Aku ingin seperti bunga
Yang keindahannya membawa keceriaan
Yang aromanya mengunang kedamaian
Andai aku memang Bunga
Aku menyandarakan badanku pada sisi kanan jendela kamarku, angin membawa air hujan sedikit membasahi wajahku. Entah kenapa aku sangat menyukai hujan, tentunya dengan rintik yang tenang. Melihat bunga basah oleh air hujan rasanya hatiku semakin senang, karena aku bunga, maksudnya namaku Bunga. Andai aku seperti Bunga namaku, yang indah dan menyenangkan. " sudah jam setengah tujuh, Dik. Kok belum berangkat sekolah?." Ibu menghampiriku sambil menyodorkan payung bermotif bunga winter roses berwarna hijau. " Oh iya bu, ini udah mau berangkat, adik berangkat dulu ya, Assalmualaikum!." Aku langsung begegas setelah mencium tangan ibu. Ibu menyusulku keluar " waalaikumussalam, hati --hati dik.!"
Aku berjalan menyusuri jalanan yang basah oleh rintikan air hujan. Menurutku ini pagi yang menyenangkan, berjalan di tengah rintik hujan dengan payung berwrna hijau ( maklum lah yaa, bunga memang suka warna hijau, harusnya nama dia daun, bukan bunga, hehe ). " haduh, iya aku lupa, sekarang ada PR Fisika."tiba dikelas aku buru-buru mengeluarkan pensil dan buku tugasku kemudian langsung menuju bangku Sari untuk mengabadikan kepintarannya dalam meyellesaikan soal-soal fisika, ingata ku tidak mencontek, tapi ikut berpartisipasi mengabadikan kepintarannya, hehe. Sari adalah salah satu siswa terpandai di sekolahku. Selain itu, dia juga cantik, sholeha, dan sangat baik. Sekalipun dia bukan artis tapi aku sangat mengaguminya, aku ingin jadi seperti dia yang sempurna (setidaknya menurutku).
Saat jam  istirahat aku duduk bersama Sari yang saat itu kebetulan sedang sendiri, aku sekelas dengannya sejak kelas satu, jadi aku lumaya akrab dengannya. " Gimana karyamu, sudah jadi?." Aku dan Sari sama sama meyukai kata-kata indah yang islami gitu, tapi bedanya dia yang sering nulis, dan akulah yang membacanya, hehe. " aku semalam nulis lagi, tapi gak begitu bagus kayaknya" Jawab Sari sambil menyodorkan buku memo bergambar bunga sakura
Ketika akhwat jatuh cinta, ia takut cintanya jatuh pada hati yang bukan sebenarnya
Ketika akhwat jatuh cinta, ia begitu takut hatinya lemah pada kekaguman selain-Nya
"Gak begitu bagus apanya, ini sih bagus banget!." Kataku penuh kekaguman, ya meskipun aku gak paham apa itu akhwat, kalau gak cewek ya cowok kan artinya, hehe. " ah, kamu ini bisa aja, bagus dari mananya coba?" " ya bagus semuanya, aku iri deh sama kamu, kamu itu pintar, rajin,baik, cantik, imut, lucu, ramah, sopan, santun  dll dah pokoknya. " ungkapku panjang lebar. " itu kan menurut kamu, justru aku yang iri sama kamu." Kata Sari sambil memandangku dengan senyuman yang menurutku sedikit aneh. " hah !, ngledek kamu?" aku berlagak jaim. " tahu gak ?, ada lima hal penting yang kamu punya dan menurutku sangat pantas buat kamu syukuri." Ungkap sari sambil mengangkat lima jari tangan kanannya
Pertama, kamu memiliki ibu yang begitu menyayangimu, yang begitu terlihat menunjukkan kasaih sayangnya padamu. Kamu sendiri yang bilang sama aku, saat berangkat sekolah ibumu selalu berdiri di depan pintu sampai dirimu benar-benar sudah tak terlihat lagi, dan saat jam  pulang sekolah ibumu selalu duduk di depan teras rumah karena menunggumu  pulang dari sekolah. Hal sekecil itu saja ibumu sudah menunjukkan cinta kasihnya yang  besar apalagi hal yang lebih besar lagi."
"Kedua, kamu gadis yang sangat kuat, kamu bisa melewati masa-masa sulitmu yang mungkin tak bisa dilakukan oleh anak-anak lain, bahkan oleh diriku. Kamu selalu berusaha ceriadan pandai menempatkan dirimu dalam situasi apapun. Aku belum pernah mengalami hal sesulit yang pernah kamu alami, karena mungkin aku memang tak mampu melaluinya".
" Ketiga, kamu gadis yang sederhana, yang selalu bersikap apa adanya tapi tetap beradab. Aku yakin semua orang menyukaimu karena sikapmu yang sangat ramah dan ceria. Tidak sepertiku yang mungkin ada diantara teman-teman yang tidak menyukaiku Karen aku terlihat sombong dengan sikap pendiamku."
 "Keempat, sebenarnya kamu cerdas dan kamu adalah penulis yang hebat, hanya saja kamu selalu menilai kalau itu hanya kebetulan dan hanya sekedar candaanmu saja. Apa kamu pernah belajar atau mencoba mengerjakan PR mu?" Sari menatapku penuh antusias. " ehhmm enggak!" jawabku singkat sambil menggeleng-gelengkan kepala. " Tapi nilai ulanganmu lumayan kan, setidaknya di atas standar, apalagi kalau kamu belajar pasti lebih bagus lagi. Kamu juga belum berani menuliskan apa yang ingin kamu tulis. Kamu hanya menceritakannya saja padaku., padahal kalau kamu mau pasti karyamu sangat bagus. Coba deh renungkan kata-kataku tadi!." Aku diam membisu mendengar seluruh pemaparan Sari yang terdengar ekstrim.
"Terus yang kelima apa?." Tanyaku penasaran. " yang kelima kamu cantik dan sangat istimewa, makanya di kelas ini ada cowok yang diam-diam naksir kamu. Ciyee !" ledek Sari sambil mencubit lenganku. " hah ! siapa ?" tanyaku penuh antusias. " Rahasia dong !" Sari berdiri lalu meninggalkanku dengan sejuta kebingungan.
Sari benar, harusnya aku bersyukur dengan apa yang aku punya , tidak semua orang bisa merasakan kasih sayang seorang ibu, dan selama ini bukannya aku tak mempunyai kelebihan apapun, tapi aku hanya mengkhayalkannya tanpa mau berusaha menekuninya. Dan aku penasaran siapa cowok yang dimaksud Sari, aku kmbali ke tempat dudukku dengan senyum penuh arti, terima kasih Sari,
Bukan mawar yang indah dan mempesona
Bukan tulip yang cantik dan jenjang
Tapi aster yang sederhana dan berwarna
     Â
       Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI