"Jelas bukan kios Merah, Kuning atau Hijau, tapi Biru. Â Di keemasan botol dari kios Biru tertulis, bahwa itulah air yang diambil dengan teknologi mutakhir yang sudah disempurnakan."
"Sebentar, kios Biru yang mana dulu? Â Yang benar-benar asli adalah air ajaib yang dijual di kios Biru yang diambil di pagi hari. Â Bukan sembarang kios Biru. Â Selain Biru yang ini, airnya palsu. Â Sebab ada tertulis pada brosur ini, akan banyak kios lain yang menjual air ajaib palsu. Â Dan itu terbukti dengan adanya kios langgananmu!"
Dan para pelanggan fanatik pun saling ramai bertengkar, membela kios-kios favorit mereka masing-masing dengan dalil dan ayat yang mereka pahami dengan ilmu sebanyak air dalam botol.
Suara air sungai yang mengalir di balik kios yang berjejal, sudah lama tidak terdengar lagi, tertutup kebingaran suara para pelanggan fanatik yang kini saling merusak kios yang bukan favoritnya. Â Para pemilik kios bingung akan apa yang terjadi dan tak dapat mengatasi keadaan yang sudah terlanjur rusuh, sebagian mencoba meredakan amarah para pelanggan, sebagian lagi ikut dalam kerusuhan dan membakar semangat pelanggannya untuk menghancurkan kios di sebelahnya.
Para pelanggan dan pemilik kios yang tidak menghendaki kerusuhan menangis sambil terus mencoba menyiram orang-orang yang bertikai dengan air dalam botol dari kios mereka, dengan harapan air itu dapat meredakan amarah orang-orang yang bertikai, namun sia-sia. Â
Dan air dalam sungai pun masih mengalir, jernih dan sejuk, cukup untuk semua orang datang kepadaNya dan bersama menyelami kemurnian yang membebaskan dari segala macam penyakit dan permasalahan. Â Ia menanti kedatangan semua orang untuk merasakan kesejukannya, kelak.
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H