"Itu kamarmu." Agha menunjuk sebuah ruangan yang berada di sebelah dapur.Â
"Kamarku?" Aku mengerutkan kening, sedikit tidak paham dengan perkataannya.Â
"Iya. Aku menikahimu bukan karena cinta, tapi, hanya untuk penggugur janji anatara Mamah dan almarhum kakekmu."
Benar, pernikahan ini terjadi karena Tante Qila yang memiliki hutang janji pada almarhum kakek. Dulu, kakekku lah yang memberi bantuan modal untuk keluarga Tante Qila membangun bisnisnya.Â
"Jadi, jangan pernah berharap aku akan mencintaimu. Disini sudah tertulis nama seseorang yang tidak akan pernah tergantikan" Ucap Agha seraya menunjuk dadanya sendiri.Â
Sakit? Tentu tidak, aku belum mencintainya. Walaupun aku berharap cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu pada hatiku dan hati Agha. Dan pernikahan ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhir kalinya dalam hidupku.Â
"Terserah apa katamu saja," balasku.Â
"Kamu tenang saja, aku akan tetap memberimu nafkah sebagai kewajibanku."
"Ya, aku juga akan melakukan kewajibanku sebagai istri."
"Hemm, ini kamarku, dan itu ruang kerjaku." Agha memberi taukan beberapa ruangan yang terlihat dari tempat kita berdiri.Â
Aku hanya mengangguk-angguk tanda mengerti.Â