“Iya sayang, mamah juga,” Evi kemudian menatap suaminya kemudian bergantian memeluk Hendra.
“Kau sehat?”
“Alhamdulilah,”
“Kau gak usah terlalu banyak pikiran. Semua sudah diurus Pak Bowo.”
Di luar kantor kepolisian, para pemburu berita sudah berkerumun untuk mencari perkembangan informasi Evi. Mereka berusaha masuk dan menemui Evi, namun aparat mencegahnya. Tak lama kemudian ada satu elemen Masyarakat Peduli Keadilan Hukum datang memberi dukungan moril. Mereka akan tetap berada di belakang Evi kalau memang saat persidangan nanti keadilan tak berpihak padanya.
Ponsel Evi dan Hendra pun terus berdering memberi dukungan. Sudah tak terhitung ada berapa pesan pendek masuk menyatakan simpatiknya. Ada yang bilang kasus Evi dipengaruhi kepentingan pemodal.
Masih ada waktu beberapa menit Evi bisa bercengkrama dengan Tania dan Hendra.
“Mama sih main-main sama email jadi mamah dipanggil polisi,” ujar Tania dengan wajah polosnya. Mungkin dalam bayangannya email-lah penyebab semuanya.
“Mama nggak main-main sama email sayang, mama cuma nulis aja di email. Tapi mungkin ada yang nggak suka mama nulis atau mereka nggak ngerti, jadi mama dipanggil polisi deh,” Evi mengelus-elus rambut Tania yang lurus tergerai sebahu. Masih didekapnya tubuh Tania menuntaskan rasa kangen karena beberapa hari tak berjumpa.
“Lagian sih mama nulis-nulis segala di email,”
“Lho kan Tania juga tau mama suka nulis. Suka bareng Tania juga kan nulisnya terus Tania suka pengen lihat foto-foto Barbie kan di internet,”