Mohon tunggu...
Retno Endrastuti (IBUN ENOK)
Retno Endrastuti (IBUN ENOK) Mohon Tunggu... Human Resources - Diary of Mind

Menyukai tulisan2 ringan dengan topik psikologi populer, perencanaan kota dan daerah, kuliner, handycraft, gardening, travelling...terutama yang kekinian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memorabilia Sensasi Berhanami: Budaya Musim Semi yang Patut Dihargai

22 April 2024   04:00 Diperbarui: 22 April 2024   10:05 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Bunga Awaji Hanasajiki (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Sobat Kompasiana, beberapa waktu yang lalu sempat viral di media sosial video WNI yang  sengaja membuat rontok bunga sakura di sebuah taman di Jepang. 

Selain itu, pernah juga WNI yang mencoret-coret di lingkungan wisata Gunung Fujiyama, tidak antre saat menunggu kereta api, menerima telepon dan berbicara keras di dalam kendaraan umum, dan sebagainya. 

Miris sekali melihat perilaku negatif WNI di negara lain yang merusak lingkungan dan tidak menghargai budaya setempat tersebut. Sungguh hal itu merupakan perbuatan yang memalukan dan tidak terpuji.

Seharusnya kita berperilaku seperti pepatah "Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung". Pemerintah dalam hal ini juga harus ikut berperan memberikan edukasi kepada WNI yang akan berkunjung ke negara lain, baik sebagai wisatawan, tenaga kerja, maupun pelajar. 

Perbuatan mematahkan ranting, secara sengaja membuat rontok atau memetik bunga sakura merupakan tindakan yang melanggar etika menurut budaya Jepang. 

Warga Jepang memiliki kesadaran tinggi bahwa kelopak bunga sakura hanya dapat hidup selama musim semi sehingga harus dirawat dengan baik. Meskipun tidak ada aturan hukum formal, secara kolektif masyarakat Jepang mengganggap mematahkan ranting pohon sakura tanpa izin adalah perbuatan ilegal.

Berbincang tentang bunga sakura (cherry blossom), boleh dibilang menjadi simbol kebanggaan negara Jepang dan ikon yang sangat kuat dalam mewakili negara Jepang. Terlebih lagi melihat keindahan bunga sakura menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Bunga Sakura (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Bunga Sakura (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Arti dan Sejarah Hanami

Hanami secara harafiah berarti "melihat bunga", berasal dari bahasa Jepang, "Hana" artinya bunga dan "Mimasu" artinya melihat. 

Secara historis, tradisi hanami sudah ada sejak lebih dari seribu tahun yang lalu, yaitu sejak Zaman Nara sekitar abad VIII. Konon kabarnya, pada zaman kekaisaran Jepang, para bangsawan mendapatkan inspirasi membuat lukisan dan puisi dari suasana sejuk dan melihat bunga-bunga indah bermekaran di musim semi. 

Bunga sakura juga pernah punya masa lalu yang kelam karena dimanfaatkan sebagai simbol nasionalis dalam propaganda selama terjadinya Perang Dunia II. Namun, reputasinya sudah membaik hingga sekarang. 

Warga Jepang baik di kota maupun desa biasanya melakukan tradisi hanami secara bersama-sama di sebuah taman atau lahan yang banyak pohon sakura di musim semi. 

Mereka akan berbondong-bondong berkumpul dan menggelar tikar atau duduk-duduk di sekitar area pohon sakura itu dengan membawa macam-macam makanan dan minuman ringan serta sake. 

Ada yang sekedar berkumpul sambil berbincang-bincang, ada pula yang mengadakan acara kecil seperti pertunjukan menyanyi atau bermain alat musik khas Jepang. 

Suasana Hanami Warga Jepang (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Suasana Hanami Warga Jepang (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Ibun Enok jadi teringat kenangan saat berhanami di Jepang dan Korea. Hanami yang merupakan budaya asli Jepang sangat dikenal pada saat musim semi berlangsung. 

Kita dapat menikmati indahnya bunga sakura saat bermekaran sambil berkumpul bersama. Selain itu, momentum bunga sakura saat berguguran juga tak kalah cantik dan menciptakan suasana romantis bak salju berwarna pink.

Suasana Hangat Berhanami dengan Teman (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Suasana Hangat Berhanami dengan Teman (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Saat berhanami dengan beberapa teman kuliah WNI dan teman warga Jepang, rasanya menyenangkan sekali dapat berkumpul bersama sambil menikmati keindahan sakura di taman terdekat, saling mengobrol, berfoto bersama, bermain sepakbola, dan bertukar makanan yang kami bawa masing-masing. 

Beberapa orang teman membawa makanan khas Indonesia yang pedas, seperti mpek-mpek, pecel, asinan dan rujak. Teman dari Jepang pun penasaran untuk mencoba makanan Indonesia, namun sayangnya mereka tidak kuat makan makanan yang pedas. 

Hanami di Jepang sebenarnya tidak hanya sebatas melihat sakura di musim semi yang jatuh bulan Maret-Mei. Setelah musim semi, datang musim panas (Juni-Agustus). Di musim panas bermekaran berbagai macam bunga yang indah seperti lili, lotus, bakung, mawar dan sebagainya. 

Melihat Tulip di Taman Pinggir Jalan (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Melihat Tulip di Taman Pinggir Jalan (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Melihat Bunga Lotus Raksasa di Kuil Dairen-ji (Sumber gambar:koleksi pribadi)
Melihat Bunga Lotus Raksasa di Kuil Dairen-ji (Sumber gambar:koleksi pribadi)

Hanami di No Gun Ri Park Korea (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Hanami di No Gun Ri Park Korea (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Selain di taman terdekat, Ibun Enok menyempatkan juga berhanami ke Taman Awaji Hanasajiki di Pulau Awaji, Prefecture Hyogo bersama dengan teman dari Malaysia dan Jepang. 

Jarak dari Kusatsu Shiga dengan Pulau Awaji cukup jauh, sekitar 2 jam perjalanan. Teman kami dari Jepang berkenan mengantar dengan mobilnya. Setelah sampai disana, Ibun Enok berdecak kagum dengan keindahan taman dengan hamparan berbagai macam bunga, termasuk tulip. 

Taman Bunga Awaji Hanasajiki (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Taman Bunga Awaji Hanasajiki (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Nilai Filosofis Hanami

Tradisi hanami ternyata tak sekedar menikmati keindahan bunga, tetapi juga mempunyai nilai-nilai filosofis yang tinggi terkait dengan prinsip harmoni yang dipegang teguh orang Jepang dalam berbagai hal, yaitu keselarasan antara hidup manusia dengan musim semi di Jepang. 

Disamping itu, agama Buddha Zen meyakini bahwa guguran bunga sakura menyimbolkan kefanaan yaitu masa hidup manusia yang singkat dan sementara. Hal ini mengingatkan kita bahwa hidup hanya sementara sehingga harus dapat memanfaatkan waktu dengan baik dan menikmati keindahan alam. 

Bunga sakura hanya hidup selama kurang lebih 1-2 minggu dan selanjutnya kelopak bunga pada tiap dahan akan gugur dengan indahnya hanya dengan beberapa kali sapuan angin. Setiap kelopak bunga yang rontok menjadi simbol jiwa mulia para Samurai muda yang gugur di medan perang.

Oleh karena singkatnya waktu mekar bunga sakura pada musim semi dan menjunjung tinggi tradisi hanami, biasanya pemerintah Jepang akan memantau secara ketat waktu mekar hanami dan memberikan jadwal mekarnya bunga sakura di setiap distrik di Jepang. 

Dengan demikian warga maupun wisatawan pun tidak akan ketinggalan untuk ikut berhanami. Biasanya bunga pertama akan mekar pada awal bulan Februari di wilayah Jepang Selatan, kemudian naik ke utara hingga mencapai Tokyo pada awal bulan April. Ketika sakura yang terakhir mekar di wilayah Hokkaido, ini bertanda musim semi akan segera berakhir.

Manfaat Tradisi Hanami

Hanami selain memiliki nilai filosofis, juga dapat bermanfaat antara lain sebagai wahana sosialisasi antar warga, keluarga, saudara atau antar teman, sebagai wahana rekreasi, ikut menjaga kelestarian lingkungan dengan merawat bunga dan meningkatkan rasa syukur kita atas keindahan yang diciptakan Tuhan.

Setelah kembali ke tanah air, Ibun Enok pun menjadi semakin cinta dengan tanaman bunga dan tak segan mengunjungi beberapa taman bunga.

Taman Bunga Nusantara Bogor (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Taman Bunga Nusantara Bogor (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Taman Bunga Atsiri Karanganyar (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Taman Bunga Atsiri Karanganyar (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Sayangnya Ibun Enok sewaktu di Jepang tidak sempat melihat kebun bunga matahari (himawari) yang juga terkenal selain sakura. Oleh karena itu, kalau ada kebun bunga matahari, Ibun Enok mengunjunginya, seperti di dekat Pantai Glagah Kulon Progo.

Kebun Bunga Matahari di Pantai Glagah (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Kebun Bunga Matahari di Pantai Glagah (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun