Mohon tunggu...
Retno Palupi
Retno Palupi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi-NIM 55521120057 Dosen Pangampu Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak, Universitas Mercu Buana

Kampus UMB Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Pajak Internasional dan Pemeriksaan Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 4_Diskursus pada PMK No. 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap Dikaitkan dengan Pajak Berganda

4 April 2023   22:54 Diperbarui: 4 April 2023   23:21 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa Saja Penyebab Pajak Berganda?

Mari kita lihat ulasan penyebab pajak berganda berikut:

  • Source-source conflict (Konflik antara suatu negara dan negara lain
  • Source-resdidence conflict (konflik antara negara domisili dan negara sumber untuk mengenakan pajak atas
  • Residence-residence conflict ( konflik antara suatu negara lainnya untuk menjadi negara domisili bagi subjek pajak tertentu
  • Characterization of income conflict (konflik antara negara domisili dan negara sumber atas karakterisasi suatu jenis penghasilan tertentu.

Bagaimana Cara Mengatasi Pajak Berganda?

Dunia perpajakan untuk mengatasi pajak berganda kita mengenal istilah P3B (Perjanjian Penghindaran PAjak Berganda) atau Tax treaty.

  • P3B adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara yang mengatur pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penduduk salah satu negara. (online-pajak.com)
  • P3B adalah kesepakatan antara dua negara untuk memodifikasi peraturan perundangan-undangan perpajakan . Yang dimodifikasi yaitu ketentuan mengenai pajak atas penghasilan.
  • P3B (tax treaty) adalah perjanjian antara negara yang berdaulat, di mana kewajiban yang muncul dari P3B hanya muncul untuk dua negara yang ada dalam perjanjian, bersifat mengikat dan dilakukan secara good faith, dan bersifat resiprokal. (Brian J.Arnold)

Merujuk Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap, BUT merupakan bentuk usaha yang dijalankan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, antara lain memenuhi kriteria sebagai berikut:

  • terdapat suatu tempat usaha (place of business) di Indonesia;
  • tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a bersifat permanen; dan
  • tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a digunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.

Menurut ayat (2) disebutkan beberapa bentuk usaha yang tidak memenuhi kriteria namun dikategorikan sebagai BUT yaitu:

  • proyek konstruksi, proyek perakitan, atau instalasi;
  • pemberian jasa oleh pegawai atau orang lain dalam bentuk apa pun, apabila dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  • orang atau badan yang bertindak sebagai agen yang kedudukannya tidak bebas; dan
  • agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia.

Pengertian tempat usaha BUT pada Pasal 5 ayat (1) mencakup segala jenis tempat, ruang, fasilitas, atau instalasi, termasuk mesin atau peralatan, yang digunakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan, yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan; gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang; ruang untuk promosi dan penjualan; pertambangan dan penggalian sumber alam; wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; dan komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha melalui internet.

dokpri
dokpri

Penerapan Bentuk Usaha Tetap apabila dilihat banyak bersinggungan dengan pajak penghasilan, misalnya kita berbicara mengenai PPN, pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan payung hukum tentang PPN PMSE atau pemungutan PPN atas transaksi digital. PPh sendiri masih dibatasi oleh kehadiran fisik pada suatu negara. Hal ini berpotensi bahwa PPh yang hilang cukup tinggi apabila dilihat dari sisi transaksi dengan wajib pajak luar negeri.

Refensi :

UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun