Sumber Gambar : Hidayatullah.com
Shalahudin Al Ayyubi atau nama lengkapnya Al-Malik An-Nasir Shalahuddin Yusuf ibn Ayyubi ibn Syadzi Ibn Marwan atau saladin yang memiliki arti "dia yang taat kepada agama". Beliau lahir pada tahun 532 Hijriah/1138 Masehi di Tikrit Irak sebuah kota tua yang  jaraknya lebih dekat ke Baghdad daripada ke Mosul. Kedua orangtuanya berasal dari Duwain (Dvin) daerah di Azerbajian. Ayahnya bernama Najmuddin Ayub yang pada saat itu memegang jabatan sebagai penguasa benteng Tirkit. Shalahudin Al Ayyubi berasal dari keluarga suku Kardi yang memiliki nasab dan kedudukan mulia. Keluarga ini berasal dari keluarga yang terhormat. Suku Kurdi dikenal juga dengan sebutan Rawadiyah dari marga Hazian.
Pada tahun 534 H, ayah Shalahudin Al Ayyubi yaitu Najmuddin Ayyub diangkat sebagai penguasa Balbek oleh Nurrudin Mahmud Zanki. Selama tinggal di Balbek, Al Ayyubi belajar berbagai ilmu agama. Selanjutnya ia beserta keluarganya pindah ke Damaskus atas perintah Mu'inuddin Unur yang merupakan lawan dari Imaduddin Zanki untuk menjalin kerja sama melawan invasi Pasukan Salib. Selama tinggal di  Balbek atau Damaskus Al Ayyubi mendapat pendidikan yang setara dengan anak seorang penguasa. Beliau selalu mendatangi tempat-tempat untuk belajar membaca, menulis, menghafal Al-Quran, belajar Fiqih dan Syair serta kaidah bahasa dan dasar-dasar nahwu para ulama.
Sehingga tidak heran jika saat dewasa dan menjadi pemimpin, ia menggunakan seluruh pengetahuannya untuk mengatur dan menjalankan pemerintah. Selain belajar tentang ilmu keagamaan, Al Ayyubi juga banyak belajar ilmu peperangan,. Karena ia hidup dikawasan yang berada diantara para tentara perang, sehingga Al Ayyubi ikut berlatih melempar tombak, menunggang kuda, berburu, dan latihan lainnya yang berhubungan dengan peperangan. Sehingga Shalahudin Al Ayyubi memiliki keahlian, Â kepandaian, dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, serta mampu belajar perang dengan baik. Â Perkembangan ilmu keagamaan yang ia miliki tidak terlepas dari sang ayah yang merupakan ahli dalam beribadah, dan keahlian berperang ia dapatkan dari sang paman yang merupakan panglima militer.
Pada sekitar tahun 1000-an telah terjadi suatu peperangan besar dan berkepanjangan yang terkenal dengan sebutan Perang Salib. Mengapa disebut Perang Salib? Karena dalam peperangan tersebut para prajurit Kristen menggunakan tanda-tanda salib pada pakaian dan pesenjataan mereka, selain memang dipimpin oleh Raja Kristen. Salah satu faktor penyebab dari perang ini yaitu "tanah suci" (Israel-Palestian sekarang) secara silih berganti dikuasai oleh raja-raja Islam. Sedangkan Masyarakat Barat menganggap tanah suci itu milik mereka dan berusaha merebutnya dari penguasa lain.
Perang Salib dimulai ketika Paus Urbanus II menyerukan maklumat untuk merebut wilayah-wilayah Kristen yang dikuasai oleh umat Islam. Perang Salib I kaum muslimin mengalami kekalahan atas Pasukan Salib karena pada saat itu kaum Muslimin terpecah belah. Tentara Salib mengalami kemenangan besar. Mereka berhasil menaklukkan Nicea dan  Raha (Edessa).  Disini mereka mendirikan Country Edessa dengan Baldwin sebagai rajanya.selain dua wilayah tadi, Tentara Salib juga berhasil menaklukkan beberapa wilayah lainnya yaitu Antokia, dan Baitul Maqdis (Yerussalem).
Adapun Perang Salib II merupakan masa kebangkitan dari kaum Muslimin. Perang salib II tercetus akibat jatuhnya Country Edessa. Pasukan Salib dipimpin langsung oleh Raja Prancis, Louis VII dan Raja Jerman, Conrad II. Mereka akan merebut wilayah Kristen Syiria, namun gerak maju mereka dihambat oleh Syeikh Nuruddin Zengi. Sehingga Pasukan Salib tidak berhasil memasuki Damaskus. Louis VII dan Conrad II melarikan diri pulang ke negerinya. Pada tahun 1174 Syeikh Nurrudin Zengi wafat, sehingga pimpinan perang dilimpahkan kepada Sultan Shalahuddin Al Ayyubi yang kemudian mendirikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir. Hasil peperangan Shalahuddin yang terbesar yaitu merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187.
Jatuhnya Yerussalem ke tangan kaum Muslim sangat memukul perasaan Tentara Salib. Sehingga mereka menyusun rencana balasan. Tentara Salib yang dipimpin oleh Frederick Barbarossa (Raja Jerman ), Richard The Lion Heart (Raja Inggris), dan Philip Augustus (Raja Prancis) memunculkan Perang Salib III. Pasukan ini mulai bergerak pada tahun 1189 dengan melalui dua jalur yang berbeda. Pasukan Richard dan Philip melalui jalur laut dan Pasukan Barbarossa melalui jalur darat dengan melewati Konstatinopel pada saat itu pasukan ini merupakan pasukan terbanyak di Eropa. Namun, Barbarossa meninggal di daerah Cilicia akibat tenggelam di sungai. Â
Sebelum menuju tanah suci, Richard dan Philip sempat menguasai Siprus dan mendirikan Kerajaan Siprus. Meskipun mereka mendapat tantangan yang berat dari Shalahuddin Al Ayyubi, tetapi mereka berhasil merebut Akka yang kemudian dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Latin. Namun, mereka tidak berhasil memasuki wilayah Yerussalem karean tak mampu melewati paukan Shalahuddin.
Perang ini diwali dengan penyerangan pasukan Salib ke wilayah Acre yang kemudian berhasil mereka kuasai pada tahun 1191 M. Namun, meski pasukan Salib meraih kemenagan atas Acre, Perang Salib ketiga berakhir dengan tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak pada tahun 1192 M.
Dalam Perang Salib III ini Shalahuddin Al Ayyubi bersama pasukan kaum Musliminnya menyusun beberapa strategi untuk melawan Pasukan Salib. Apa saja itu? yuk, mari kita simak. Pertama,ekspansi wilayah. Strategi ini dilakukan untuk menyatukan kembali umat muslim agar mampu memperkuat kekuatan  melawan Pasukan Salib yang telah menguasai Jerussalem selama hampir dua abad.
Dikawasan Afrika lebih tepatnya di negara Mesir, Shalahuddin Al ayyubi mulai membangun sebuah negara, terutama membangun tembok-tembok pengamanan di sekeliling kota Fustat dan Kairo, serta sepanjang pegunungan Muqottom. Shalahuddin Al Ayubbi juga membangun istana yang besar. Setelah  menguasai wilayah Mesir, kemudian Shalahuddin Al Ayyubi menguasai wilayah Syiriah untuk membuka jalan bagi eskpansi yang lainnya. Selain di Mesir dan Syiriah, Shalahuddin Al Ayyubi menyiarkan agama Islam sampai ke Damaskus dan kemudian berkembang menuju kota Himsh. Seiring meluasnya wilayah kekuasaan Islam, maka bertambah pula pasukan umat Muslim.
Dari abad ke-11 samapai ke abad 16, pada letak geografis yang berbeda, terbentuklah sebuah kerajaan yang saling menggantikan kedudukan satu dengan kedudukan lainnya sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan pusat Islamisasi. Shalahuddin Al Ayyubi selanjutnya melakukan ekspansi ke wilayah Sudan. Pemerintahan yang ada pada saat itu menginginkan Shalahudin Al Ayyubi dan pasukannya keluar dari Sudan. Orang-orang Sudan mengundang orang-orang Eropa ke Mesir, ketika pasukan Muslim berada di Mesir pasukan Eropa memerangi pasukan Islam. Orang-orang yang berada dibelakang Sudan diketahui oleh Shalahuddin Al Ayyubi dan paham alan visi dan misinya.
Shalahudin Al Ayyubi sedikit demi sedikit melakukan visi dan misinya untuk menguasai wilayah Sudan. Dia memecat seluruh pegawai khilafah dan segala sesuatunya berada dikendali Shalahudin Al Ayyubi. Setelah pusat pemerintah tau akan hal tersebut, mereka marah dan berniat membunuh Shalahuddin Al Ayyubi. Pasukan Tentara Sudan bermaksud memerangi Shalahuddin Al Ayyubi dan pasukannya, maka pasukan Islam berkumpul melawan pasukan Sudan dan trjadilah peperangan diantara kedua belah pihak. Akhir dari peperangan tersebut ialah adanya perjanjian dari pihak tentara Sudan dan tentara Islam untuk perdamaian di Sudan.
Strategi kedua, yaitu sikap toleransi yang dimiliki oleh Shalahudin Al Ayyubi. Dimana dia tidak membalas apa yang telah dilakukan oleh Pasukan Salib kepada Pasukan Muslim  ketika pasukannya berhasil menguasai Yerussalem yaitu pasukan Salib membantai Pasukan Islam secara keseluruhan. Shalahuddin Al Ayyubi membiarkan umat Kristen hidup dengan aman, dan diberi kebebasan untuk tetap beribadah di Baitul Maqdis secara hikmat dengan pengamanan yang ketat.
Strategi yang ketiga, kesiapan senjata, teknik pertempuran, benteng-benteng pertahanan disiapkan secara matang agar dapat mengalahkan pasukan Salib. Komposisi pasukan Muslim pada saat itu terdiri dari atas gabungan kastria suku, wajib militer, sukarelawan, dan prajurit-prajuti profesional. Para prajuri profesional ini hanya berasal dari satu wilayah saja, mereka berasal dari budak-budak militer. Pasukan Shalahuddin Al Ayyubi sendiri berasal dari gabungan pasukan profesional Kurdi, Turki, dan prajurit-prajurit budak. Selain mengandalkan pengawal-penngawalnya, Shalahuddin Al Ayyubi juga mengandalkan putra-putranya, sepupu, saudara, keponkana, dan kerbat-kerabat lainnya yang dibentuk di pos-pos di seluruh wilayah kekuasaannya.
Pada masa Shalahuddin Al Ayyubi, terdapat beberapa persenjataan yang dibuat oleh Ibn Al-Abraqi dari Aksadri, terutama yang dibuat adalah panah. Selain itu juga terdapat mesin-mesin perang seperti pelempar batu, alat pendobrak, menara-menara pengintai, dan penggunaan senjata Yunani. Shalahuddin Al Ayyubi menggunakan mesin pengepungnya, yaitu memasah sebuah batu besar yang ditempatkan di sendok yang terpasang diujung pengungkit, kemudian dilepaskan hingga batu tersebut jauh mengenai lawan. Selain itu juga ada senjata alat berat yang dirancang untuk menyerang musuh dari jarak dekat yang biasanya terbuat dari besi dan memiliki beberapa nama yang berbda. Seperti dabbus (lembing yang seluruhnya terbuat dari besi), 'amud (gada yang gagangnya kayu, tabar (mata pisau setengah lingkaran dengan gagang kayu atau logam), jukan (pisau belati). Untuk senjata yang digunakan jarak jauh yaitu busur.
Selain persenjataan, terdapat juga baju besi yang biasa digunakan dalam sebuah peperangan. Tetapi, tidak semua prajurit mengenakan baju besi tersebut. Karena pada masa itu baju besi masih menjadi hak progresif sekelompok elit.
Untuk melindungi diri, pasukan Salib membangun benteng-benteng pertahanan ditepi laut, karena Pasukan Salib telah mengetahui bahwa Pasukan Islam memiliki kelemahan pada pertempuran laut. Sedangkan pasukan Muslim jaringan bentengnya hanya terdapat di perbatasan-perbeatsan Islam, baik untuk pertahanan maupun untuk menampung prajurit yang akan memperluas wilayah. Â Umat Islam juga lebih memilih berlindung dibalik kota-kota berdinding dan membangun benteng-benteng yang kuat di dalamnya. Seiring terjadinya peristiwa-peristiwa dalam Pernag Salib, benteng miliki Umat Islam mengalami banyak perubahan dan peningkatan drastis. Benteng tidak hanya dibangun ditempat tinggi saja, tetapi juga dilakukan penggalian dan penempatan benteng dipinggir-pinggir pelabuhan.
Srategi keempat, shalahuddin menggunakan taktik perang Gerilya, yaitu melakukan penyerangan terhadap musuh secara tiba-tiba dan memperoleh kemenangan sebelum musuh mampu menghimpun kekuatannya. Pasukan Shalahuddin melancarkan serangan secara beruntun ke kota Akka, Shafariyah, Nashirah, Qaisariyah, Nablus, Darum, dan menaklukkan semuanya, kecuali kota Shuar, karena ketangguhan pertahanannya.
Kemenangan umat Islam ini juga diraih karena pasukan Kristen terpecah belah. Para penguasanya sudah tidak bekerja sama dan saling bermusuhan. Lalu pada tahun 1193 M Shalahuddin Al Ayyubi wafat. Meskipun ia telah berhasil memenagkan perang Hittin dan meraih kembali Kota Yerussalem, ia masih gagal merebut kembali kita Tirus dan membersihkan seluruh kawasan di Mediterania Timur dari cengkaraman Pasukan Salib
Sumber :
Aulia, M.(2017)Strategi Shalahuddin Al Ayyubi dalam Perang Salib III (1187-1192). (skripsi) Universitas Islam Negeri Raden Patah Palembang
Budiman, M. Perang Salib III (The Crusade) Pengaruh dan Pemikiran Terhadap Peradaban Isalm.
Djaja, W.(2018) Sejarah Eropa Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern. Yogyakarta: Ombak
Lestari, E.P.(2020) Strategi Shalahuddin Al Ayyubi Dalam Mengambil Alih Yerusalem 1187-1192 M) (skrips) Univrsitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Uluwan, A.N, Shalahuddin Al-Ayyubi Meniti Jalan Pembebasan Tanah Palestina, 117
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H