"Bagus, film ini mendidik bahwa budaya patriaki memang harus dikikis karena menyudutkan dan merugikan perempuan untuk mendapatkan pendidikan tinggi atau untuk maju menjadi lebih baik.
Film ini menujukkan realita betapa sulitnya perempuan menentang budaya nikah dini. Dibutuhkan keberanian yang betul-betul kuat dan kenekatan yang tinggi untuk melawan dan menentang budaya tersebut apapun risikonya.Â
Mendidik perempuan untuk berani speak up atau berbicara, menolak hal-hal yg merugikan perempuan, memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pendidikan, baik untuk laki-laki atau perempuan merupakan hak yg harus dipenuhi oleh orang tua.
Film ini juga memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa usia anak (dlm artian menikah dini) membawa banyak risiko di kemudian hari, risikonya antara lain gak bisa didik anak, secara ekonomi belum kuat, secara mental belum siap, dan lain-lain. Perempuan harus didukung proses tumbuh kembangnya utk menjadi penerus bangsa," tutur Ibu CR, seorang pensiunan PNS ketika diwawancara.
Sementara itu, TY, seorang mahasiswi semester 5 jurusan Hubungan Internasional Universitas Binus juga memberikan pendapatnya mengenai pesan yang didapatkan dari film Yuni.
"Pesan yang aku dapet tuh sebenernya lebih ke refleksi akan lingkungan sosial kita saat ini sih, ya, kayak gimana kebanyakan masyarakat kita masih berpikiran tradisional terhadap kemampuan wanita. Dalam hal ini, orang-orang di sekitarnya Yuni, misal, yang pengen dia nikah ketimbang nerusin kuliahnya.Â
Kedua, gimana kita juga suka gak adil atau diskriminatif sama kaum marjinal, kayak pak Damar. Alhasil, beliau cuma bisa nutupin identitas dirinya, gak bisa mengekspresikan dirinya dengan bebas, takut di-judge dan berpengaruh sama kehidupannya, tetapi, itu malah jadi efek domino ke orang lain, sih, jadi ngerugiin. Contohnya, si Yuni, dia malah nikahin Yuni cuma demi nutupin jati dirinya itu," ucap TY.
Selanjutnya, seorang asisten apoteker dengan inisial ACF memberikan komentarnya terhadap film Yuni.
"Menurut gue, pesan yang ingin disampaikan untuk penonton ialah masih ada budaya dijodohkan, abis sekolah langsung nikah, perempuan dilarang untuk bekerja dan disuruh menjadi IRT (Ibu Rumah Tangga).Â
Ya, memang gak ada yg salah dengan menjadi irt, tetapi perempuan juga berhak punya pekerjaan dan cita-cita yang ingin dia capai dan karena mau dijodokan sampai harus merelakan sesuatu yang berharga, tetapi tidak dibenarkan untuk dilakukan (sex diluar nikah)," ungkap ACF.
DAFTAR PUSTAKA