Mohon tunggu...
Retno Indrawati Oktaviana
Retno Indrawati Oktaviana Mohon Tunggu... -

Ig : @retnoktav SnapChat : retnovi ~ATVI~

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Dibalik Cerita Kota Atlas dan Kota Batik

16 Juni 2016   04:32 Diperbarui: 16 Juni 2016   04:40 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan rasa enggan kami membangunkan salah satutukang becak tersebut. Beberapa menit kami berbincang mengenai tujuan yangdituju beserta harga, akhirnya tukang becak tersebut mau mengantarkan kami,bahkan mengantarkan kami kembali ke hotel juga. Selama perjalanan kami salingberbagi cerita bersama tukang becak tersebut. 

Ternyata Pak Mus namanya, beliau sudah berkeluarga dan berkepala 5 (Lima). Memiliki 2 (Dua) orang anak dan seorang istri. Beliau asal tinggalnya di Solo, namun karena mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, beliau dengan sepenuh hati bekerja sebagai tukang becak. Pak Mus tinggal disebuah kost-kostan yang berada di dekat hotel. Beliau akan pulang ke Solo setiap 2 (Dua) minggu sekali. 

Di Simpang Lima kami makan semangkuk soto khas Semarang. Rasanya unik, tidak seperti soto biasanya dan satenya sedikit berbeda dari soto lain. Kali ini saya makan soto khas Semarang dengan sate kerang dan ditemani dengan segelas es jeruk. Selesai makan, saya dan teman-teman berkunjung ke alun-alun Simpang Lima serta bercanda dan tidak lupa berfoto-foto disana. Kemudian kami kembali ke hotel dan beristirahat.

“Day three (Sabtu, 28 Mei 2016)”

Alarm Handphoneku dan Nawang berbunyi bersamaan. “Tetap saja aku tidak melihat teman-temanku terbangun, apakah hanya aku yang berniat bangun untuk bersiap-siap?” Ucapku dalam hati. Aku berusaha membangunkan mereka, tetapi mereka tidak juga bangun dari tidur lelapnya. Yasudah, aku siap-siap lebih dahulu setelah selesai aku baru membangunkan mereka kembali. 

Mereka bangun dan terburu-buru untuk bersiap-siap. Yang paling lucu adalah Fenny. Apa-apa serba ketinggalan ketika sudah berada di kamar mandi. Kami turun kebawah dan langsung menuju kedalam bis. Aku terkejut karena baru kami berempat yang tiba pertama didalam bis. Kami mengira kamilah yang paling terlambat bangun.

Panitia memutuskan untuk meninggalkan anak-anak yang tidak tepat bangun. Akhirnya kami yang tepat waktu boleh ikut berjalan lebih dahulu ke Kota Lama Semarang dan Gereja Blendug. Awalnya kami anak-anak jurusan Jurnalistik cukup kecewa karena tidak jadi pergi ke Pasar Johar yang dikarenakan sudah terbakar Pasarnya. 

Menurut kami Pasar Johar akan sangat membantu kami mendapatkan sisi foto Human Interestdan pembelajaran Jurnalistik lainnya. Tetapi Kota Lama Semarang lumayan membantuku mendapatkan beberapa foto Human Interest. Pukul 09.00 WIB kami sudah kembali ke hotel lagi untuk breakfast.

Setelah itu pukul 12.00 WIB kami persiapan untuk check out dari hotel. Jadi kami masih memiliki beberapa jam untuk berkunjung ke pusat oleh-oleh di Semarang. Akan tetapi, dering telepon kamar hotelku berbunyi dan ada informasi baru yang disampaikan oleh customer service hotel, bahwa kami harus segera bersiap-siap untuk mengemaskan barang-barang kami karena adanya perubahan waktu check out hotel. Saat mendapatkan telepon itu, kami panik karena Nawang dan Fenny masih berada di dalam kamar mandi. 

Lagi-lagi disaat yang tidak tepat begini Fenny berteriak dari dalam kamar mandi, Katanya “bebbb,, tolong ambilkan cuci muka Pond’s gw dong yang ada di tas kecil pink itu loh” untuk yang kedua kalinya terulang “bebb,, tolong ambilkan odol gw juga ya gw lupa nih”. Indah dan aku tertawa terbahak-bahak akan tingkah lakunya Fenny yang selalu serba ketinggalan ketika berada didalam kamar mandi. Beres semuanya kami pun check out dari hotel Citra Dream dan langsung menuju ke Masjid Cheng Ho atau Sam Po Kong.

Klenteng Sam Po Kong merupakan tempat ibadah, ziarah dan merupakan tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Pertama kali sesampainya aku disana, aku melihat seekor ular besar dengan seekor ayam putih yang sedang ketakutan berada di satu buah kandang berjaring. Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng, mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun