Dikawasan Afrika lebih tepatnya di negara Mesir, Shalahuddin Al ayyubi mulai membangun sebuah negara, terutama membangun tembok-tembok pengamanan di sekeliling kota Fustat dan Kairo, serta sepanjang pegunungan Muqottom. Shalahuddin Al Ayubbi juga membangun istana yang besar. Setelah  menguasai wilayah Mesir, kemudian Shalahuddin Al Ayyubi menguasai wilayah Syiriah untuk membuka jalan bagi eskpansi yang lainnya. Selain di Mesir dan Syiriah, Shalahuddin Al Ayyubi menyiarkan agama Islam sampai ke Damaskus dan kemudian berkembang menuju kota Himsh. Seiring meluasnya wilayah kekuasaan Islam, maka bertambah pula pasukan umat Muslim.
Dari abad ke-11 samapai ke abad 16, pada letak geografis yang berbeda, terbentuklah sebuah kerajaan yang saling menggantikan kedudukan satu dengan kedudukan lainnya sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, dan pusat Islamisasi. Shalahuddin Al Ayyubi selanjutnya melakukan ekspansi ke wilayah Sudan. Pemerintahan yang ada pada saat itu menginginkan Shalahudin Al Ayyubi dan pasukannya keluar dari Sudan. Orang-orang Sudan mengundang orang-orang Eropa ke Mesir, ketika pasukan Muslim berada di Mesir pasukan Eropa memerangi pasukan Islam. Orang-orang yang berada dibelakang Sudan diketahui oleh Shalahuddin Al Ayyubi dan paham alan visi dan misinya.
Shalahudin Al Ayyubi sedikit demi sedikit melakukan visi dan misinya untuk menguasai wilayah Sudan. Dia memecat seluruh pegawai khilafah dan segala sesuatunya berada dikendali Shalahudin Al Ayyubi. Setelah pusat pemerintah tau akan hal tersebut, mereka marah dan berniat membunuh Shalahuddin Al Ayyubi. Pasukan Tentara Sudan bermaksud memerangi Shalahuddin Al Ayyubi dan pasukannya, maka pasukan Islam berkumpul melawan pasukan Sudan dan trjadilah peperangan diantara kedua belah pihak. Akhir dari peperangan tersebut ialah adanya perjanjian dari pihak tentara Sudan dan tentara Islam untuk perdamaian di Sudan.
Strategi kedua, yaitu sikap toleransi yang dimiliki oleh Shalahudin Al Ayyubi. Dimana dia tidak membalas apa yang telah dilakukan oleh Pasukan Salib kepada Pasukan Muslim  ketika pasukannya berhasil menguasai Yerussalem yaitu pasukan Salib membantai Pasukan Islam secara keseluruhan. Shalahuddin Al Ayyubi membiarkan umat Kristen hidup dengan aman, dan diberi kebebasan untuk tetap beribadah di Baitul Maqdis secara hikmat dengan pengamanan yang ketat.
Strategi yang ketiga, kesiapan senjata, teknik pertempuran, benteng-benteng pertahanan disiapkan secara matang agar dapat mengalahkan pasukan Salib. Komposisi pasukan Muslim pada saat itu terdiri dari atas gabungan kastria suku, wajib militer, sukarelawan, dan prajurit-prajuti profesional. Para prajuri profesional ini hanya berasal dari satu wilayah saja, mereka berasal dari budak-budak militer. Pasukan Shalahuddin Al Ayyubi sendiri berasal dari gabungan pasukan profesional Kurdi, Turki, dan prajurit-prajurit budak. Selain mengandalkan pengawal-penngawalnya, Shalahuddin Al Ayyubi juga mengandalkan putra-putranya, sepupu, saudara, keponkana, dan kerbat-kerabat lainnya yang dibentuk di pos-pos di seluruh wilayah kekuasaannya.
Pada masa Shalahuddin Al Ayyubi, terdapat beberapa persenjataan yang dibuat oleh Ibn Al-Abraqi dari Aksadri, terutama yang dibuat adalah panah. Selain itu juga terdapat mesin-mesin perang seperti pelempar batu, alat pendobrak, menara-menara pengintai, dan penggunaan senjata Yunani. Shalahuddin Al Ayyubi menggunakan mesin pengepungnya, yaitu memasah sebuah batu besar yang ditempatkan di sendok yang terpasang diujung pengungkit, kemudian dilepaskan hingga batu tersebut jauh mengenai lawan. Selain itu juga ada senjata alat berat yang dirancang untuk menyerang musuh dari jarak dekat yang biasanya terbuat dari besi dan memiliki beberapa nama yang berbda. Seperti dabbus (lembing yang seluruhnya terbuat dari besi), 'amud (gada yang gagangnya kayu, tabar (mata pisau setengah lingkaran dengan gagang kayu atau logam), jukan (pisau belati). Untuk senjata yang digunakan jarak jauh yaitu busur.
Selain persenjataan, terdapat juga baju besi yang biasa digunakan dalam sebuah peperangan. Tetapi, tidak semua prajurit mengenakan baju besi tersebut. Karena pada masa itu baju besi masih menjadi hak progresif sekelompok elit.
Untuk melindungi diri, pasukan Salib membangun benteng-benteng pertahanan ditepi laut, karena Pasukan Salib telah mengetahui bahwa Pasukan Islam memiliki kelemahan pada pertempuran laut. Sedangkan pasukan Muslim jaringan bentengnya hanya terdapat di perbatasan-perbeatsan Islam, baik untuk pertahanan maupun untuk menampung prajurit yang akan memperluas wilayah. Â Umat Islam juga lebih memilih berlindung dibalik kota-kota berdinding dan membangun benteng-benteng yang kuat di dalamnya. Seiring terjadinya peristiwa-peristiwa dalam Pernag Salib, benteng miliki Umat Islam mengalami banyak perubahan dan peningkatan drastis. Benteng tidak hanya dibangun ditempat tinggi saja, tetapi juga dilakukan penggalian dan penempatan benteng dipinggir-pinggir pelabuhan.
Srategi keempat, shalahuddin menggunakan taktik perang Gerilya, yaitu melakukan penyerangan terhadap musuh secara tiba-tiba dan memperoleh kemenangan sebelum musuh mampu menghimpun kekuatannya. Pasukan Shalahuddin melancarkan serangan secara beruntun ke kota Akka, Shafariyah, Nashirah, Qaisariyah, Nablus, Darum, dan menaklukkan semuanya, kecuali kota Shuar, karena ketangguhan pertahanannya.
Kemenangan umat Islam ini juga diraih karena pasukan Kristen terpecah belah. Para penguasanya sudah tidak bekerja sama dan saling bermusuhan. Lalu pada tahun 1193 M Shalahuddin Al Ayyubi wafat. Meskipun ia telah berhasil memenagkan perang Hittin dan meraih kembali Kota Yerussalem, ia masih gagal merebut kembali kita Tirus dan membersihkan seluruh kawasan di Mediterania Timur dari cengkaraman Pasukan Salib
Sumber :