Mohon tunggu...
Retno Endrastuti (IBUN ENOK)
Retno Endrastuti (IBUN ENOK) Mohon Tunggu... Human Resources - Diary of Mind

Menyukai tulisan2 ringan dengan topik psikologi populer, perencanaan kota dan daerah, kuliner, handycraft, gardening, travelling...terutama yang kekinian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Hari Remaja Internasional: Perilaku Seks dan Remaja Zaman Now

15 Agustus 2024   05:00 Diperbarui: 15 Agustus 2024   09:06 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari Remaja Internasional (Sumber Gambar: rri.co.id)

Sobat Kompasiana, tidak hanya ayah, ibu dan anak yang memiliki hari selebrasi, setiap tanggal 12 Agustus diperingati sebagai Hari Remaja Internasional. Hikmah apa yang bisa diambil dalam merefleksikan hari remaja ini?

Ibun Enok cukup bangga saat ini masih banyak remaja yang berprestasi di bidangnya, dari bidang akademik, olahraga, sampai dengan seni dan kreativitas. 

Namun, diluar remaja-remaja yang berprestasi itu mirisnya masih banyak juga fenomena-fenomena perilaku negatif remaja yang perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak, baik orang tua, masyarakat, sekolah maupun pemerintah. Perilaku negatif tersebut diantaranya kenakalan remaja yang terlibat tawuran, klithih, gank motor, prostitusi remaja serta perilaku seks beresiko.

Berbincang tentang perilaku seks di luar pernikahan, Ibun Enok sangat prihatin membaca dan mendengar berbagai kabar cerita terkait hal ini. Tidak hanya remaja, bahkan mulai dari anak usia SD pun sudah ada yang berpacaran dan berperilaku seks, bahkan menyimpang. 

Suatu saat ada teman sharing bahwa anaknya yang masih duduk di kelas 6 SD menceritakan temannya yang sudah pernah melakukan aktivitas seks di luar pernikahan, parahnya dengan saudara kandung sendiri. Remaja usia SMP sudah terlibat prostitusi dengan menawarkan diri secara online. 

Ada juga cerita anak laki-laki usia 8 tahun sudah pernah menggesek kemaluannya ke anak yang lain. Lebih parah lagi anak usia  11 tahun yang saat ini sedang mengikuti program pendampingan psikologis karena melakukan sodomi dengan teman seusianya sekolah.

Sebut saja Bunga, anak kelas 9 yang terpaksa dikeluarkan dari sekolah karena membuat video porno dan tersebar di internet. Ada dugaan bahwa Bunga adalah korban "child grooming". 

Dalam perilaku umumnya sehari-hari, Bunga memang terlihat berbeda dengan  anak-anak seusianya. Boleh dibilang dewasa lebih cepat daripada anak seusianya. 

Konon kabarnya,  kejadian ini terjadi saat pandemi Covid-19 yang lalu dimana sekolah dilakukan dengan pembelajaran online, dan sekolah pun kecolongan. Ya, tak dapat dipungkiri itulah beberapa contoh realita yang terjadi di lapangan. 

Pengaruh Internet, Manga dan Anime

Arus informasi melalui internet di jaman yang serba terbuka saat ini disinyalir menjadi salah satu trigger munculnya perilaku seks bebas di kalangan remaja. Remaja dengan mudahnya mengakses tayangan-tayangan pornografi, meskipun sebenarnya pemerintah sudah berupaya memblokir beberapa situs pornografi. 

Namun, bisa saja remaja mengaksesnya dari aplikasi-aplikasi penyedia film. Terkadang sensor film dengan informasi tayangan 13+ pun ternyata masih terdapat tayangan yang belum disensor sepenuhnya. 

Pengaruh bacaan manga atau komik  genre dewasa pun sejak dulu mudah sekali diakses. Kalau dulu dalam bentuk komik cetak, sekarang dalam bentuk media online. 

Film anime banyak genre-nya, ternyata tidak hanya tentang cerita-cerita lucu khas anak-anak. Bahkan anime rating 13 + pun tersedia bebas. Mirisnya banyak anime-anime yang inti ceritanya seputar incest, pergaulan sesama jenis dan semacamnya. 

Pengaruh-pengaruh tersebut di atas dapat menjadi pisau bermata dua jika tidak dibarengi dengan penyediaan informasi yang benar dan tepat tentang seksualitas bagi remaja.  

Masa remaja jika dilihat dari aspek perkembangan juga merupakan masa peralihan dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan fisik, emosi, dan psikis. 

Salah satu ciri dalam kehidupan remaja adalah adanya perasaan mencintai dan dicintai oleh orang lain serta munculnya ketertarikan antar lawan jenis. 

Ditambah lagi, kondisi psikologis yang impulsif yang merupakan ciri umum yang muncul pada fase remaja menjadikan remaja semakin cepat terpengaruh dan menyebabkan munculnya permasalahan perilaku seks beresiko. 

Urgensi Pendidikan Seks dan Program Pendampingan Remaja

Sejumlah hasil studi menunjukkan adanya hubungan antara perilaku seksual dengan pengetahuan remaja mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi. Survei Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa masih banyak remaja Indonesia yang belum memahami kesehatan reproduksi. 

Sebagai contoh informasi mengenai masa subur perempuan, hanya sepertiga dari total remaja usia 10-24 tahun yang pernah mendengarnya, dan hanya 13% di antaranya yang mengetahui secara tepat kapan masa subur terjadi. Hanya 4 dari 10 remaja yang mengetahui bahwa seorang perempuan bisa hamil meskipun hanya sekali berhubungan seksual. 

Sedangkan berkaitan dengan penyakit infeksi menular seksual, hanya 61% remaja pernah mendengar mengenai HIV dan AIDS dan 34% pernah mendengar tentang penyakit seksual lainnya (cis.bkkbn.go.id).

Berdasarkan situs yang dilansir kemekopmk.go.id menyebutkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 (dilakukan per 5 tahun) mengungkapkan, sekitar 2% remaja wanita usia 15-24 tahun dan 8% remaja pria di usia yang sama mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan 11% diantaranya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. 

Di antara wanita dan pria yang telah melakukan hubungan seksual pra nikah 59% wanita dan 74% pria melaporkan mulai berhubungan seksual pertama kali pada umur 15-19 tahun.

Melihat fenomena perilaku seks remaja jaman now, disinilah perlunya kerja sama berbagai pihak (orang tua/keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah) dalam mencegah dan mengatasi permasalahan ini. Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui pendidikan seks mulai dari lingkup keluarga, penyuluhan di masyarakat maupun masuk ke dalam kurikulum sekolah. Pemerintah pun seharusnya semakin ketat dalam pembatasan media-media tayangan di atas 13+ apalagi 17+. 

Pendidikan seks dapat dilakukan secara kompeherensif untuk mengatasi permasalahan seputar seksualitas pada remaja. Pendidikan seksualitas yang kompeherensif menurut WHO yaitu pemberian informasi yang akurat terkait isu seksualitas dan kesehatan reproduksi dengan melihat kesesuaian materi dengan usia (age appropriate).

Di Indonesia sendiri, sebenarnya beberapa sekolah telah menyisipkan pendidikan seks dalam mata pelajaran terkait misalnya biologi. Ada juga yang terpisah dalam mata pelajaran, misalnya dalam bentuk penyuluhan dari guru Bimbingan dan Konseling, sponsor CSR perusahaan maupun lembaga kesehatan. 

Pada tahun 2015, materi kesehatan reproduksi telah diupayakan agar bisa masuk ke dalam kurikulum nasional. Namun sayangnya, MK (Mahkamah Konstitusi) telah menolak usulan ini karena para pemohon dianggap tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum.

Beberapa organisasi masyarakat juga mulai peduli dengan isu seksualitas di kalangan remaja. Aisiyah misalnya, memiliki program Like-R yaitu program edukasi dan penyedia layanan kesehatan seksual dan reproduksi serta penurunan tengkes (stunting) bagi kelompok remaja, termasuk kelompok remaja rentan.

Pendidikan seks saat ini menjadi penting terus dilakukan, mengingat hal ini adalah salah satu bagian dari hak dasar manusia. Selain itu, pendidikan seksual yang komprehensif juga dapat menjadi bekal bagi remaja untuk mengurangi resiko penyakit menular seksual, kekerasan seksual, dan kehamilan yang tidak diinginkan. 

Dengan demikian remaja sebagai generasi muda diharapkan akan memiliki masa depan yang sehat, aman, terencana, dan berkualitas. Sudah tidak jamannya lagi menganggap seks sebagai permasalahan yang tabu untuk dibicarakan. Justru ketika berbagai pihak menganggap tabu, remaja akan semakin penasaran untuk mencari tahu sendiri. 

Bagi yang terlanjur sudah mengalami kasus perilaku seks bebas dan menyimpang, pemerintah perlu lebih banyak melakukan program-program pendampingan terapi yang biasanya dibantu oleh LSM di bidang perlindungan anak dan remaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun