Likupang, sebuah Peninsula cantik di ujung Minahasa Utara yang dijadikan  Destinasi Super Prioritas  oleh Kemenparekraf, bersanding dengan Danau Toba, Candi  Borobudur, Lombok-Mandalika, dan Labuhan Bajo.
Mengusung jargon Wonderful Indonesia, DSP Likupang menawarkan  paket lengkap surga baru bagi pecinta wisata bahari, pegiat wisata budaya dan penikmat ekowisata baik  wisatawan lokal, maupun mancanegara.
Upaya untuk mengembangkan pariwisata di Likupang mendapat dukungan penuh dari pemerintah khususnya dalam penyediaan insfrastruktur yang menunjang kemudahan akses. Pembuatan jalan tol Manado -- Bitung- Likupang yang telah rampung, digadang mampu mempercepat waktu tempuh para pelancong dari Manado ke Likupang yang biasanya dicapai dalam waktu 1,5 jam menjadi 40 menit saja.
Bagaimana, sudah mulai melirik Likupang untuk liburan selanjutnya?
Desa Bahoi, Daerah Perlindungan Laut dan Desa Ekowisata
Desa Bahoi, sebuah desa di wilayah Likupang Barat yang dapat menjadi tujuan pertamamu ketika memasuki daerah Likupang. Desa ini dulunya merupakan kampung nelayan biasa yang dihuni masyarakat keturunan Suku Sangihe.
Tahun 1999, nelayan di daerah Desa Bahoi gemar mencari ikan dengan menggunakan bom dan racun, serta menebang pohon mangrove yang berakibat rusaknya ekosistem laut di daerah Desa Bahoi. Hal ini menimbulkan keprihatinan dikalangan LSM pegiat lingkungan, sehingga dicanangkanlah Coastal Resources Management Project (CRMP), yang kini menjadi cikal bakal Daerah Perlindungan Laut (DPL) di Desa Bahoi.
Program DPL bertujuan untuk memperjuangkan perlindungan sumber daya kelautan dan perikanan di Desa Bahoi melalui pelarangan kegiatan masyarakat di area yang sudah ditetapkan.
Setelah pembentukan DPL, praktik perusakan lingkungan teratasi, termasuk penebangan mangrove secara illegal. Puncaknya, tahun 2011 Bahoi diganjar penghargaan Adi Bakti Mina Bahari, dan kini Bahoi didapuk sebagai sebuah desa ekowisata karena kondisi lingkungannya dengan 8 jenis vegetasi mangrove yang tumbuh subur pada 28 hektar kawasan ini.
Selain vegetasi mangrove, pengunjung juga dapat menjumpai Raja Udang, Merpati, Sun Bird, Burung Elang dan  Jalak yang menjadi penghuni hutan mangrove Desa Bahoi.
Sementara itu, tercatat pula sebanyak 8 jenis rumput laut, di antaranya E. acoroides, T. hemprici, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis and Halodule pinivolia dan 20 hektar terumbu karang yang dapat dinikmati pengunjung jika ingin menyelam atau sekedar snorkeling dengan menyewa peralatan yang sudah di sediakan pengelola.
Jika kamu ingin menikmati rimbunnya menjelajah hutan mangrove, ada 2 pilihan akses yang dapat kamu coba, pertama dengan menaiki perahu pecadik kecil yang disewakan oleh warga pengelola setempat, atau kamu dapat melewati jembatan setapak yang sudah dibagun membelah hutan mangrove. Konon, pembuatan jembatan ini sama sekali tidak merusak vegetasi mangrove, karena didesain mengikuti jalur tumbuh mangrove.
Di penghujung jembatan, pengunjung akan dibuat terkesima dengan hamparan karpet pasir putih alami yang disembunyikan rimbunan mangrove di Pantai Tanjung Kemala.
Kuliner di Rumah Terapung
Untuk wisatawan yang berminat menikmati suasana Desa Bahoi dengan cara yang berbeda, wisatawan dapat  berkunjung ke rumah terapung khas Bahoi yang berlokasi di pinggir DPL.
Rumah terapung  ini menyajikan sajian makanan khas Bahoi yang mayoritas berbahan ikan. Menu-menu seperti Ikan Roa, Ikan Bakar Dabu-Dabu, Ikan Cakalang Fufu dan yang paling menarik adalah Ikan Roa Kuah Sashi atau ikan bakar kuah, dapat pengunjung nikmati di tempat ini.
Selain menyediakan kuliner yang memanjakan indra perasa, rumah ini juga memiliki kamar tidur yang disediakan bagi pengunjung yang ingin menginap di daerah Desa Ekowisata.
Surga tersembunyi ini hanya bisa dinikmati di Likupang-North Sulawesi. Sebuah peninsula cantik yang hanya ada di Indonesia Aja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H