Mohon tunggu...
Retno Diyah Puspita
Retno Diyah Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa sastra aktif

Hai, selamat datang di laman saya! Mempersembahkan konten yang mengedukasi dan menghibur. Dilarang re-upload tanpa sepengetahuan saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Another Seven Years" Cerpen Anak Remaja

13 Januari 2023   13:11 Diperbarui: 13 Januari 2023   13:39 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi penulis

Another Seven Years 

(Tujuh Tahun Lagi)

   Jehan, seorang gadis kelas sembilan SMP yang tak terkenal dan kehidupan nya cenderung biasa-biasa saja. Hari-hari nya ia lalui dengan berangkat sekolah, pulang, membereskan rumah, tidur dan begitu seterusnya. Kepergian ibunya kepada sang maha pencipta, mengharuskan Jehan menjadi anak yang mandiri dan mengurus keperluan dia sendiri. Ketika disekolah matematika dan fisika adalah musuh terbesar nya, namun untuk urusan olahraga jangan ditanya. Sama-sama hal yang dibenci juga oleh nya.

   Jam olahraga terasa seribu tahun lama nya bagi Jehan, seperti hari Selasa ini. Disaat semua teman-teman bersiap untuk bermain basket, hanya Jehan yang meneduh sambil tertunduk lemas. Sesekali diri nya kedapatan menguap dan menggaruk rambut. Tak memperdulikan teriakan teman-teman yang mengajak nya untuk bergabung di lapangan.

   Sampai akhirnya ada seorang anak laki-laki yang menghampiri dan kini berdiri tepat didepan Jehan. "Kau mau gabung atau aku absen alfa?" ia bertanya seraya melipat tangan didepan dada.

   Jehan hanya menoleh dengan malas, "Kan dah biasa, lagian cuma sebentar doang kan olahraga nya?"

"Kau ini... mau sampai kapan bermalas-malasan?!"

"Cerewet! Udah sana---"

   Tiba-tiba ucapan Jehan terpotong, karena Nathan segera menarik tangan nya menuju lapangan. Sementara Jehan hanya menunjukkan wajah pasrah dan kesal. Sejak awal duduk di bangku SMP ia sangat tidak suka dengan ketua kelas, karena sifatnya yang mengatur dan cerewet.

"Sekarang semuanya berbaris terpisah antara laki-laki dan perempuan ya!" Seru Nathan kepada semua teman-teman nya.

   Jehan pun mengikuti arahan tersebut dan memilih berdiri barisan di paling belakang seraya bersandar pada pagar pembatas lapangan. Mendengus kasar, Jehan menatap teman-teman nya dengan malas.

 
"Jehan ayo semangat, hari ini cuma latihan melempar bola ke ring, kok!" Ucap salah satu teman perempuan yang ada didepan Jehan.

"Beneran nih, Olivia?"

"Iya, nanti abis ini aku traktir cimol"

"Mau! Oke abis ini aku semangat!"

   Seperti tanaman yang baru saja disiram, tiba-tiba Jehan kembali bersemangat. Tubuh nya kembali berdiri tegap dan senyum terukir di wajahnya. Memang kalau soal makanan ia tak pernah menolak. Ketika semua anak perempuan sudah mendapat giliran melempar bola basket ke ring, kini saat nya Jehan. 

Namun ada yang terlihat aneh dengan nya, wajah tampak pucat seperti orang yang belum makan lima hari. Benar saja, bukan melempar bola basket ke dalam ring, malah bola nya mengenai tiang kemudian memantul kearah kepala nya sendiri. Alhasil Jehan pingsan ditengah
lapangan. Ya ampun...


                                      ***

   Begitu Jehan membuka mata, rupanya ia sudah berada di klinik sekolah. Ketika menoleh ke kanan dan kiri mendapati ada perawat sekolah serta Nathan yang menunggu dengan cemas.

"Aku laper..." kata pertama yang Jehan ucapkan saat baru siuman.

   Perawat sekolah terkekeh mendengar hal tersebut, sementara Nathan menggelengkan kepala keheranan.

"Aku beliin nasi uduk dulu ya," inisiatif Nathan, kemudian berlalu menuju kantin.

"Ya ampun Jehan, semua orang udah khawatir, ternyata kau pingsan karena belum sarapan"

Perawat sekolah berterus terang seraya mengelus kepala Jehan.

 
"Aku gak punya waktu buat sarapan bu, soalnya ayahku sibuk, belum lagi aku kesiangan" tutur Jehan.

"Memang nya semalam kau begadang?"

"Iya bu, semalam aku mencuci baju, membantu mengerjakan pr kakak, belum lagi mereka nyuruh aku belanja ke warung terus"

"Kau punya berapa kakak emang nya?"

"Aku punya tiga kakak laki-laki dan mereka semua laknat."

                                     ***
   Sekembalinya Jehan ke kelas dengan ceria, membuat teman-teman menatap nya dengan keheranan. Olivia pun tampak cemas dengan kondisi temannya itu.

"Kau sudah sembuh Je?" tanya Olivia.

"Udah dong, seperti yang kau lihat," ujar Jehan seraya memutar tubuh. "Ini juga berkat nasi uduk dari ketua kelas."

"Astaga... kau pingsan karena menahan lapar ya?"

"Iya nih liv, hehe"

"Kenapa nggak bilang? Kan aku bisa beliin nasi uduk dulu sebelum jam olahraga," Olivia berkata dengan penuh penyesalan.

"Makasih Olivia, tapi sekarang aku udah nggak apa-apa kok,"

"Oh iya! Tadi anak PMR sibuk membuat tandu, terus membopong mu ke klinik sekolah,"

"Benarkah? Kirain ada pangeran tampan yang menggendong ku ke klinik sekolah"

"Hm... berkhayal terus!" Olivia kemudian menoyor pelan kepala Jehan.

"Aduh, hahaha!"

                                     ***
   Hari Jumat sore, cuaca begitu mendung dan turun hujan lebat. Semua anak-anak SMP dijemput orang tua nya dengan payung maupun mobil. Beberapa ada yang pulang sendiri namun mereka beruntung karena memiliki payung. Tidak seperti Jehan yang lupa membawa payung padahal ia sudah tahu kalau akhir tahun selalu masuk musim penghujan.

"Benar kata ayah, harusnya aku bawa payung..." gumam Jehan.Mestinya ia sudah pulang seperti biasa, bersama Olivia, namun hari ini teman dekat nya sedang sakit demam. Ditengah lamunan nya menunggu hujan reda, tiba-tiba ada yang menepuk pundak nya dari belakang. Rupanya ketua kelas.

"Ada apa..." tanya Jehan malas.

"Kau belum pulang, Je?"

"Kelihatannya?"

"Hehe, belum sih"

"Aku lupa bawa payung, biasanya aku selalu berdua dengan Olivia"

"Hm... yaudah pake payung aku aja!"

"Seriusan?"

"Iya, ini! Ambillah payung ku"

"Terima kasih, ketua kelas!"

   Jehan langsung membawa lari payung milik ketua kelas. Sementara si empunya payung hanya melongo dan belum sempat melanjutkan maksud obrolan nya. Sebenarnya ia ingin memakai payung itu berdua dengan Jehan, sayang nya sudah keburu kabur. Alhasil ketua kelas pulang
kerumah dengan basah kuyup.

                                      ***
   Keesokan harinya, pada mata pelajaran matematika Jehan tampak malas menatap materi dipapan tulisbaginya, matematika adalah musuh terbesar. Sebelum mulai menulis, Jehan meraba laci meja nya untuk mencari pensil, namun rupanya ia malah menemukan sebuah kotak makan berwarna pink. Bukan kotak makan kosong biasa, didalam nya berisi nasi goreng yang masih hangat, tak lupa diatas nya terdapat selembar kertas,

dokumen pribadi penulis
dokumen pribadi penulis

  Jehan mengernyitkan dahi sambil membolak-balikan kotak makan, kemudian menatap seluruh teman-teman sekelas nya dengan seksama.

"Siapa yang memberikan ini? Siapa alien? Perasaan dikelas nggak ada yang mirip alien?" batin Jehan.

   Setelah itu ia mencolek bahu Olivia untuk menanyakan perihal kotak makan ini. Menurut Jehan, orang terdekat yang perhatian dengan nya hanya Olivia, mungkin juga makanan ini berasal dari nya. Namun rupanya Olivia juga kaget melihat kotak makan tersebut. Dia mengaku tidak tahu-menahu dan mengatakan bahwa, mungkin saja itu dari penggemar rahasia Jehan.

   Mendengar hal tersebut membuat Jehan merasa takut dan senang secara bersamaan, satu sisi ia tidak perlu repot jajan, namun di sisi lain takut makanan ini beracun. Akhirnya Sekali lagi makanan selalu mengalahkan logika, akhirnya pada jam istirahat ia mencicipi nasi goreng dan betapa terkejut kalau rasanya enak.

   Hari-hari berlalu, Jehan selalu mengintip ke kolong meja dan mendapati makanan kesukaan nya ada disana. Rupanya si Alien atau penggemar rahasia Jehan terus mengirimkan makanan ke kolong meja nya setiap Minggu. Tanpa fikiran negatif, Jehan terus menerima dan memakan nya. Pernah suatu hari ia penasaran dengan sang pengirim dan rela masuk pagi-pagi sekali namun hasilnya nihil, karena sang pengirim alias Alien selalu datang lebih pagi dan selalu menaruh makanan nya di kolong meja. Hingga tiba hari terakhir sekolah Jehan, sebelum akhirnya ia dinyatakan lulus SMP.

Surat terakhir yang diterima Jehan dari si Alien berisi :

dokumen pribadi penulis
dokumen pribadi penulis

 Jehan mengikuti saran tersebut tanpa mengajak siapapun, sebenarnya ia harap-harap cemas dengan si Alien. Tapi untung nya ia sudah membawa tongkat baseball milik kakak nya untuk berjaga-jaga. Matanya terus menyusuri seisi taman yang sepi dengan ditemani hembusan angin yang cukup kencang. Dedaunan mulai gugur seiring terdengar langkah seseorang. Begitu berbalik badan, Jehan mendapati ketua kelas sedang berjalan menghampiri nya dengan tersenyum.

"Nathan? Sedang apa kau disini?" tanya Jehan.

Nathan tampak kaget dan mematung sejenak, "Jadi dia belum sadar kalau aku Alien nya?" membatin dalam hati.

"A-aku ingi bertemu teman..." dusta Nathan.

"Kalau aku ingin bertemu alien," kata Jehan, "Sekalian aku ingin menangkap nya!"

"Kau percaya alien itu ada?" Tanya Nathan.

"Tentu saja! Buktinya dia selalu repot-repot datang dari planet Mars untuk mengirim ku makanan."

"Kau terlalu polos atau apa sih Je? Hahaha"

   Jehan menatap Nathan dengan keheranan. Dahi nya mengernyit, kemudian muka berubah masam. Ia seperti merasa di remehkan, seakan ceritanya barusan adalah karangan belaka.

"Aku lah alien nya yang selama ini mengirimkan kotak makan itu," penuturan Nathan membuat Jehan termenung sejenak.

"Ah, yang bener..."

"Of course, aku juga yang membuat janji untuk bertemu di taman ini" ujar Nathan, "Aku memakai nama samaran sebagai alien agar tidak dikenali dan tujuan ku mengirim makanan agar kau tidak kelaparan dan pingsan lagi."

"Kau benar-benar melakukannya agar aku tidak kelaparan?"

"Hm... Sebenarnya karena aku juga menyukai mu"

   Singkat, padat dan cukup membuat Jehan terdiam seribu bahasa. Rupanya anak laki-laki yang selama ini ia anggap mengganggu dan cerewet, ternyata begitu peduli. Bahkan ia rela datang pagi hari sekali untuk menaruh kotak makan, tanpa diketahui siapapun. Lalu apakah Jehan juga merasakan hal yang sama seperti Nathan?

"Aku juga menyukai mu..." balas Jehan seraya menundukkan pandangan, karena tersipu malu.

   Kini giliran Nathan yang terdiam dan mematung. Ucapan Jehan barusan membuatnya tidak percaya dan ingin rasanya melayang melewati kerumunan awan di langit.

"Seperti mimpi rasanya. Aku senang sekali---Jehan ayo kita pacaran dan menikah." ujar Nathan seraya meraih kedua tangan Jehan, namun segeraditepis oleh Jehan.

"Ih ngomong apa sih?! kita ini masih kecil, sekolah dan kerja dulu yang bener" tukas Jehan.

Nathan pun terkekeh mendengar hal ini, "Kau benar juga, Jehan."

"Oh iya setelah ini kau ingin melanjutkan SMA dimana?" tanya Jehan.

"Hm... sebenernya tujuan ku kesini ingin berpamitan juga denganmu," Nathan mengungkapkan dengan perasaan sedih.

"Memang nya kau mau kemana?"

"Rencana nya aku dan keluarga ku akan pindah ke Belanda hingga tujuh tahun ke depan..."

"Yah... Nathan..."

"Tapi kau jangan sedih, aku akan kembali tujuh tahun lagi"

"Janji?"

"Janji! Kita akan bertemu tujuh tahun lagi kalau masih ada umur panjang."

   Keduanya saling menautkan jari kelingking dan mengikat janji. Apakah mereka akan mengingat nya untuk tujuh tahun kedepan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun