Dengan Jeep ini wisatawan akan menyusuri jalur off-road yang telah ditentukan dengan berbagai karakter medan. Ada yang landai, berpasir, beberapa tanjakan membuat teriakan seru para peserta off-road. Kami diajak mampir ke Laguna Glagah melihat langsung bagaimana nelayan menebarkan jala dan menangkap ikan. Serta menikmati keindahan Laguna Glagah yang cantik memesona.Â
Salah satu yang sangat berkesan dari perjalanan dengan Jeep ini ketika Jeep harus melewati tepian Laguna dan masuk ke air dengan kedalaman kurang lebih 50 cm. Jeep yang kami tumpangi sempat mati mesin sesaat ketika harus menukik di tanjakan air Laguna sebelum nyemplung ke air yang agak dalam. Tapi di sinilah letak keseruannya. Bisa melihat keindahan alam dengan cara berbeda, dan masih berlanjut masuki hutan Cemara yang asri dan sejuk sebelum akhir sampai di tepi Pantai Glagah.
Desa Wisata PurwosariÂ
Puas menikmati keindahan Glagah dengan semua potensinya kami pun melanjutkan perjalanan menuju Kulon Progo lantai tiga. Tujuan berikutnya adalah Desa Wisata Purwosari. Perjalanan ditempuh kurang lebih 40 menit. Kedatangan kami disambut dengan musik gamelan yang indah, para penerima tamu pengelola Desa Wisata menggunakan Surjan dan kain panjang serta iket kepala yang merupakan pakaian adat pria khas Yogyakarta.Â
Senyum sapa ramah mereka menyambut kedatangan kami. Dan rombongan juga berkesempatan mencicipi geblek dan dijamu makan siang dengan menu Nasi Nuk Santri yang merupakan hidangan khas Girimulyo Kulon Progo. Tarian Angguk juga dihadirkan menemani santap siang kami. Kostum indah dan beberapa penari cantik memainkan gerakan gemulai menyesuaikan dengan iringan musik dan menciptakan harmoni yang indah. Makan siang kali ini terasa sangat berbeda dan menyenangkan. Karena bisa melihat potensi desa yang terus dikembangkan. Semoga semakin banyak anak muda dan masyarakat yang mau mengembangkan desanya seperti ini.
Setelah cukup tenaga untuk melanjutkan perjalanan, para peserta famtrip diajak melihat langsung perkebunan teh. Dan saya baru tahu kalau di Desa Purwosari ini juga ada perkebunan teh. Saya kira hanya di Nglinggo saja. Kalau dibandingkan dengan Nglinggo perkebunan teh di Purwosari ini memang lebih kecil, namun dari sini justru menghasilkan teh dengan kualitas terbaik bahkan diminati wisatawan mancanegara. Pengolahannya pun masih sederhana menggunakan teknik manual dengan tungku dan gerabah tanah liat yang memerlukan waktu lebih lama sampai 14 jam dan ada pula yang menggunakan mesin dengan waktu pengolahan 8 jam. Teh yang dihasilkan adalah teh hijau premium. Buat saya pecinta teh tentu merasakan nikmatnya perbedaan rasa antara teh pabrikan dan teh artisan.Â
Perjalanan pun dilanjutkan menuju sentra penjualan Kambing Etawa Sedah Merah, kambing yang dijual disini adalah kambing untuk lomba. Lho ada lomba kambing etawa ternyata, menurut penjelasan dari pengelola bentuk muka kambing, bentuk telinga dan warna menentukan harga jual. Harga jual kambing etawa untuk lomba juga sangat fantastis, bisa sampai 15 juta/ ekor bahkan bisa lebih untuk usia sekitar 7 bulan.Â
Tertarik untuk budidaya Kambing Etawa? Bisa juga belajar di sini bagaimana cara beternak Kambing Etawa. Luar biasa ternyata potensi desa Purwosari selain dikenal sebagai desa penghasil salak selama ini, ternyata ada potensi lain yang juga terus dikembangkan.Â
Kunjungan terakhir di Desa Purwosari adalah tepat pengolahan kopi, kopi di sini juga tidak kalah dengan kopi yang ada di kedai kopi ternama. Kami pun berkesempatan melihat langsung dan belajar pengolahan kopi di Kopi Jebret Girimulyo. Kopi dari Desa Purwosari ini ditanam dengan sistem tumpang sari, jadi lahan yang digunakan tidak hanya untuk menanam kopi saja, tetapi juga tanaman lain seperti cengkeh dan kapulaga. Namun dari sinilah dihasilkan kopi yang unik, dengan pengolahan standar menghasilkan kopi dengan cita rasa yang berbeda namun nikmat dan tidak kalah dengan kopi lainnya.Â