Ya, memang saya bicara tentang Ahok. Â Lihat apa yang terjadi padanya? Â Nope, tunggu..., bukan, saya tidak berniat membahas drama yang tercipta sehingga ia bisa masuk bui. Â Seperti pada trilogi saveNKRI #1, di sini pun saya ingin sedikit membahas tentang para Ahokers yang menjadi fans beratnya. Yang begitu tergila-gila padanya. Â Yang bersikap seolah Ahok adalah sosok yang luar biasa, satu-satunya orang jujur, bersih, hebat, berani, tegas, bla bla bla.
Saya katakan dengan tegas: Anda salah, jika beranggapan seperti itu.
Ahok adalah pemimpin dari para pelayan masyarakat di DKI.  Ia bekerja karena dipilih dan dibayar.  Tidak ada kehebatan yang luar biasa yang ia lakukan.  Ia hanya bertindak tegas, memecat anak buahnya yang tidak melayani dengan benar.  Ia hanya bertindak jujur dan menolak melakukan korupsi.  Ia memerangi praktek marking up pada badan-badan yang menjadi tanggung jawabnya.  Ia hanya memberdayakan warga kelas bawah agar mereka bisa menjadi pasukan warna-warni yang bergaji layak.  Memberikan kehidupan yang layak bagi penghuni bedeng liar di bantarain sungai yang kumuh, mengubahnya menjadi ruang terbuka yang indah dan dapat dinikmati warganya.  Tidak ada yang istimewa dari semua hal itu, ia hanya melakukan tugasnya dengan benar.
Apakah melakukan tugas dengan benar sudah menjadi hal yang sangat istimewa saat ini? Â Sehingga ia menjadi begitu fenomenal, mengundang entah berapa banyak airmata dan tentu saja pertengakaran antara pendukung dan pembencinya. Â Melakukan tugas dengan benar, berlaku jujur, tegas terhadap pelaku kesalahan, menolak melakukan kesalahan, adalah hal standard yang sebenarnya Anda dan Saya bisa lakukan. Â Jika hal standard seperti itu menjadi hal yang sangat fenomenal, maka saya terpaksa curiga, bahwa kita telah terlalu lama terpapar virus, sehingga saat melihat orang yang sehat, kita berfikir itu suatu hal yang luar biasa. Â Kita lupa, bahwa kita sangat mampu untuk berbuat seperti itu. Â Kita lupa, bahwa seharusnya yang tidak biasa adalah yang melakukan tindakan kecurangan, yang korupsi, yang tidak jujur. Â
Kita. Â Anda dan Saya. Â Kita bisa memutuskan rantai perkembangan virus itu. Â Kita bisa menyembuhkan penyakit ini, jika tidak hari ini, mungkin tahun depan. Â Jika tidak tahun depan, mungkin 5 atau 10 tahun ke depan. Â Tapi ada langkah yang kita ambil saat ini. Â Jika kesembuhan total itu bisa tercipta hanya pada saat anak-anak kita tumbuh dewasa, setidaknya kita bisa berharap negeri ini pada saatnya nanti akan menjadi sehat. Â
Kelak pada masa itu, painkiller tidak dibutuhkan lagi karena negeri ini tidak lagi sakit. Â Di mana berbuat jujur, bekerja sesuai dengan kewajibannya, tidak korupsi, adalah perbuatan yang normal, yang tidak aneh. Â Di mana tidak melakukan kejahatan bukan karena sekedar takut hukum, namun karena kesadaran bahwa pada dasarnya manusia tidak suka kejahatan, dijahati dan menjahati. Â Ayat-ayat suci, tidak lagi dijadikan alat murahan untuk menutupi penyakit-penyakit menular. Â Agama tidak lagi dijadikan komoditas politik untuk menggerakan massa, karena rakyat yang telah menemukan kesadarannya tidak akan mudah diperalat. Â
Save NKRI, bukan tugas presiden, atau pejabat negara. Â Kita Indonesia. Anda dan Saya. Â Kita putuskan rantai penyakit yang telah menjangkiti Ibu Pertiwi bertahun-tahun lamanya. Â
Selamat Ulang Tahun Pancasila, tetaplah kuat, tetaplah gagah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H