Penulis memfokuskan pada pembahasan mengenai pajak berganda internasional jika dikaitkan dengan penelitian Allingham dan Sandmo (1972), Mathias Wrede (1993), dan dikaitkan dengan Surga Pajak (Tax Havens)
Kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan adalah faktor kunci untuk penerimaan pajak yang optimal, kita kenal dalam self assessment system.
Penerimaan pajak adalah merupakan sumber penerimaan utama yang digunakan banyak pemerintahan di dunia, namun pada prakteknya untuk memaksimalkan pengumpulan pajak dan meminimalkan penghindaran pajak di kalangan Wajib Pajak sangat sulit untuk dicapai (Allingham dan Sandmo, 1972).
Kepatuhan perpajakan yang diungkapkan oleh Allingham dan Sandmo (1972) memiliki perspektif yang berbeda, dimana kepatuhan perpajakan diilustrasikan sebagai sebuah permasalahan "melaporkan penghasilan yang sebenarnya" dan juga diungkapkan bahwa tindakan mematuhi perpajakan dipengaruhi oleh situasi dimana Wajib pajak harus membuat keputusan dalam ketidakpastian, yaitu apakah Wajib Pajak dapat menikmati tax saving ketika melaporkan penghasilannya lebih rendah dari yang sebenarnya atau harus membayar pajak atas penghasilan yang tidak dilaporkan sebagai sanksi yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah yang seharusnya mereka bayarkan apabila semua penghasilan diakui pada saat yang tepat.
Penelitian yang dilakukan Allingham dan Sandmo (1972) menghasilkan model yang didasarkan pada beberapa asumsi, salah satu asumsinya bahwa Wajib Pajak merupakan pemaksimal faedah yang berpengetahuan mengenai hukuman dan kemungkinan terdeteksi oleh otoritas perpajakan. Dalam penelitian ini menyebutkan bahwa peningkatan besaran sanksi dan/atau kemungkinan deteksi oleh otoritas perpajakan akan mengakibatkan pernyataan penghasilan yang lebih besar dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
Keputusan wajib pajak dalam melaporkan jumlah penghasilannya bergantung pada kemungkinan mereka akan diperiksa atau tidak (Allingham & Sandmo, 1972).
Perusahaan sebagai wajib pajak badan mempunyai bermacam ukuran dan perbedaan ukuran ini dapat  mempengaruhi tingkat kepatuhan pajaknya. Hal ini sejalan dengan teori tentang expected utlity Allingham dan Sandmo (1972) dimana wajib pajak akan membuat keputusan berdasarkan pendapatan yang diperoleh dan risiko apa yang dihadapi.
Teori expected utility yang diteliti oleh Allingham dan Sandmo (1972), untuk mempelajari perilaku wajib pajak dalam membuat sebuah keputusan terkait melaporkan jumlah penghasilan ketika memiliki resiko pemeriksaan dan denda. Teori ini meyakinan bahwa tidak ada wajib pajak yang bersedia membayar pajak secara sukarela, sehingga ketika wajib pajak memiliki pendapatan tetap akan melakukan underreporting income. Teori tersebut menunjukkan bahwa besarnya declared income akan menyesuaikan dan bertambah seiring adanya kemungkinan mengalami pemeriksaan dan sanksi yang akan dikenakan.
Pemeriksaan pajak dilakukan oleh DJP untuk dengan harapan dapat meningkatkan kepatuhan pajak. Dengan adanya pemeriksaan pajak, akan menimbulkan sikap wajib pajak untuk lebih hati-hati dalam melaporkan penghasilannya. Penyebabnya karena adanya ketidakpastian dalam kemungkinan mengalami pemeriksaan pajak. Probabilitas pemeriksaan pajak memberikan efek yang positif terhadap kepatuhan pajak, artinya kemungkinan bagi yang mengalami diperiksa dapat meningkatkan kepatuhan pajak.
Jika dipandang dari sudut perusahaan sebagai badan yang bertujuan menghasikan laba sebesar-besarnya, perusahaan akan melihat pajak merupakan komponen beban yang dapat mengurangi laba. Oleh karena itu, perusahaan berusaha melakukan underreporting income agar labanya maksimal. Pada dasarnya perusahaan berupaya dengan cara untuk mencapai expected utility yang diharapkan perusahaan yang menginginkan laba semaksimalnya.
Kepentingan pemerintah yang menginginkan pajak sebesar-besarnya dari perusahaan bertentangan dengan hal ini, karena pajak merupakan sumber penghasilan utama bagi pemerintah. Perusahaan yang terindikasi melakukan underreporting income akan diperiksa oleh pemerintah dan pada akhirnya perusahaan diminta untuk membayar pajak sesuai dengan yang tertera dalam SKP. Dalam kondisi ini perusahaan tidak berhasil mendapatkan expected utility yang diharapkan, disebabkan perusahaan harus membayar pajak sebagaimana mestinya, ditambah dengan denda atau sanksinya.
"Kesimpulan yang diambil bahwa ketika wajib pajak badan menjalani pemeriksaan, kepatuhan yang dihasilkan tidak berbeda secara signifikan. Sebagai akibat mereka telah memahami konsekuensi dan sanksi yang ditanggung apabila tidak patuh".
Ekonom penerima Nobel, Gary Becker pada tahun 1968 pertama kali menyusun teori tentang keekonomian kriminal, yang menjadi dasar bagi M.G. Allingham dan A. Sandmo dalam menyusun model penggelapan pajak pada tahun 1972. Model ini menggambarkan penggelapan penghasilan, yang menjadi sumber pajak utama di negara maju. Mereka berpendapat, tingkat penggelapannya tergantung pada pengawasan yang dilakukan dan berat hukuman yang diberikan jika diketahui melakukan penggelapan.
Teori utilitas (utility theory) - model A.S, dipopulerkan oleh Allingham dan Sandmo (1972), memakai konsep expected utility dalam menjelaskan perilaku kepatuhan wajib pajak dengan variable ekonomi yaitu penghasilan pajak, tarif pajak, seberapa besar peluang untuk diperiksa dan besaran penaltynya.
Teori standar tentang teori kepatuhan (tax compliance), pertama kali dikemukakan oleh Allingham dan Sandmo (1972). Teori ini mengasumsikan sedemikian tingginya tingkat kepatuhan dari sisi ekonomi, teori ini berkeyakinan tidak ada individu bersedia membayar pajak dengan sukarela (voluntary compliance). Oleh karena itu individu akan selalu menentang untuk membayar pajak (risk aversion). Menurut mereka terdapat faktor utama kepatuhan pajak antara lain : tarif pajak, probabilitas dilakukan pemeriksaan, besarnya sanksi yang mungkin dikenakan.
Teori utilitas ekspektasi adalah suatu pendekatan yang dilandasi pada motif ekonomi dengan asumsi dasar bahwa manusia sebagai makhluk logis akan bertindak dengan pertimbangan untuk mendapatkan utilitas yang maksimal dari sumber daya yang dimilikinya. Berdasarkan konsep expected utility, wajib pajak akan melaporkan penghasilannya sedemikian rupa sehingga tingkat expected utility dari penghasilan yang diterimanya akan maksimal. Kebijakan pemeriksaan jika diterapkan oleh fiskus mampu membentuk persepsi di kalangan wajib pajak bahwa kemungkinan besar wajib pajak akan diperiksa adalah tinggi, dan penalti yang akan dikenakan terhadap penghasilan yang tidak dilaporkan dianggap berat oleh wajib pajak. Dengan demikian berdasarkan konsep wajib pajak adalah rasional dan teori utility, maka dengan tingginya kemungkinan terdeteksinya penghasilan yang tidak dilaporkan dan besarnya penalti yang akan ditanggung wajib pajak menyebabkan utility penghasilan yang tidak dilaporkan wajib pajak menjadi rendah. Hal ini membuat wajib pajak dengan tarif efektif yang tinggi cenderung untuk patuh.
Mathias Wrede (1993); Bagaimana penghindaran pajak dapat mempengaruhi perekonomian dalam jangka panjang? Model siklus hidup dengan produk marjinal modal konstan mengarah pada kesimpulan bahwa jika pemerintah membayar pengeluaran dengan pajak: ketika pengeluaran pemerintah berkontribusi pada kapasitas produktif ekonomi, penggelapan pajak akan menurunkan akumulasi modal. Namun sebaliknya, apabila pajak digunakan untuk konsumsi publik dan tingkat pertumbuhan ditentukan secara eksogen oleh tingkat pertumbuhan tenaga kerja, dampak penghindaran pajak menjadi ambigu.
Keberadaan negara-negara dikenal surga pajak (tax havens) semakin bertambah. Tingginya permintaan dari para pengusaha atau pejabat yang ingin menghindari pungutan pajak di negara asalnya.
Negara tax haven adalah negara yang didukung undang - undang pajak yang sangat longgar, atau bahkan tidak memiliki pajak sama sekali, sehingga memungkinkan orang atau perusahaan untuk menyimpan uang mereka di negara ini dan menghindari pajak di negara asalnya.
Berikut ciri negara Tax Haven Menurut OECD (Organization for Economic Coorperation and Development) dan Tax Justice Network : Penerapan tarif pajak rendah hingga nol persen, Kurangnya pertukaran informasi yang efektif, Kurangnya transparansi dan Tidak ada persyaratan aktivitas substansial bagi perusahaan
Pajak sering digunakan oleh orang kaya pada negara-negara surge pajak dan perusahaan untuk menghindari pajak, tetapi individu dan perusahaan yang tidak jujur akan menyembunyikan uang hasil kejahatan, misalnya hasil narkotika, korupsi atau money loundering.
Kegiatan yang tidak sah seperti penipuan dan pencucian uang tentunya melanggar hukum. Hal ini dapat terkena sanksi hukum. Namun, sebaliknya kegiatan yang sah seperti pengalihan keuntungan dan pengelolaan aset yang efisien. Meskipun dapat mengurangi pajak yang ada, namun dianggap masih legal di banyak negara.
Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan negara surga pajak. Dengan cara menandatangani perjanjian internasional yang mewajibkan mereka untuk berkolaborasi dengan negara lain, bekerja sama dalam pengungkapan informasi keuangan dan pajak. Negara yang termasuk kategori negara surga pajak atau tax haven antara lain: Bermuda, British Virgin Islands, Bahama, Swiss, Singapura, Kepulauan Cayman, Isle of Man, Luksemburg, Kepulauan Channel, Irlandia, Belanda, Puerto Rico, Luksemburg, Monaco, Malta, Mauritius.
Kenyataannya, tidak semua negara yang disebutkan di atas selalu dianggap sebagai negara surga pajak oleh banyak orang atau organisasi. Di negara tertentu mungkin mempunyai undang-undang perpajakan yang lebih longgar atau rahasia yang ketat.
Kekayaan perseorangan atau individu yang tersembunyi di surga pajak mengakibatkan kerugian pajak sebesar 171 miliar dolar setiap tahun. Tax Justice Network ini didasarkan pada rilis terbaru Pandora Papers yang menunjukkan kerahasiaan keuangan adalah menjadi praktik umum.
Penyelewengan pajak menghalangi Negara untuk menyelesaikan tugas tanggung jawab mereka dalam menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial bagi para penduduknya, Hal ini akan mencegah mereka keluar dari perangkap utang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI