Mohon tunggu...
Retno Ningtiyas
Retno Ningtiyas Mohon Tunggu... Lainnya - Human

Secangkir kopi tanpa gula

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sudah Benarkah "Obat" yang Kita Konsumsi Selama Ini?

12 Desember 2020   23:08 Diperbarui: 12 Desember 2020   23:18 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/vegetables

Hari ini penyetan ayam, esoknya tahu telor, lusa ayam geprek, esok lusa penyetan telur, malam-malam pulang nugas kelaparan penyetan lagi, sore-sore njajan telur gulung, gitu terus sampai ayamnya bertelur, telurnya jadi ayam, ayamnya bertelur lagi. Ngga ada habisnya

Apakah bosan? Tentu tidak. Sebagai mahasiswa rantau yang minim sekali kiriman dari orang tua, bisa makan dengan lauk hewani yang gurih dengan harga terjangkau itu sudah merupakan suatu berkah yang patut disyukuri. Toh, meskipun hampir setiap hari makan ayam dan telur, menunya juga ngga selalu sama yaa kan

Tapi semua berubah saat negara api bernama "Kolesterol" itu menyerang.

Iyaa kolesterol. Kolesterol yang berfungsi melindungi jaringan tubuh, kolesterol yang membantu pembentukan vitamin D, juga kolesterol yang berkontribusi dalam pembentukan hormon itu tiba-tiba terdeteksi menunjukkan angka yang mengejutkan. Jika dibiarkan, risiko serangan jantung bisa menimpa sewaktu-waktu.

Normalnya kandungan zat kolesterol ini pada manusia dewasa berkisar antara 125-200 mg/dL, kala itu dalam darahku terdeteksi total 283 mg/dL. Jauuuh diatas batas normal.

Parahnya, tanpa disertai gejala sering kesemutan di tangan dan kaki, atau tengkuk mengencang, yang biasanya ditemui pada penderita kolesterol tinggi lain. Membuat shock memang.

Jika ditelusur aku tidak termasuk dalam hitungan orang dengan risiko tinggi, yang mana

  1. Tidak memiliki berat badan berlebih (obesitas).(Tinggi badan 158 cm, berat badan 47 kg, dengan BMI (Body Mass Index) 18,8 yang masih masuk kategori normal).
  2. Belum masuk usia lanjut (pada waktu itu umurku masih 21 tahun)
  3. Bukan pengidap hipertensi & diabetes
  4. Bukan perokok
  5. Tidak juga berasal dari keluarga dengan riwayat penyakit jantung

(Sumber: Alo Dokter.Com)

Dokter yang memeriksaku langsung menebak,

"Sering makan penyetan ya? Hati-hati sama minyak jelantahnya lo"

"Makan malamnya jam berapa? Jangan-jangan sehabis makan langsung tidur"

Mengingat beliau juga pernah melakukan kebiasaan mengkonsumsi makanan tidak sehat pada waktu duduk di bangku kuliah, dengan mudah saja beliau bisa dengan tepat menebak kebiasaan buruk pasiennya ini.

Lalu beliau menyarankan untuk sementara waktu mengurangi konsumsi makanan yang digoreng, bersantan, juga melarang makan malam terlalu larut, serta dibarengi mengkonsumsi sumplemen dan olahraga secara rutin.

Seketika langsung terbayang, selamat tinggal penyetan, tahu telur, telur gulung, sementara waktu kita pisah dulu yaaa. Dalam hati, yuuk semangat yuuk benahin asupan makan, biar bisa njajan lagi.

Selanjutnya, kuputuskan untuk meramu sendiri makanan yang akan masuk ke perutku sesuai saran beliau.

Kenapa (masih) memilih daging ayam dan telur?

Kalau mendengar penjelasan dari dokter yang memeriksaku, penyebab kolesterol yang naik ini bukan karena pilihan bahan makanannya. Melainkan cara pengolahan bahan makan yang tidak tepat dan gaya hidup yang tidak sehat.

Hemmm, karena sok sibuk main nugas *elahh, sampai-sampai jam 10 malam baru makan, terus makannya penyetan yang minyak buat menggorengnya udah sehitam oli. Sehabis kekenyangan langsung terkapar.  Yaa memang menggali kuburan sendiri kaannn.

Jadiii, bukan salah daging ayam, atau telur atau protein-protein yang lain. Yang salah adalah diri sendiri yang tidak mampu menahan hasrat untuk menjalankan pola hidup sehat.

Pemilihan daging ayam yang dikonsumsipun tidak bisa asal comot, tunda dulu keingininan makan jeroan, hati, usus, paru, ampela. Khusus untuk daging ayam aku pilih bagian dada, karena memang bagian ini yang paling rendah lemak totalnya. Sejumlah 84 gr daging bagian dada menghasilkan protein sebesar 25 gr, kalori sebesar 170 kkl yang nilainya lebih rendah dari sayap (240 kkl) dan paha atas (210 kkl), cocoklah untuk mengurangi asupan lemak yang masuk ke tubuh. (Sumber : lifestyle.kompas.com)

Seringnya aku memasak dada ayam dengan merebusnya, bersamaan dengan kangkung atau sayur yang lain. Kemudian ditiriskan, sembari menyiapkan pelengkapnya berupa sambal bawang atau sambal jeruk. Setelah sambalnya jadi, barulah dada ayam rebus tadi ku penyet diatas cobek. Entah resep dadakan ini munculnya dari mana, yang jelas menu makanan ini mudah dan bisa dinikmati oleh lidah.

Telur rebus pun juga tak luput ku penyet diatas cobek, hanya saja kuning telurnya sudah kusisihkan terlebih dahulu menyisakan bagian putihnya saja. Konon kuning telurnya mengandung lemak yang lebih tinggi. Melansir  dari Pusat Data Makanan  USDA Agricultural Research Service, dalam 100 gr kuning telur terdapat 28,8 gr lemak dan <0,08 gr lemak untuk bagian putih telurnya.

Setelah berjalan 3 bulan, aku memberanikan diri untuk memeriksakan kolesterolku kembali. Tidak berharap banyak, takut kecewa. Tetapi melihat tubuhku yang terasa lebih segar dan "enteng", sepertinya kolesterol jahat itu berangsur-angsur turun.

Seorang filsuf pernah berkata, "Makanan adalah obat, pakailah obat dari makanan".

Jadi, sudah benarkah "obat" yang kita konsumsi selama ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun