Mohon tunggu...
RESTI RAHMAWATI
RESTI RAHMAWATI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran

Hallo!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Starling? Apa Kabar?

30 Desember 2021   14:29 Diperbarui: 30 Desember 2021   14:35 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kedua kaki itu bergerak mengayuh sepeda, menyusuri jalanan ibu kota di antara riuhnya kendaraan. Tidak, dia tidak sedang bersepeda dengan geng bapak -- bapaknya atau berspeda menikmati waktu luang dengan istri tercinta. Bukan juga untuk selfie demi kebutuhan instrasory media sosial, bapak itu sedang mencari rezeki untuk keluarganya di kampung halaman. Seperti kata orang, Jakarta itu keras! Jadi walaupun ditengah teriknya panas maupun dinginnya malam, dia tetap semangat mengayuh sepeda dengan harapan ada secercah rezeki lewat hamba Tuhan. Asap kendaraan bukanlah hambatan, banyaknya saingan bukanlah alasan untuk menyerah.

Syafi namanya, seorang starling (Starbucks Keliling) yang berasal dari Madura, berawal dari diajak saudara iparnya ke Jakarta pada tahun 2008 sampai sekarang konsisten 2021. Dari banyaknya pekerjaan lain yang dapat dilakoni, dia memilih bekerja sebagai seorang starling. Harga kopi pun dari tahun 2008 sampai sekarang tahun 2021 mengalami kenaikan.

"Kalau nggak salah, kopi waktu itu masih harga Rp 2000 perak. Satu gelas. Es tuh gaada, cuma kopi doang. Sampai 2-3 tahun, baru naik.  Dari 2008, 2009, 2010, naik. 2010, harganya Rp 2500. Baru 2011, udah Rp 3000. Terus, 2011 sampai 2019, masih Rp 3000. Baru 2020, harganya Rp 4000, " seperti dilansir dari channel youtube Asumsi: Kerah Biru: Starling atau Kopi Keliling Gowes Sepeda Untuk Cari Rezeki, Bukan Instastory.

Sepeda ditata sedemikian rupa, alat -- alat seperti termos es, termos air panas dan gelas plastik ditata seefisien mungkin. Bahan dagangannya yang berupa kopi dan minuman sachetan lainnya diatur sedemikian rupa supaya rapi dan tidak jatuh, karena kalau dibiarkan tidak teratur barang -- barang diatas sepeda bisa saja jatuh ketika sepeda sedang dikayuh.

Walaupun Syafi tahu starling adalah kepanjangan dari Starbucks keliling, tetapi dia tidak tahu seperti apa dan bagaimana rasanya Starbucks. Ketika ditantang untuk meminum kopi starbucks, dia menganggap kopi yang dibuatnya jauh lebih enak dari kopi tersebut.

"Kok pahit sih? Mungkin lidah saya, apa gimana? Kok rasanya kayak gitu. Kalau menurut saya, daripada ginian, mendingan kopi saya aja. Ini kalau menurut saya, bagusan bungkusnya aja. Kalau masalah rasa mah, kita boleh coba gitu. Sama kopi kita ini. Apalagi, kopinya orang Madura, wih, mantap," kata Syafi sambil mengerutkan kening heran.

Selain rasanya pahit, Syafi juga menganggap kopi Starbucks kemahalan jika dibandingkan dengan kopi miliknya. Jika  di Starbucks dengan uang Rp 50.000 hanya mendapat 1 gelas kopi, maka di Syafi akan mendapat sekitar 20 gelas kopi.

Selain Syafi ada juga Pak Kumis, seorang starling yang sudah berjualan di Bundaran HI, Jakarta Pusat selama 11 tahun, dia berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Pak Kumis mulai berjualan pada tahun 2010 sampai sekarang, bermula berjualan di HI kemudian merasa nyaman berjualan disana dan sampai sekarang tetap berjualan di HI. Walaupun menurutnya anak muda sudah jarang datang karena terlalu banyak aturan, berbeda dengan zaman dulu dimana HI selalu ramai oleh anak muda.

Setelah  11 tahun menjadi seorang starling, tentu Pak Kumis mempunyai pelanggan tetap. Menurutnya, ada sekitar 90% penghuni Plaza Indonesia yang sudah menjadi pelanggan tetapnya.

"Iya, di sini, di Plaza Indonesia, costumer saya semua ini, banyak sekali disini customer langganan saya. Waduh, banyak sekali. Mungkin sekitar 90%. Langganan saya, banyak sekali disini," ucap Pak Kumis dengan begitu bersemangat sambil menujuk sebuah gedung tinggi.

Bahkan, sampai ada pelanggan yang menelpon Pak Kumis untuk menanyakan keberadaanya ketika sedang libur. Ketika tau Pak Kumis tidak ada, pelanggan tersebut masuk lagi ke dalam Plaza Indonesia. Mungkin karena pelanggan tersebut sudah nyaman dengan Pak Kumis jadi dia lebih memilih untuk tidak membeli jika bukan Pak Kumis penjualnya.

Selama 11 tahun berjualan, tentu Pak Kumis tahu bagaimana cara menyajikan kopi yang baik dan benar. Menurutnya, kopi hitam itu tidak akan matang jika airnya tidak mendidih, sedangkan termos yang digunakan berjualan berkualitas standar jadi airnya hanya mendidih selama 4 jam. Lebih dari itu sebenarnya air tersebut tidak bisa dipakai untuk kopi hitam, maka dari itu Pak Kumis selalu membawa kompor portable untuk memasak air. Pak Kumis menjadi satu -- satunya starling di HI yang mempunyai kompor portable.

Menjadi starling ini hanya mempunyai 1 tantangan, yakni satpol PP. Karena ya memang starling ini melanggar aturan, starling dianggap mengganggu pengguna jalan troroar. Ketika ada razia oleh Satpol PP maka para starling hanya bisa lari pontang -- panting menghindari kejaran, bahkan tak jarang dagangan mereka berjatuhan karena mereka lari dengan sangat tergesa-gesa.

Banyak perubahan yang terjadi di HI yang menyebabkan omset para starling turun, mereka harus mengumpulkan sedikit demi sedikit uang untuk dikirimkan kepada keluarga. Mereka dituntut memenuhi kebutuhan hidup keluarganya di kampung halaman, dan menjadi starling ini merupakan jalan yang mereka pilih. Bahkan, Pak Kumis berprinsip selama dia masih diberi keselamatan dia akan terus menjadi starling. Keputusan tersebut di ambil sebagai hasil dari renungannya di setiap malam. Pak Kumis percaya bahwa rezeki itu pasti ada dan mana saja.

"Rejeki itu kadang -- kadang nggak bisa ....Ah nanti aku jam 7 pasti rame. Nggak bisa. Aneh, kadang -- kadang. Aneh. Mustahil. Aneh. Rejeki itu datangnya mustahil, tapi kalau kita percaya sama Allah, itu nggak aneh," ucap Pak Kumis.

emoga para starling di seluruh Indonesia tetap bertahan sebagai sebuah kearifan lokal dan terus hidup sebagai sebuah mata pencaharian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun