional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun