Setelah memastikan posisi Mas Agha nyaman, aku melepas dasi, kemeja, sepatu serta kaos kakinya.
"Semoga Allah segera membermu hidayah, Mas," ucapku sebelum pergi meninggalkan kamarnya.Â
**
Kupegang jantungku yang berdebar sangat kuat. Mengucap istighfar sebanyak mungkin hingga hati tenang. Tak terasa air mataku luruh begitu saja.Â
Aku teringat dengan kisah Siti Asiyah dan Fir'aun. Dimana Siti Asiyah yang seorang wanita mulia berjodoh dengan Fir'aun yang tak punya hati itu.Â
"Astaghfirullah hal 'azim. Pantaskah aku menyami diri ini dengan Siti Asiyah, perempuan mulia itu?" Aku hanya seorang perempuan biasa yang sedang berusa memperbaiki diri. Tak pantas sekali aku menyamai diri ini dengan Siti Asiyah.Â
" , , . ," batinku meminta pertolongan-Nya.Â
***
"Sarapan Mas," tawarku pada Agha yang baru saja tiba di dapur.Â
Agha memegangi kepalanya, sepertinya ia pusing. Atau efek al**hol? Ntah aku tidak tau.Â
Aku yang tak mau kejadian kemarin terulang lagi, hari ini sengaja bangun lebih pagi. Demi memasak sarapan untuknya.Â