Arin terdiam. Kehilangan kata-kata. Benarkah ia juara 2?Â
"Arin, itu dipanggil, kamu juara 2, sana maju!!" bisik teman yang berdiri di samping Arin.Â
"Ini beneran, aku juara 2?" tanya Arin yang masih belum percaya.Â
"Iya, udah sana, maju!!"Â
Karena Arin tak kunjung maju, Pak Kepala Sekolah pun kembali memanggil nama Arin sebagai siswa berprestasi dari kelas 2C.Â
"Bismillah," gumam Arin sembari melangkah menuju barisan siswa berprestasi lainnya.Â
Acara pengumuman siswa berprestasi dan pembagian hadiah dari para guru telah usai. Kini, Arin dengan mendekap hadiah dari guru, berjalan pulang, bersama Nia yang nampak menekuk wajah. Nia kesal, karena Arin berhasil mengalahkannya, selain itu, juga karena ia tak masuk ke jajaran 3 besar.Â
Arin sungguh bahagia, usahanya belajar lebih giat telah membuahkan hasil. Ia telah berhasil membuktikan pada teman-temanya kalau anak yatim piatu dan miskin sepertinya juga bisa masuk ke jajaran siswa berprestasi.Â
Sejak hari itu juga, tak ada lagi hinaan, cacian, serta bullyan yang Arin dapat. Bahkan, Arin mendapat banyak teman karena kepintarannya. Walaupun begitu, Arin tak pernah sombong ataupun menghina orang lain. Ia selalu menerima siapa saja yang ingin berteman dengannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H