Mohon tunggu...
Ressa Risma Yanti
Ressa Risma Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Take the risk or lose the chance

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekhasan Suku Bajo sebagai Keanekaragaman Kebudayaan di Indonesia

5 Januari 2023   12:30 Diperbarui: 5 Januari 2023   12:35 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut Sudirman Saad (2011) ia mengatakan bahwa bajo berasal dari bahasa Lamaholot yang artinya adalah mendayung perahu. Sebagian besar suku bajo berada di daerah pesisir pantai atau sungai dan pada zaman dahulu masyarakat suku bajo ini sering berpindah-pindah sehigga suku bajo ini tersebar di Indonesia. Dalam catatan sejarah, pada awalnya suku bajo ini masuk ke Indonesia di Sulawesi. Dalam asal-muasal lahirnya suku bajo di Indonesia ini memiliki banyak sekali pendapat, diantaranya yaitu:

Pendapat pertama, mengatakan bahwa suku bajo ini berasal dari Usu', Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Utara. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam buku Lagaligo, didalamnya menyebutkan bahwa: Orang bajo itu asalnya dari Luwu. Pada mulanya mereka bermukim di darat. Tetapi, pada saat pohon wellenrengnge ditebang untuk membangunsebuah armada Sawerigading terjadi suatu banjir bandang yang menimpa daratan tersebut dan disebabkan dari pecahnya burung-burung yang ada di pohon tersebut, sehingga orang Bajo itu hanyut ke laut hingga terdampar di daerah Gowa. 

Setelah peristiwa tersebut suku bajo enggan kembali ke daratan (Luwu). Dari kisah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menyebabkan tradisi dan kebudayaan suku bajo tersebut berasal dari banjirnya daerah Luwu.

Pendapat Kedua, mengatakan bahwa suku Bajo itu berasal dari daerah Johor Malaysia, yang menyatakan bahwa kelompok manusia yang berasal dari Johor Malaysia yang akhirnya tinggal menetap di pesisir pantai dan beberapa pulau yang ada di Indonesia, dimana masyarakat tersebut hanya memiliki sumber kehidupan satu-satunya yaitu dengan bergantung kepada hasil laut.

Pendapat ketiga, mengatakan bahwa Suku Bajo berasal dari Kepulauan Sulu Filipina, hal tersebut dapat dilihat dari segi bahasa dan juga budaya. Dari segi bahasa ada persamaan dalam nama 'Bajo' tersebut, yaitu dengan kata Bajaw, Bajau, Bajao. Dimana kata-kata tersebut merupakan nama bagi penduduk kepulauan Sulu di Filipina.

Pendapat keempat, mengatakan bahwa Suku Bajo ini merupakan keturunan dari bangsa Almozaid. Hal tersebut dikatakan oleh James Kirkman, ia merupakan seorang arkelog Inggris. Ia mengatakan bahwa "Suku Bajun (Bajo) merupakan penduduk tertua di pulau-pulau yang bernama sama. Suku Bajun ini adalah keturunan dari bangsa Almozaid yang hilang dalam cerita sejarawan Portugis Joso de Barros."

Pendapat kelima, berpandangan bahwa suku bajo berasal dari Mesir

Pendapat keenam, berpandangan bahwa suku Bajo berasal dari Punan (Myanmar) Asia Tenggara.

Dari berbagai pendapat tersebut tidak didapat adanya sebuah pertentangan dari berbagai pihak, justru sebaliknya, dengan adannya perbedaan pendapat tersebut dapat di kompromikan. Hal tersebut juga menyebabkan sampai sekarang ini belum ada pendapat yang pasti mengenai asal-usul suku Bajo ini.

  • Kesenian Suku Bajo
  • Tarian Ngigal

Tarian ngigal merupakan tarian tradisional yang berasal dari suku bajo. Biasanya tarian ngigal ini dimainkan bersamaan dengan lagu liligo, yaitu lagu yang sering dimainkan pada saat tradisi duata. Sehingga tarian ngigal ini biasa dipakai untuk penyambutan tamu penting atau pada perayaan upacara upacara tertentu seperti pada pelaksanaan tradisi duata. Pada tradisi duata ini, penari dalam tarian ngigal dimainkan oleh para gadis dengan berpakaian adat untuk menyemangati orang yang sedang diobati supaya dapat kembali menemukan semangat hidupnya. Tidak lupa selain dengan lagu liligo, tarian ini di iringi dengan bunyi gamelan atau gong.

  • Kesenian Genrang Bajo

Suku bajo dikenal sebagai pengembara laut atau suku yang hidupnya berpindah-pindah dari satu pulai kepulau lainnya. Pada mulanya kesenian genrang bajo itu dimulai pada saat peristiwa suku bajo yang ditimpa musibah penyakit yang tiba-tiba sembuh setelah mendengar suara genrang yang terbuat dari kulit ikan. Dengan peristiwa tersebut kesenian genrang bajo mulai berkembang dan dilestarikan oleh komunitas suku bajo.

Kebudayaan music genrang bajo dilaksanakan pada saat upacara-upacara ritual seperti ritual masunna ana pada suku bajo. Sedangkan fungsi genrang bajo pada upacara tersebut yaitu sebagai alat komunikasi bagi roh-roh parah leluhurnya yang telah tindah. Genrang ini di bunyikan supaya para arwah para leluhur dan dewa hilir yang iya percayai sebagai penyelamat mengetahui bahwa masyarakat suku bajo sedang melaksanakan upacara-upacara ritual (SUKRI, 2012).

Genrang bajo juga dipercayai oleh masyarakat suku bajo sebagai peredah sakit apa bila anak keturunannya di sunat. Genrang bajo juga dipercayai sebagai penolak bahaha bagi anak keturunan yang di sunat. Jika tidak membunyikan genrang bajo pada saat di sunat maka roh-roh nenek moyangnya akan merasukinya apabila anak sedang di sunat.

  • Tarian Manca

Tari Manca adalah tarian yang populer di masyarakat suku Bajo. Tarian ini digelar pada saat pesta pernikahan yang resmi. Biasanya tarian ini dibawakan oleh seorang pemanca atau tukang manca. Pemanca ini terdiri dari dua orang, dan keduanya sama-sama membawa pedang. Tarian ini merupakan sebuah tarian yang turun temurun dari nenek moyang mereka. Dimana tukan manca itu sudah dilatih sejak kecil, sehingga pada saat ditampilkan sesuai dengan irama dan juga gendang. Manca bagi masyarakat Bajo melambangkan kesatriaan sejati, karena tarian ini dianggap sebagai bekal untuk penjagaan diri dari mara bahaya. 

Pada saat tarian ini dilaksanakan, para pemancah bisa saling bergantian apabila pemanca tersebut lelah. Umumnya, tarian ini dilaksanakan pada saat pengantin laki-laki dating ke rumah pengantin perempuan, dimana di depan pintu pengantin perempuan sudah ada keluarga yang sudah dekat dengan pengantin laki-laki dan pengantin perempuan tersebut. Hal ini disebut juga dengan istilah nyambo'. Jika pengantin laki-laki disebut dengan nyambo' lille, sedangkan pengantin perempuan disebut dengan nyambo' dinde.

  • Tradisi Suku Bajo

Terdapat salah satu tradisi yang sangat kental dari suku Bajo, yaitu tradisi duata (pengobatan). Tradisi ini merupakan tradisi berupa ritual yang telah diwariskan secara turun temurun dari leluhur suku bajo, yang digunakan sebagai ritual penyembuhan penyakit secara tradisional yang dilakukan sewaktu waktu. Ritual duata ini, dilakukan dalam rangka sebagai sarana permohonan kepada penguasa alam serta menggambarkan prinsip prinsip yang menjelaskan keyakinan mengenai hubungan manusia dengan makhluk penguasa alam, hubungan manusia dengan alam sekitarnya dan makhluk-makhluk metafisik lainnya.

Hal tersebut dapat dilihat pada sistem kepercayaan dari masyarakat lokal itu sendiri dalam memanifestasikan wujud penghormatan dengan bentuk upacara adat/ritual. Dalam pelaksanaannya, ritual duata ini dilakukan di tengah laut dengan cara melarungkan sesajian berupa beras warna warni kedalam laut oleh dukun atau di sebut dengan sandro, hal tersebut dilakukan dengan kepercayaan bahwa memberikan sesajian kepada penguasa laut maka dapat menyembuhkan masyarakat yang sedang sakit.

Suku bajo juga meyakini bahwa pengobatan yang dilakukan dengan ritual duata ini terdapat hal yang harus dipercaya bahwa semua penyakut yang dialami tidak selamanya dapat disembuhkan dengan menggunakan tenaga medis, terlebih masyarakat bajo banyak yang menderita penyakit turunan (duata). Sehingga ritual duata ini dilakukan ketika terdapat masyarakat yang menderita sakit yang secara medit tidak dapat disembuhkan.

Sebelum pelaksanaan ritual duata, seorang dukun harus mengumpulkan sarana/ materi untuk ritual. Sarana atau materi tersebut biasanya dikumpulkan langsung ditempat pasien yang diawasi langsung oleh sandro. Yang kemudian dukun akan melakukan pemeriksaan terhadap tubuh pasien untuk memastikan apakah dapat benar disembuhkan. Proses terbut diawali dengan komunikasi antara sandro dengan roh yang merasuki pasien. Ritual ini dimulai pada pukul 18.00 wita dengan ditandai dengan dukun yang mlakukan prosesi penyiraman (mamandi) terhadap pasien dengan menggunakan air yang sudah diberi mantra dan diiringi bunyi-bunyian tetabuhan gendang tanda dimulainya ritual duata. 

Setelah selesai pasien diminta untuk mengganti pakaian dengan sarung dan tidak boleh keluar rumah sampai ritual selesai. Kemudian dilanjutkan pada pukul 04.00, yaitu memandikan lagi pasien dengan menggunakan air yang sama dengan menggunakan buah mayah untuk mengalirkan air keseluruh tubuh pasien, hal tersebut dilakukan selama tiga hari berturut turut yang tidak lepas dengan bunyi tabuhan irama gendang. Kemudian dalam tahapan terakhir merupakan tahapan permohonan keselamatan dan kesembuhan terhadap penguasa alam, roh-roh penguasa laut, dan leluhur (keke).

  • Keunikan dan Kekhasan Suku Bajo

Suku bajo identik dengan berbagai macam keunikan yang hanya dimiliki oleh suku bajo sendiri, diantara keunikan tersebut terdapat beberapa hal yang menjadi ciri khas dari suku bajo yaitu (Bestari, 2022)

  • Asal suku bajo yang berasal dari Filipina Selatan

Suku bajo merupakan salah satu suku di Indonesia yang ternyata asalnya bukan dari Indonesia melainkan dari daratan filipina tepatnya filipina selatan. Suku bajo merupakan penjelajah laut yang Tangguh dan berkelana dari perairan sulu (filipina) ke Malaysia, Thailand dan Indonesia.

  • Tempat tinggal suku bajo yang unik

Suku bajo memiliki tempat tinggal yang terbilang unik yaitu pemukiman terapung. Perkampungan mereka terletak di atas laut yang dangkal. Antara satu rumah dengan lainnya dihubungkan dengan jalan yang terbuat dari kayu sedangkan perahu digunakan sebagai alat transportasi sehari-hari.

  • Kepandaian dalam menyelam

Suku bajo memiliki keahlian yang dinilai sangat baik dalam hal menyelam. Hal ini dikarenakanmereka mampu menyelam jauh dengan sekali tarikan napas. Mereka juga dalam menyelam tanpa menggunakan pakaian khusus ataupun alat bantu pernapasan.

  • Keunikan ukuran limpa pada suku bajo

Satu lagi hal yang terbilang unik dari suku bajo adalah bagian dari tubuh mereka yaitu limpa yang memiliki ukuran yang besar dari rata-rata. Hal inilah yang menyebabkan suku bajo mampu menyelam dengan sekali tarikan napas. Hasil penelitian menunjukan bahwa organ limpa orang-orang suku bajo ternyata 50 persen lebih besar dibandingkan manusia pada umumnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun