Minggu ketiga kami menolak ikut ke gereja. Mas B langsung menghilang main. Saya ditanya ibu kenapa tidak mau ke gereja, beliau berusaha membujuk tapi kali ini saya bersikukuh menolak. Bagi saya mas A sudah wanprestasi karena tidak memenuhi janjinya yaitu boleh bermain dihalaman gereja sepulang misa dan janji dibelikan jajan yang tidak pernah ditepati. Bagi saya sianak gembul yang doyan makan di php soal jajan sakitnya tuh disiniii (sambil mewek bombay).
Lama saya tidak pernah lagi kegereja karena mas A kemudian mendapat pekerjaan diluar kota. Beberapa tahun kemudian sekali saya diajak lagi kesekolah minggu saat perayaan Paskah . Kali ini saya sudah tidak ingin guling guling ditaman atau berlari larian main petak umpet. Bahkan saya juga tidak ingin mencari telur paskah meski diajak oleh guru sekolah minggu dan para suster. Saya hanya memandangi anak anak kecil ribut mencari telur. Saya sigembul merasa sudah besar dan tidak ingin bermain dengan anak kecil. Meski waktu itu saya baru kelas 2 SD.
 Setelah itu saya tidak pernah lagi kegereja. Sekarang saya hanya kegereja kalau ada kondangan anggota keluarga yang menikah. Mendengarkan paduan suara gereja serasa membawa kembali kenangan masa kecil ketika saya bermain ‘ser etek etek’ dan mencoba mengutil uang kolekte.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H