Mohon tunggu...
Restu Kandela
Restu Kandela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Restu Kandela

Mahasiswa Sarjana dan Magister (on-going) Akuakultur IPB | SR Asrama PPKU IPB | HMI Komisariat C Cabang Bogor | Yakusa!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rencana Maldivikasi (Reklamasi) Perairan Karang Semakdaun, Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

25 Juli 2022   15:39 Diperbarui: 25 Juli 2022   16:20 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halo, teman-teman yang sedang membaca! Semoga kita selalu dijaga Tuhan dalam kesehatan lahir dan batin. Selamat membaca! (^_^)

Pulau Seribu dan Filosofi Wisata

Apakah teman-teman pernah berwisata bahari ke Pulau Seribu? Jika belum, kudoakan semoga sehat selalu, supaya bisa mampir ke Pulau Seribu. Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu yang terletak di Provinsi DKI Jakarta dan lebih sering disebut Pulau Seribu, memiliki pesona alam dan sosial yang khas dibandingkan dengan pesona alam dan sosial di darat. Sejak Covid-19 mereda, pengunjung mulai banyak berdatangan ke Pulau Seribu untuk berwisata. Wisata itu apa ya? Kita semua pasti punya jawaban masing-masing. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wisata adalah berpergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya) atau tamasya (perjalanan untuk menikmati pemandangan, keindahan alam, dan sebagainya) atau piknik (berpergian ke suatu tempat di luar kota untuk bersenang-senang dengan membawa bekal makanan dan sebagainya). Menurutku, wisata adalah jalan-jalan dan berdiam diri untuk menikmati alam dengan mata, telinga, hidung dan indera peraba sambil berbincang dengan lidah, serta menjaga tempat yang dikunjungi tetap asri agar bisa dikunjungi kembali. Pada dasarnya, manusia ingin bisa menikmati suatu tempat wisata terus-menerus sebelum bosan dan ingin anak, cucu, dan cicitnya kelak juga bisa menikmati tempat wisata tersebut.

Wisata di Pulau Seribu didukung oleh aspek 3A, yaitu Atraksi (daya tarik benda dan tak benda), Aksesibilitas (kemudahan untuk mencapai lokasi) dan Amenitas (kenyamanan secara sarana dan prasarana). Pantai, karang, hamparan laut dan pemandangan di Pulau Seribu menjadi daya tarik benda yang khas. 

Segala kegiatan teknis dan seni di Pulau Seribu, seperti nelayan yang memancing, pembudidaya yang memelihara ikan, wisatawan mancanegara yang sedang berwisata, pagelaran tradisional (hajatan, event pemerintahan, event kemasyarakatan) penduduk dan aktivitas lainnya menjadi daya tarik tak benda yang khas. 

Aktivitas pelayaran kapal dari Pelabuhan Muara Angke maupun Pelabuhan Marina Ancol ke kawasan Pulau Seribu menjadi bukti kesadaran dan kelayakan wisata dari segi aksesibilitas. Tempat penginapan, taman nasional, ATM, alun-alun, kedai kuliner, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), toilet dan sarana prasarana lainnya juga menjadi bukti kesadaran dan kelayakan wisata dari segi amenitas. Secara garis besar, Pulau Seribu saat ini sudah menjadi lokasi wisata yang layak bagi warga Indonesia maupun internasional, sehingga perlu dioptimalkan pengelolaannya dan dilestarikan keberadaannya.

Pulau Seribu dan Filosofi Nikmat 

Pulau Seribu diciptakan Tuhan untuk manusia nikmati. Nikmat itu apa ya? Nikmat menurut KBBI adalah enak/lezat, merasa puas/senang, dan pemberian atau karunia (dari Allah). Manusia sebagai makhluk yang filosofis (suka kebaikan, kebijaksanaan dan keindahan) dan pragmatis (mengharapkan sesuatu nilai atau value) pada dasarnya paham bahwa esensi nikmat adalah relevan dengan kebutuhan manusia dan dapat memenuhi harapan yang manusia inginkan. Manusia sebagai makhluk yang membawa rahmat untuk alam (lingkungan) pada dasarnya paham bahwa wajib melestarikan nikmat yang ada agar tetap eksis (tidak punah) karena di sisi lain menusia juga diciptakan untuk menjadi pengelola (manager) bumi. Pulau Seribu terbentang megah dari Pulau Untung Jawa (terdekat) hingga Pulau Sabira (terjauh) serta menyajikan pesona alam yang beragam, khas dan unik, sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk yang mudah bosan (membutuhkan wisata).

Integralitas Semakdaun, Pengetahuan Alam, Pengetahuan Sosial dan Kewisataannya

Pulau Semakdaun adalah bagian dari Pulau Seribu, tepatnya Kelurahan Pulau Panggang, dengan luas daratan dan perairan masing-masing 0,5 dan 315 ha (Effendi et al. 2016). Perairan Semakdaun diciptakan Tuhan dengan formasi berupa ekosistem karang (Sahibuddin 2015) yang menopang keragaman hayati berupa fitoplankton, zooplankton, ikan, krustasea, kekerangan dan biota lainnya. Effendi et al. (2016) menjelaskan bahwa keragaman hayati yang tinggi pada ekosistem karang tercipta karena keberadaan karang itu sendiri yang mampu mengubah arus turbulensi menjadi arus laminar, sehingga kecepatan arus yang cenderung stabil (tidak fluktuatif) dan pada akhirnya menciptakan suasana air dapat diterima oleh biota laut (fitoplankton, zooplankton, ikan, krustasea, kekerangan dan lainnya), sehingga dapat hidup dan berkembang biak.

Google Earth
Google Earth

Perairan Semakdaun juga menjadi lokasi yang ekonomis bagi penduduk Kelurahan Pulau Panggang untuk menghidupi rumah tangganya, baik sebagai nelayan, pembudidaya, pedagang, maupun pemandu wisata. Pembudidaya ikan kerapu di perairan Semakdaun binaan Balai Sea Farming PKSPL-IPB mampu memproduksi 7 ton ikan kerapu secara berkelanjutan (ekonomi, sosial dan lingkungan) dengan nilai sebesar 857,7 miliar pada rentang tahun 2006--2014 (Sahibuddin 2015). Kelimpahan biomassa dan ragam ikan hias maupun ikan konsumsi yang tinggi di Perairan Semakdaun menjadi sumber pendapatan bagi nelayan Pulau Seribu. Hasil laut di perairan Semakdaun berupa ikan dapat meningkatkan ekonomi penduduk Pulau Seribu, salah satunya adalah penduduk Pulau Panggang. Wisatawan di perairan Semakdaun memperoleh nikmat wisata alam dan menjadi sumber rezeki bagi pemandu wisata setempat. Secara garis besar, perairan Semakdaun dengan ekosistem karangnya sangat bermanfaat bagi penduduk Pulau Seribu (khususnya Pulau Panggang) dan bukti relevansi Pasal 33 UUD NRI 1945 pasca orde baru.

Isu Reklamasi Perairan Semakdaun untuk Maldivikasi, Rasionalisasi dan Kebermanfaatannya

Rencana reklamasi perairan Semakdaun di Kelurahan Pulau Panggang seluas 315 ha menjadi informasi yang telah diketahui oleh penduduk Pulau Seribu, terutama penduduk Pulau Tidung, Pulau Pramuka, Pulau Karya dan Pulau Panggang. Hal ini didasari pidato Bupati setempat pada Pelatikan Dewan Pimpinan Wilayah Forum Ulama Habaib (DPW FUHAB) Kabupaten setempat baru-baru ini, tepatnya 29 Mei 2022, dapat diakses di https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.


Dalam penghujung video tersebut, terdapat pidato Bupati setempat yang menyampaikan bahwa Presiden RI menjadikan Pulau Seribu sebagai salah satu kawasan pariwisata nasional pada tahun 2016, sehingga Pulau Seribu perlu dikembangkan pariwisatanya di era digital dan dukungan FUHAB diharapkan dapat menjadikan Pulau Seribu menjadi bernuansa wisata religi. 

Dalam pidato tersebut dijelaskan bahwa Pulau Panggang akan dikembangkan menjadi "maldive" Indonesia dengan master plan yang detil dalam video dan disertai pihak pengembangnya, dengan harapan masyarakat Indonesia tidak perlu repot-repot pergi ke luar negeri untuk berwisata. Informasi kontroversial yang terselip pada bagian akhir pelantikan FUHAB tersebut, menjadi isu yang menimbulkan tanda tanya bagi khalayak masyarakat, setelah dicermati terkait dasar pemikiran, tujuan, regulasi, dan manfaat yang diterima oleh Penduduk Pulau Seribu, terutama penduduk Pulau Pramuka, Pulau Karya dan Pulau Panggang sebagai pulau terdekat.

YouTube/hasil tangkapan layar
YouTube/hasil tangkapan layar

https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.
https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.

https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.
https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.

https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.
https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.

https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.
https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs.

Pembangunan wisata tersebut (maldivikasi) sangatlah ironis jika dikaitkan dengan kondisi Pulau Panggang saat ini, mengingat kompleksitas permasalahan multidimensinya, seperti tingginya kepadatan penduduk yang menyebabkan persaingan yang tinggi pada sektor pendidikan dan pekerjaan, limbah rumah tangga dan instalasi pengolahannya yang masih menjadi masalah lingkungan, meningkatnya harga kebutuhan pokok yang dirasakan setiap rumah tangga terutama ibu-ibu, meningkatnya harga solar yang berdampak terhadap nelayan untuk mencari nafkah dan menghidupi rumah tangganya serta kasus kematian massal ikan budidaya akibat dinamika musim dan limbah dari daratan Jakarta Utara berdasarkan penelitian dari LIPI oleh Rositasari et al. (2017).

Dokpri/hasil tangkapan layar
Dokpri/hasil tangkapan layar

Dokpri/hasil tangkapan layar
Dokpri/hasil tangkapan layar

Penduduk Pulau Panggang sejatinya lebih membutuhkan kehadiran pemerintah untuk menata/memperluas Pulau Panggang atau distribusi ke pulau yang jarang penduduk untuk menjamin adanya "papan" bagi setiap rumah tangga sebagai indikator kinerja pemerintah dalam mengupayakan kehidupan yang layak, dibandingkan dengan maldivikasi yang tidak relevan dan tidak solutif untuk saat ini. Keberadaan Pulau Pramuka saja sudah mendukung gagasan kawasan pariwisata nasional oleh Presiden RI, belum ditambah dengan Pulau Karya, Pulau Panggang dan pulau untuk wisata lainnya. 

Keberadaan wisata pada pulau-pulau tersebut saja sudah meningkatkan ekonomi penduduk dan bahkan masih bisa dioptimalkan lagi melalui penataan yang berorientasi lingkungan dan peningkatan kepuasan pengunjung wisata. Apakah maldivikasi itu tidak terkesan mubadzir, disaat pulau-pulau wisata yang ada saja sudah mampu menopang kehidupan penduduk dan masih bisa dioptimalkan lagi? Tentunya pemerintah yang diisi oleh insan-insan akademis (mendapatkan nikmat ilmu berupa akses pendidikan tinggi, seperti program sarjana, magister dan doktoral) tentu lebih mampu menjawab pertanyaan tersebut, dibandingkan dengan insan-insan yang hanya mengeyam bangku SMA, SMP, SD atau bahkan tidak sama sekali.

Di sisi lain, maldivikasi di perairan Semakdaun (laut berekosistem karang) tentunya akan membutuhkan reklamasi agar konstruksi dapat berdiri di atas laut. Hal ini secara gamblang dijelaskan oleh Bupati setempat saat mempresentasikan video master plan maldivikasi Perairan Semakdaun tersebut. Rencana pembangunan "maldive" Indonesia tersebut jelas berupa pembangunan konstruksi di atas laut. Hal ini akan menghancurkan ekosistem karang seluas 315 ha, memusnahkan ikan dan secara langsung menghambat penduduk Pulau Seribu, terutama Pulau Pramuka, Pulau Karya dan Pulau Panggang yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Sangat ironis jika pasca maldivikasi, muncul berita bahwa Pulau Panggang susah ikan. Hal ini akan menjadi beban berat bagi kepemimpinan pemerintah di saat itu.

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

MZ, salah satu tokoh masyarakat di Pulau Panggang, menolak rencana maldivikasi ini karena dinilai sangat-sangat merugikan kehidupan generasi saat ini umumnya dan generasi penerus khususnya. Di sisi lain, penduduk Pulau Panggang menunjukkan sikap yang beragam, berupa penolakan, penerimaan maupun ketidakpedulian (apatis). Urgensi dari isu ini sejatinya bukan terkait setuju, tidak setuju atau apatisnya penduduk, tetapi lebih kepada tidak transparannya kronologis rencana ini hingga menjadi video master plan utuh yang dapat di akses dalam https://www.youtube.com/watch?v=axMEfZdBkGs, kurangnya partisipasi penduduk dalam sosialiasi, kajian dan diskusi terkait rencana ini serta apakah manfaat maldivikasi ini diterima oleh penduduk Pulau Seribu (terutama penduduk Pulau Pramuka, Pulau Karya dan Pulau Panggang sebagai pulau berpenghuni terdekat dengan perairan Semakdaun)?

Transparansi kronologi rencana maldivikasi dan partisipasi penduduk dalam rencana tersebut perlu ditingkatkan agar rencana ini tidak menjadi isu kontroversial, dapat disosialisasikan, serta dapat didiskusikan secara rasional, analitik, kritis, universal, sistematis, objektif dan spiritual dalam kerangka tata negara yang berasas kedaulatan rakyat. Kajian alam dan sosial secara analitik dan komprehensif oleh akademisi dan peneliti perlu dilakukan agar tidak menimbulkan kemudharatan dalam jangka pendek dan utamanya jangka panjang. Dapat disimpulkan bahwa perairan Semakdaun dengan ekosistem karang dan manfaatnya bagi penduduk setempat perlu dijadikan dasar pemikiran terkait glorifikasi maldivikasi ini.  

Maldivikasi akan menjadi relevan dan solutif, setelah kompleksitas permasalahan multidimensi di Pulau Panggang telah mampu diselesaikan oleh pemerintah (pemimpin durasional) setempat sebagai pelayan rakyat dan rakyat sebagai pendukung pemerintah. Keberkahan, amal, syukur, terima kasih dan doa tentunya akan mengalir deras kepada pemerintah setempat, jika programnya relevan, solutif dan bermanfaat terhadap  permasalahan multidimensi yang kompleks dan ada saat ini.

Secara garis besar, tulisan ini hanyalah bentuk relevansi dari Pasal 28 UUD NRI 1945 pasca orde baru dan tidak akan mungkin sempurna karena ditulis oleh manusia. Jika tulisan ini dapat hidup menjadi manusia melalui izin Tuhan, tentunya ia akan berusaha dan berproses menjadi manusia fitrah paripurna yang berperan sebagai pengelola bumi, hamba Tuhan yang beribadah, menjadi rahmat bagi alam dan bermanfaat bagi sesama, melalui cara yang sederhana, yaitu didengar, dipahami dan diberikan feedback dari pembaca sebagai manusia yang sudah fitrah paripurna maupun yang belum (sedang belajar menjadi manusia fitrah paripurna). Maha Benar Tuhan, Zat yang sudah ada sebelum kata ada itu ada, akan selalu ada setelah kata ada itu tiada dan tidak butuh kata ada untuk menjadi ada.

Daftar Pustaka

Effendi I, Suprayudi MA, Nurjaya IW, Surawidjaja EH, Supriyono E, Junior MZ, Sukenda. 2016. Kondisi oseaonografi dan kualitas air di beberapa perairan Kepulauan Seribu dan kesesuaiannya untuk budidaya udang vaname Litopenaeus vannamei. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 8(1):403--417.

[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V. Jakarta(ID):Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Rositasari R, Puspitasari R, Nurhati IS, Purbonegoro T, Yogaswara D. 2017. 5 dekade LIPI di Teluk Jakarta. Jakarta Utara(ID):Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sahibuddin MQ. 2015. Analisis efisiensi tataniaga ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) pada kelompok tani sea farming di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepualauan Seribu Utara Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu[skripsi]. Bogor(ID):Institut Pertanian Bogor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun