Mohon tunggu...
Reti  Sufarni
Reti Sufarni Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Ayah Ku Pahlawan Hidup Ku"

23 Januari 2018   12:29 Diperbarui: 23 Januari 2018   12:41 2526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Reti Sufarni

Jurusan Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Ar-Raniry, Banda Aceh

Siapa yang tak kenal dengan sosok ini, sosok yang selalu menjaga kita dari kecil, memberi nafkah, sibuk siang malah untuk mencari nafkah untuk keluarga. Iya, dia adalah ayah, ayah begitu sangat aku cintai, ia adalah sosok hiro paling nyata buat ku. Ayah adalah sosok pahlawan yang tidak kenal lelah, tidak kenal capek, hujan, badai maupun panas ia lalui untuk mencari nafkah. 

Walaupun terkadang ayah cuek terhadap ku akan tetapi di balik kecuekannya tersebut tersimpan kelembutan yang begitu besar. Ayah itu sangat istimewa, lebih istimewa dari apa pun di dunia ini. Hanya sosok ayah yang menjadi panutan, ayah tak akan pernah menyerah dengan apa yang iya lakukan. Ayah tidak pernah mengeluh di depan keluarganya ia selalu menutupi segala sakit yang iya miliki. Dikala sakit pun iya masih terlihat tegar dan semangat walaupun sesungguhnya ia lelah dan memiliki rasa sakit yang tidak iya ceritakan kepada siapa pun termasuk aku anaknya.  

Ayah adalah bentuk kasih sayang yang tak akan pernah luntur dimakan usia. Semangat yang iya miliki membuat aku bisa duduk di bangku kuliah. Iya, aku akan menceritakan sedikit bagaimana nasib ku dengan ayah tercinta dan kesayangan ku. Nama ku Reti Sufarni, aku sering di panggil Rety aku anak pertama dari 3 bersaudara, ketiganya kami perempuan, aku tak memiliki adik laki-laki maupun abang laki-laki, akulah anak tertua di keluarga kami. Ini awal cerita bagaimana aku bisa berada di bangku kuliah yang di semangati oleh ayah ku. 

Aku salah satu alumni dari sekolah di SMA N 2 Teupah Barat, tepatnya di desa Laayon Kec. Teupah Barat. Aku terbilang anak standar, tidak pintar-pintar amat dan tidak bodoh-bodoh amat. Aku hanya anak biasa saja dan nilai yang kumiliki pun tak se wow yang teman-teman ku miliki. Aku pun dari keluarga biasa, ayah ku seorang tukang becak mesin dan ibu ku hanya seorang petani biasa di desa ku. Aku tidak kecewa dengan keadaan ku seperti ini. Nasib yang menimpa ku pun tidak separah apa yang terlihat, walaupun kehidupan yang ku miliki sederhana, akan tetapi kehidupan ku cukup bahagia dengan memiliki keluarga yang begitu lengkap. 

Ayah pahlawan ku, ibu idola ku dan adik-adik penyemangat ku. Walupun terkadang rasanya aku sedih dengan keadaan di keluarga kami. Aku merasa aku ingin cepat-cepat bekerja dan mendapatkan uang setelah itu ku berikan kepada keluarga ku tanpa membuat mereka bekerja lagi, terkadang semua itu selalu terlintas di benak dan pemikiran ku.

Setelah lulus dari bangku SMA, aku sebenarnya sangat sedih saat itu, ingin sekali saat itu aku pergi berangkat dengan mereka yang akan pergi ke Banda Aceh. Aku sebenarnya sangat iri dengan apa yang ku lihat mereka berbondong-bondong pergi untuk berangkat dan mengikuti pendidikan tinggi selanjutnya. Hati ku rasanya ingin menangis dan merasa sesak tanpa ucap hanya linangan air mata yang ku miliki. Dengan perlahan aku mengatakan kepada ayah dan ibu, aku mengumpulkan segenap tenaga untuk mengatakan kepada ayah. 

Dengan rasa deg-deg an aku mengatakan kepada ayah dan menyampaikan apa yang aku inginkan. Akan tetapi nasib berkata lain. Bukan ayah tak mau menyekolahkan ku ke perguruan tinggi akan tetapi karena keadaan dan biaya yang kurang mendukung kepergian ku. Saat itu aku sangat sedih dan aku juga tak tahu apa yang ayah fikir kan dan apa yang ibu rasakan. Dengan perlahan aku mulai melapang kan dada agar menerima kenyataan pahit yang aku alami. Kini tak terasa sudah beberapa aku menganggur di rumah. 

Tiba-tiba telepon genggam milik ku berdering, dan secara spontan aku melihat telepon genggam milik ku dan mengangkat telepon itu ternyata dia adalah teman SMA ku dulu yang nasib nya sama serti apa yang telah aku alami. Kini iya mengajak ku untuk bekerja di sebuah konter ponsel, ternyata teman ku ini dia telah lama bekerja di ponsel itu. Dia tau kalau aku tidak memiliki pekerjaan dan hanya menganggur di rumah, Alhamdulillah ada rezeki yang membuat ku bahagia, ia menawarkan kerjaan buat ku sebagai pegawai kecil-kecilan di tempat konter itu walaupun gaji yang terbilang cukup murah tapi tak apa itu adalah salah satu jalan ku untuk menggapai keinginan ku dan aku mengiyakan apa yang telah di tawarkan kepada ku.

Keesokan harinya aku berangkat dengan ayah kesinabang dan berhubung ayah ku bekerja di sinabang sebagai tukang becak iya seperti pahlawan terhebat bagi ku. Kini aku telah sampai di tempat tujuan. Kini aku mulai bekerja dengan rasa semangat yang membara. Rasanya hari pertama begitu berat aklu rasakan aku merasa lelah ternyata bekerja itu tak semudah apa yang aku bayangkan dengan jauh dari keluarga tercinta. Hari-hari pun kini telah berlalu dengan begitu cepat dan kini aku telah 2 minggu di tempat aku bekerja sungguh hari-hari yang begitu sangat melelahkan suka duka ku pun menjadi saksi akan roda kehidupan yang aku miliki. 

Rasanya masih terasa saja keinginan yang aku miliki, pada suatu hari aku memberanikan diri untuk menghubungi abang sepupu yang ada di Banda Aceh, untuk mendaftarkan ku di slaah satu universitas di Aceh, tanpa bertanya pun aku langsung mengatakan kepada beliau untuk mendaftarkan ku dan abang sepupu ku mengiyakan keinginan yang kumiliki. Sontak waktu aku menghubungi ayah dan ibu, kemuadian mereka merasa terkejut dengan keputusan yang aku miliki. Tanpa pikir panjang lagi aku pulang ke rumah untuk mempersiapkan keberangkatan ku nanti. Tidak ada pilihan lain selain restu untuk keberangkatan ku yang sangat mendadak.

Dengan hati yang legah dan penuh impian yang berkecamuk dengan kebahagiaan tanpa ada rasa jenuh lagi kini aku bisa bernafas lega. Aku dapat merasakan kuliah seperti teman-teman ku yang lainnya. Keberangkatan ku pun sudah di persiapkan dengan rasa perpisahan yang bagitu dalam ku rasa saat terpisah dari mereka yang aku sayang. Setelah sampai di Banda Aceh aku merasa senang, luar biasa bahagia. Kini aku dapat malihat bagaimana pemandangan di luar desa ternyata ini sangat-sangat berbeda. Aku merasa bersyukur Allah telah mengabulkan keinginan besar ku untuk kuliah di Banda Aceh. Kini aku sangat berterima kasih kepada ayah yang terus memberikan semangat terhadap ku sampai sekarang aku merasa senang dan sangat bahagia, ayah ku pahlawan hidup ku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun