"Memangnya ucapan dan sikap kalian mana yang tidak membully? Semuanya, semua kata-kata kalian itu pembullyan. Membiarkan Rani bekerja sendiri, itu juga pembullyan." Balas Bagas sambil mengotak-atik komputernya. "Kalau besok kalian tidak bisa bekerja sama dengan Rani, saya akan meminta HRD untuk memberi SP buat kalian." Imbuhnya kali ini sudah tidak bisa lagi menahan marah.
"Satu lagi, peduli dengan orang lain gak harus karena kita mencintai orang itu, cukup punya hati untuk bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar." Ucap Bagas setelah berhasil mematikan komputernya dan pergi meninggalkan Vania dan kawan-kawannya.
Mencintai Rani membuat Bagas berani mengambil resiko apapun, termasuk dihujat oleh rekan-rekannya sendiri karena terlalu sering membela dan berada di pihak Rani. Tapi, itu semua ia lakukan karena Bagas sudah meyadari sejak awal tentang kebencian Vania kepada Rani yang begitu besar karena Vania menyukainya, namun ia memilih Rani.
Namun karena situasi menjadi tidak terkontrol, Bagas memutuskan untuk menjauhi Rani dan membiarkan Rani berpikir bahwa ia tidak menyukainya. Bagas bahkan rela membiarkan Vino mendekati Rani agar Vino bisa menjaganya dari Vania dan kawan-kawan.
"Maafkan aku Ran, aku terlalu pecundang, aku mengijinkan orang lain untuk menjagamu dibandingkan membuatmu mengerti betapa besar cintaku untuk kamu. Tapi semua ini aku lakukan karena aku juga tahu, bekerja di perusahaan ini adalah impian terbesarmu. Aku gak mau kamu berhenti menggapai mimpimu, aku mau kamu selalu ada disini. Walaupun aku harus terluka melihat kamu bersama Vino setiap hari." Ucap Bagas tak kuasa menahan air matanya saat sedang mengendarai mobilnya saat dalam perjalanan pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H