Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kepercayaan, menggunakan aksara dalam hidupnya, berorientasi pada kekuasaan secara individu dan komunal, serta mengejar kesejahteraan individu dan komunal. Manusia secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta "manu" yang berarti berpikir, berakal budi dan bahasa latin "mens" yang berarti makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Manusia memiliki kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan. Kepercayaan dapat dimaknai sebagai kemampuan otak kanan atau hati manusia untuk mengolah dan memverifikasi sebuah informasi tanpa bukti. Kepercayaan manusia bersifat filosofis (suka kebaikan, suka keindahan, suka kebijaksanaan) dan fitrah (sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri). Kepercayaan membentuk tata nilai, kemudian tata nilai membentuk kebiasaan. Kebiasaan membentuk tradisi, kemudian tradisi membentuk budaya. Budaya-budaya yang berkumpul membentuk kebudayaan, kemudian kebudayaan membentuk peradaban manusia itu sendiri. Kepercayaan sejatinya koheren dan korespondentif terhadap kebudayaan, hanya saja terkadang kebudayaan yang malah bertentangan atau berkonfrontasi dengan kepercayaan manusia itu sendiri. Hal ini menyebabkan sebuah anomali bahwa kepercayaan dan kebudayaan terkadang bersifat kontradiktif dan kebudayaan terkadang menghambat kemajuan dari sebuah peradaban manusia.
Manusia dalam ajaran Islam (Quran dan Hadits) diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu al-insanu, al-insa, an-naas, al-basyar, an-nafsu dan bani adam. Al-insanu dapat dimaknai sebagai manusia secara psikologis/karakter yang bersifat dinamis dan progresif (QS 23:12-14). Al-insa dapat dimaknai sebagai manusia sebagai hamba yang bergantung dan menyembah Allah SWT (QS 51:56). An-naas dapat dimaknai sebagai manusia secara general yang bermasyarakat atau manusia yang memiliki akal untuk membedakan kebenaran dan kesesatan (QS 7:158, QS 49:13). Al-basyar dapat dimaknai sebagai manusia secara biologis yang memiliki kebutuhan (QS 30:20). An-nafsu adalah manusia sebagai makhluk yang memiliki jiwa atau nyawa (QS 89:27-30). Bani adam dapat dimaknai sebagai manusia yang merupakan keturunan nabi Adam a.s.
sejarah terkait tujuan penciptaan manusia. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
Manusia memiliki kepercayaan dan keyakinan. Keyakinan dapat dimaknai sebagai kemampuan otak kiri atau logika manusia untuk mengolah dan memverifikasi sebuah informasi dengan menggunakan bukti. Kepercayaan dan keyakinan secara administratif adalah agama. Agama secara etimologi berasal dari nomenklatur "a" dan "gama" yang berarti tidak kacau. Kata agama diciptakan untuk meminimalkan kekacauan, sehingga kata yang lebih tepat untuk agama sejatinya adalah ajaran. Islam adalah sebuah ajaran, yaitu dinul haq (QS 3:81-85). Ajaran dari setiap agama sejatinya adalah menuntut manusia untuk mengenal dirinya dan Tuhannya, sehingga manusia dapat mengetahui keberadaannya, kebenaran dari eksistensinya, hakikat dari eksistensinya dan tujuan dari eksistensinya. Seluruh agama memiliki1. Penciptaan manusia menurut ajaran Hindu
Tujuan penciptaan manusia menurut ajaran Hindu adalah pengorbanan yang layak kepada para dewa. Manusia harus melakukan tugas sosialnya, melahirkan anak-anak (karma marga) dan melakukan ritual. Karma marga ditentang oleh pandangan Upanishad. Pandangan tersebut menyatakan bahwa ada realitas yang lebih tinggi di luar alam manusia, yaitu Brahman. Manusia pada akhirnya bisa menjadi satu dengan realitas yang lebih tinggi ini, jika mereka mengubah cara mereka melihat dan berperilaku di dunia. Upanishad menjelaskan bahwa dunia adalah perangkap dan kehidupan asketisme adalah hal yang ideal terkait melatih diri untuk berorientasi kepada pascadunia sehingga tercipta karma.Selain itu, manusia diciptakan sebagai bhakti marga, jalan pengabdian. Dalam Bhagavad Gita, dewa Krishna menjelaskan kepada prajurit Arjuna bahwa bentuk tertinggi dari aktivitas keagamaan yang paling efektif adalah pengabdian absolut terhadap Dewa.
2. Penciptaan manusia menurut ajaran Nasrani atau Kristen
Kejadian 1 ayat 26: Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.
Kejadian 1 ayat 27: Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka."
3. Penciptaan manusia menurut ajaran Buddha
Tujuan manusia menurut ajaran Buddha adalah mencapai kebuddhaan (annutara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati, yaitu batin manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir (reinkarnasi). Manusia tidak memerlukan bantuan atau pertolongan pihak lain, termasuk Dewa-Dewi. Jika manusia ingin selamat, satu-satunya jalan ialah menjelmakan sifat dan sikap kebuddhaan di dalam dirinya. Namun demikian, Buddha sendiri itu bukan Tuhan dan tidak pernah diklaim sebagai Tuhan.
4. Penciptaan manusia menurut ajaran Konghucu
Wei De Dong Tian adalah salam dalam ajaran Konghucu. Salam tersebut berarti hanya kebajikanlah Tian berkenan. Umat Konghucu mengimani hanya kebajikan itulah tujuan hidup. Tugas kita untuk menjalankan kebajikan kepada umat manusia tanpa melihat siapa dia. Ini seperti sabda Nabi Kongzi, "Di empat penjuru lautan kita semua bersaudara" (Lunyu XII, 5). Umat Konghucu memandang umat agama non-konghucu sebagai saudara. Berbuat kebajikanlah di dunia ini, agar dunia bertambah indah. Seperti yang disabdakan Nabi Kongzi, "Patuh akan mendapat pahala, melawan akan binasa" (Mengzi IVA, 7). Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan lahir dan bathin. Untuk mencapai itu, manusia menghadapi rintangan secara internal dan eksternal serta secara individu dan komunal.
5. Penciptaan manusia menurut ajaran Islam
Manusia diciptakan untuk beribadah (QS 51:56), untuk memimpin dan mengelola bumi Allah (QS 2:30), untuk saling mengenal (QS 49:13), untuk berfikir (QS 3:190-191) tentang penciptaannya (QS 23:12-14) dan seterusnya. Islam mengajarkan manusia untuk menjadi dirinya sendiri (fitrah) dan merdeka dengan dilimitasi oleh logika yang baik dan benar, hati yang baik dan benar serta dalil yang benar (petunjuk).
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan komunikasi. Komunikasi pada manusia dapat dilakukan secara lisan maupun non-lisan. Manusia dapat berkomunikasi dengan berbagai cara, utamanya adalah dengan aksara (huruf/tulisan/bunyi). Aksara secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta "a" dan "ksara" yang berarti tidak termusnahkan. Aksara dalam ajaran islam sudah ada sejak Nabi Adam diciptakan (QS 2:31). Aksara juga menjadi parameter yang digunakan untuk mengetahui hubungan peradaban nabi Adam hingga nabi Muhammad, hubungan peradaban animisme, dinamisme, islam, hindu, buddha dan kristen di Indonesia serta pola penyebaran manusia dari nabi Adam hingga detik ini. Salah satu contoh unik yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah adalah korelasi etimologis antara kata syawara (musyawarah) dengan kata sawala. Kedua kata tersebut memiliki arti yang sama, yaitu berunding. Syawara berasal dari bahasa Arab, sedangkan sawala berasal dari bahasa nusantara. Hal ini dapat menjadi sebuah dugaan bahwa bahasa dan peradaban Arab berasal dari Nusantara (Indonesia).
Manusia adalah makhluk yang zalim dan bodoh karena menerima amanah yang ditolak oleh langit, bumi dan gunung-gunung (QS 33:72). Sebagai makhluk yang zalim dan bodoh, terkadang manusia rakus terhadap kekuasaan dan memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri (kapitalis). Di samping itu, manusia adalah pengganti/wakil Allah di bumi (QS 2:30), sehingga manusia memiliki kemampuan (fitrah) untuk menguasai dunia secara adil dan berkesejahteraan. Secara historis, konflik-konflik di dunia ini. seperti konflik habil dan qabil, konflik nabi Nuh dengan masyarakatnya, konflik nabi Yusuf dengan saudaranya, konflik nabi Ayyub dengan keluarganya, konflik Fans Ali bin Abi Thalib dengan Abu Bakar dan Umar Bin Khattab, konflik Ali, Muawiyah dan Aisyah, konflik konstantinopel, konflik internal kerajaan singasari, konflik kerajaan majapahit, konflik penjajah dengan masyarakat nusantara, konflik penjajah dengan Indonesia, perang dunia I, perang dunia II, konflik negara adidaya, konflik teknologi di era dusrupsi 4.0, konflik elit global, konflik politik pra dan pasca reformasi, serta konflik lainnya adalah bentuk upaya manusia secara individu dan kelompok untuk mendapatkan kekuasaan dan mencapai kesejahteraan (ekonomi). Perbedaannya hanyalah cara manusia itu sendiri untuk mendapatkan kekuasaan dan mencapai kesejahteraan ekonomi sebagai individu, kelompok dan masyarakat. Esensinya adalah cara-cara yang kotor akan menghasilkan kekuasaan dan ekonomi yang kotor, sedangkan cara-cara yang baik akan menghasilkan kekuasaan dan ekonomi yang adil dan bertanggung jawab.
Thales diklaim sebagai bapak filsafat. Salah satu filsuf yang populer adalah Socrates. Socrates berkata bahwa manusia yang paling bijaksana adalah manusia yang tahu bahwa ia tidak tahu. Esensi quotes Socrates sudah diajarkan dalam Islam terkait filosofi manusia sebagai makhluk yang harus berpikir (QS 3:190-191) dan belajar (QS 58:11). Maka, sebaik-baik belajar adalah mengajar. Wallaahu a'lam, khilaf adalah fitrah manusia dan semoga tulisan ini bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H