Mohon tunggu...
Retno Palupi
Retno Palupi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Draf RUU Penyiaran Dinilai Mengancam Kebebasan Pers, #TolakRUUPenyiaran ?

5 Juli 2024   18:33 Diperbarui: 5 Juli 2024   20:04 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   

Problematika Revisi Undang-undang Penyiaran Indonesia

Revisi undang-undang penyiaran Kembali menjadi perdebatan usai kemunculan draf revisi undang-undang penyiaran yang dianggap menjadi problematika karena beberapa poin didalamnya. 

Pengusul RUU Penyiaran, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menilai bahwa substansi UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran sudah tidak dapat lagi mengantisipasi perkembangan kemajuan teknologi penyiaran, khususnya terkait perubahan sistem penyiaran analog menjadi penyiaran digital.

Usulan tersebut berawal dari tahun 2012 lalu dan Kembali di bahas pada oktober 2023 lalu.

Namun dengan adanya usulan RUU Penyiaran tersebut, berdatangan protes dari banyak pihak. RUU tersebut dianggap akan menghalangi kerja jurnalisme, mengerbiri kebebasan berpendapat dan membatasi ruang berkarya di industri kreatif. 

   Seperti halnya yang disebutkan dalam Pasal 34 Ayat 2 : "mengatur bahwa penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke KPI sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi siaran (SIS)."

Juga Pasal 34A - Pasal 36B: Bab ini berisi pasal-pasal yang menyangkut platform digital penyiaran. Dalam konteks ini, platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok juga terkena dampaknya.

Kewajiban verifikasi konten ke KPI dapat membatasi kreativitas para kreator di platform tersebut. 

Selain dianggap berdampak kepada media berbasis online, content creator RUU tersebut dianggap mengancam ivestigasi jurnalis. Dalam draf RUU Penyiaran pasal 50B ayat 2 huruf C menyebutkan bahwa adanya larangan tayangan esklusif jurnalisme investigasi. 

Draf RUU tersebut diajukan dengan alasan larangan tersebut dapat mencegah terjadinya monopoli penayangan esklusif jurnalisme investigasi yang hanya dimiliki satu media, alasan lainnya disebutkan bahwa pasal tersebut berguna untuk mencegah upaya mempengaruhi opini publik atau proses penyelidikan yang dilakukan oleh aparat. 

Faktanya dengan adanya investigasi jurnalis yang dilakukan oleh pers akan mempermudah, membantu dan memperkaya informasi penyelidikan yang dilakukan oleh aparat, seperti yang disampaikan oleh ketua harian Komisi kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) Benny Mamoto.

Bagaimana tanggapan pegiat media terhadap draf RUU Penyiaran?

   Adanya usulan RUU tersebut menimbulkan protes dari berbagai pegiat media seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Penolakan tersebut dianggap berpotensi dengan adanya regulasi yang ketat dapat disalahgunakan untuk mengontrol media dan membungkam kritik terhadap pemerintah. 

Larangan media untuk melakukan investigasi jurnalisme juga dianggap bertentangan dengan undang-undang yang ada, karena seharusnya sudah tiada lagi penyensoran, pemberedelan dan pelarangan terhadap karya jurnalistik berkualitas. Pada 14 mei 2024 lalu, dewan pers dengan tegas menolak RUU Penyiaran. 

Selain tidak dilibatkannya Dewan Pers selaku penegak UU/1999 tentang pers kedalam keterlibatan penyusunan RUU Penyiaran, Dewan pers sempat menyatakan "RUU Penyiaran ini menjadi salah satu sebab pers kita tidak merdeka, tidak independen, tidak akan melahirkan karya jurnalistik berkualitas, akan menyebabkan pers kita menjadi produk pers yang buruk." 

Namun saat ini  kabarnya komisi I DPR RI masih meminta waktu untuk konsultasi mendalam terhadap persoalan pengesahan  Draf RUU Penyiaran ini. Komisi I berencana melakukan konsultasi setelah menerima banyak masukan dari berbagai pegiat media terkait dengan aturan yang sedang mereka rancang. 

Maka dari itu bentuk penyuaraan terhadap RUU Penyiaran diharapkan dapat dibahas secara transparan, melibatkan dewan pers, juga berbagai pihak terkait yang dapat memastikan RUU Penyiaran ini Ketika disahkan nanti implementasinya diharap bisa menyeimbangkan kepentingan publik dan kebebasan pers, tanpa mengekang kebebasan bersekspresi serta tidak akan merugikan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun