Mohon tunggu...
Retnoningtyas Wulandari
Retnoningtyas Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi UAJY Yogyakarta

Selamat datang, selamat membaca

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Yuni: Sarat Isu Sensitif

12 November 2022   18:25 Diperbarui: 13 November 2022   18:49 1183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak film mengangkat isu kesulitan yang dihadapi perempuan dalam beberapa tahun terakhir.

Perempuan digambarkan sebagai pribadi yang lemah yang seringkali menjadi korban laki-laki yang dipandang lebih kuat.

Hal ini kemudian berdampak pada cara pandang masyarakat Indonesia terhadap kehidupan dan menimbulkan tekanan sosial, khususnya bagi perempuan.

Kehidupan perempuan memang menjadi topik perbincangan yang tidak pernah ada habisnya (Hidayah, dkk, 2022).

Menurut Mubin (dalam Hidayah, dkk, 2022), sebagian orang percaya bahwa kehidupan perempuan itu istimewa dalam berbagai hal.

Namun, pada kenyataannya, kehidupan perempuan sering mengalami kesulitan, terutama ketika ada ketidakadilan.

Perempuan selalu menjadi korban penganiayaan, kekerasan, perselingkuhan, penindasan, dan kesedihan.

Dalam situasi seperti ini, tidak heran jika masih banyak terjadi pelecehan terhadap harkat dan martabat perempuan.

Kehidupan perempuan hanya terfokus pada anak, suami, dan keluarganya ketika mereka sudah menikah dan memiliki anak.

Hal ini menjadi salah satu contoh bagaimana perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki.

Gagasan bahwa perempuan tidak perlu lagi bekerja dan hidup untuk mengurus keluarga saja telah lama diterima dan dianggap hal yang wajar.

Perempuan juga hanya akan dipandang baik dan sukses jika mereka bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya.

Laki-laki mengandalkan perempuan untuk memenuhi keinginan dan melahirkan keturunan saja.

Banyak laki-laki menjadi semena-mena dan seenaknya sendiri karena pemikiran yang sempit ini.

Laki-laki percaya bahwa mereka memiliki pendidikan dan derajat yang lebih tinggi daripada perempuan.

Isu-isu ini membuat banyak perempuan yang akhirnya menyadari dan memutuskan bahwa anggapan derajat perempuan lebih rendah dari laki-laki bukanlah hal yang wajar.

Hal ini kemudian memunculkan gerakan feminisme yang bertujuan untuk menyamakan gender antara laki-laki dan perempuan.

Sinopsis Film Yuni

Image source: screendaily.com
Image source: screendaily.com

Salah satu film yang mengangkat mengenai isu perjuangan perempuan untuk mendapatkan hak dan kebebasan atas dirinya sendiri dan mengangkat soal budaya patriarki adalah film Yuni.

Film karya Kamila Andini ini menceritakan mengenai sosok gadis bernama Yuni yang merupakan seorang siswi SMA dengan cita-cita melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi.

Sayangnya, keluarga Yuni berharap agar dia segera menikah ketika beberapa laki-laki mulai mendekati Yuni dan melamarnya.

Yuni menjadi frustrasi dengan hal ini, terutama ketika dia menjadi pembicaraan di lingkungan sekitarnya karena ia menolak beberapa lamaran dari laki-laki yang sempat melamarnya.

Di lingkungannya, masyarakat sekitar masih mempercayai mitos, "jika seorang wanita menolak lamaran lebih dari dua kali, dia akan menjadi perawan tua."

Di film ini, memperlihatkan bahwa hingga saat ini, masih ada diskriminasi terhadap kaum perempuan di masyarakat.

Yuni digambarkan sebagai salah satu sosok perempuan kuat yang mencoba melawan budaya yang mengekang kaum perempuan.

Di film ini, Yuni memperjuangkan hak dan keadilan dirinya sebagai seorang perempuan.

Selain itu, pesan dan perjuangan kaum perempuan dalam mendapatkan hak dan keadilan dalam gerakan feminimsme juga dimunculkan di dalam film.

Kontroversi Film Yuni

Image source: screendaily.com
Image source: screendaily.com

Film ini sempat menjadi kontroversi karena isu yang diangkat cenderung sensitif.

Film ini mengangkat budaya patriarki yang masih sangat kental di masyarakat.

Budaya ini identik dengan kaum perempuan yang mendapatkan diskriminasi di masyarakat.

Selain itu, film Yuni juga mengangkat permasalah sosial, seperti pernikahan dini, LGBT, liarnya kehidupan remaja, tuntutan budaya, dan masih banyak lagi.

Film ini juga sempat menjadi sorotan masyarakat karena adegan seks yang ditampilkan.

Menurut sang sutradara, perjuangan orang-orang dengan orientasi seksual berbeda dan perempuan yang tertindas dalam budaya patriarki juga terekam dalam film Yuni ini, di samping kegelisahan dan kebingungan yang dirasakan remeja perempuan ketika dihadapkan pada tuntutan pernikahan.

Kamila menekankan bahwa film ini adalah tentang emansipasi dan kebebasan diri terutama bagi kaum perempuan.

Untuk menghapus budaya patriarki yang telah mengakar di masyarakat, Kamila mengajak penonton untuk membebaskan diri, suara, pandangan, dan keputusan.

Budaya patriarki yang seharusnya  ditinggalkan sejak lama hanya menghalangi para perempuan untuk maju.

Selain itu, adegan seks yang ditampilkan di film ini menurut Kamila menjadi sebuah pembuktian otonomi Yuni atas dirinya sendiri.

Menurut Kamila, adegan itu diperlukan untuk menunjukkan transformasi Yuni yang akhirnya terbebas dari cengkeraman dan pengaruh orang-orang di sekitarnya.

Pendapat Penonton Film Yuni

Film Yuni ini tayang pada 9 Desember 2021 lalu dan saat ini sudah dapat disaksikan di Disney+ Hotstar. Beberapa penonton pun memberikan pendapat dan komentar mereka terhadap film Yuni ini.

"Bagus, film ini mendidik bahwa budaya patriaki memang harus dikikis karena menyudutkan dan merugikan perempuan untuk mendapatkan pendidikan tinggi atau untuk maju menjadi lebih baik.

Film ini menujukkan realita betapa sulitnya perempuan menentang budaya nikah dini. Dibutuhkan keberanian yang betul-betul kuat dan kenekatan yang tinggi untuk melawan dan menentang budaya tersebut apapun risikonya. 

Mendidik perempuan untuk berani speak up atau berbicara, menolak hal-hal yg merugikan perempuan, memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pendidikan, baik untuk laki-laki atau perempuan merupakan hak yg harus dipenuhi oleh orang tua.

Film ini juga memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa usia anak (dlm artian menikah dini) membawa banyak risiko di kemudian hari, risikonya antara lain gak bisa didik anak, secara ekonomi belum kuat, secara mental belum siap, dan lain-lain. Perempuan harus didukung proses tumbuh kembangnya utk menjadi penerus bangsa," tutur Ibu CR, seorang pensiunan PNS ketika diwawancara.

Sementara itu, TY, seorang mahasiswi semester 5 jurusan Hubungan Internasional Universitas Binus juga memberikan pendapatnya mengenai pesan yang didapatkan dari film Yuni.

"Pesan yang aku dapet tuh sebenernya lebih ke refleksi akan lingkungan sosial kita saat ini sih, ya, kayak gimana kebanyakan masyarakat kita masih berpikiran tradisional terhadap kemampuan wanita. Dalam hal ini, orang-orang di sekitarnya Yuni, misal, yang pengen dia nikah ketimbang nerusin kuliahnya. 

Kedua, gimana kita juga suka gak adil atau diskriminatif sama kaum marjinal, kayak pak Damar. Alhasil, beliau cuma bisa nutupin identitas dirinya, gak bisa mengekspresikan dirinya dengan bebas, takut di-judge dan berpengaruh sama kehidupannya, tetapi, itu malah jadi efek domino ke orang lain, sih, jadi ngerugiin. Contohnya, si Yuni, dia malah nikahin Yuni cuma demi nutupin jati dirinya itu," ucap TY.

Selanjutnya, seorang asisten apoteker dengan inisial ACF memberikan komentarnya terhadap film Yuni.

"Menurut gue, pesan yang ingin disampaikan untuk penonton ialah masih ada budaya dijodohkan, abis sekolah langsung nikah, perempuan dilarang untuk bekerja dan disuruh menjadi IRT (Ibu Rumah Tangga). 

Ya, memang gak ada yg salah dengan menjadi irt, tetapi perempuan juga berhak punya pekerjaan dan cita-cita yang ingin dia capai dan karena mau dijodokan sampai harus merelakan sesuatu yang berharga, tetapi tidak dibenarkan untuk dilakukan (sex diluar nikah)," ungkap ACF.

DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia. (2021, Desember 9). Sutradara dan Pemeran Beberkan Makna Adegan Seks di Film Yuni. Hiburan. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20211209142128-220-731984/sutradara-dan-pemeran-beberkan-makna-adegan-seks-di-film-yuni

Hidayah, S. N. A., Haslinda, & Karumpa, A. (2022). Feminisme dalam Film Yuni Karya Kamila Andini. Jurnal Konsepsi. https://p3i.my.id/index.php/konsepsi/article/view/185/182

Laila, A. I. (2021, Desember 11). Menyoroti Budaya Patriarki dalam Film Yuni 2021. Kumparan. https://kumparan.com/azaalaila/menyoroti-budaya-patriarki-dalam-film-yuni-2021-1x5G71Acm6n/full

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun