“Kok lama sih nanyainnya?”
“Sebentar lagi sayang, nanti juga pulang,”
“Ah berarti bener nih gara-gara email, mama jadi ditanya-tanya polisi,”
“Eh udah siang nih. Yuk berangkat nanti terlambat masuk sekolah”
Hendra semakin habis akal menjawab pertanyaan-pertanyaan putrinya. Belum lagi ia dipusingkan oleh perkara hukum istrinya. Ditambah lagi pekerjaan di kantornya. Anak jaman sekarang memang tak asing lagi dengan dunia teknologi informasi. Duduk di kelas satu SD saja sudah kenal dengan komputer dan istilah-istilah dunia maya seperti internet, facebook, chating dan istilah-istilah cyber lainnya, bahkan akrab dalam bahasa sehari-hari. Meskipun belum mengenal betul apa hakikat sebenarnya tapi keakraban mereka dengan dunia IT membuat akses informasi cepat dan mudah sekali didapat. Berbeda dengan kehidupan zaman Hendra dulu waktu masih kecil. Jangankan internet, komputer saja masih seperti benda asing entah dari planet mana. Maka tak aneh, Tania yang belakangan akrab dengan komputer, karena pemberitaan media yang benyak menyorot kasus hukum istrinya, kini seperti mulai menjauh dan dingin dengan yang namanya komputer dan internet. Dalam bayangannya dunia maya terutama email begitu jahat, sehingga menggiring mamanya ke meja hukum.
Zaman reformasi sekarang ini, perkara ketidakadilan akan mudah disorot media. Dengan cepat para pekerja media itu mencium bau-bau ketidakberesan yang terjadi ditengah masyarakat. Kebebasan memang sedang dielu-elukan. Hal ini pulalah sekarang yang terjadi pada Evi.
****
“Mamaaa….”
Tania lari dan langsung memeluk Evi. Hari itu ia menemui ibunya di kantor kepolisian untuk yang ketiga kalinya. Pilu rasanya melihat gadis cilik itu memeluk ibunya erat sekali. Tak terasa air mata pun tumpah. Hatinya mendung. Evi langsung menurunkan badan sejajar dengan tubuh imut putrinya. Hendra pun mendekat. Di sampingnya, Pak Bowo, pengacara yang selama ini menjadi kuasa hukum Evi Savitri.
“Tania, gimana sekolahnya sayang?” tanya Evi sambil berusaha menyembunyikan kesedihan dan penderitaan yang menimpa dirinya. Statusnya masih sebagai terdakwa.
“Tania mau sama mama terus,”