Wabah penyakit yang menyerang kesehatan global pada awal Desember 2019 menjadi tonggak awal mula dunia sedang berkabung. Â Adanya wabah yang sangat cepat penyebarannya hingga dinyatakannya darurat kesehatan global, karena tidak satu dua negara saja yang terpapar namun hampir semua negara terancam adanya wabah tersebut. Wabah tersebut dikenal sebagai Covid-19, yang mana hingga saat ini tahun 2023 wabah tersebut masih eksis, namun wabah tersebut mulai dianggap biasa untuk beberapa negara, sehingga negara-negara tersebut mulai melonggarkan aktivitas masyarakat.
Hal ini juga dirasakan oleh negeri tirai bambu atau China yang menjadi wilayah pertama yang terpapar Covid-19. Pada saat angka Covid-19 di China sangat tinggi, pemerintah China sempat memberlakukan Zero Covid Policy. Yang mana kebijakan tersebut tuai kontroversi pro dan kontra. Kebijakan ketat yang dirasa bagi pemerintah China adalah hal yang tepat untuk memperkecil tingkat penyebaran Covid-19.Â
Kebijakan tersebut seperti halnya tetap diadakannya lockdown meskipun hanya beberapa masyarakat yang terpapar virus, diadakannya tes massal, diberikan aplikasi pelacak agar pemerintah dapat memantau masyarakat, untuk setiap masyarakat yang telah melakukan kontak dengan masyarakat yang terpapar harus tetap dikarantina meskipun kontak jarak jauh.
Ada beberapa kebijakan yang memang berbeda antar beberapa daerah, namun dalam mayoritasnya kebijakan-kebijakan tersebutlah yang harus digunakan. Kebijakan ini pun juga memberikan dampak yang besar bagi China dan masyarakatnya sendiri.
Secara langsung kondisi China pada saat itu sangat terpengaruhi oleh adanya wabah penyakit tersebut. Sehingga, terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan data tersebut juga dapat ditarik rata-rata pertumbuhan ekonomi China dalam skala periode waktu 1992 kuartal satu hingga 2022 kuartal, sehingga presentase tingkat pertumbuhan ekonomi pada periode tesebut yaitu 8,89 persen.
Selain pertumbuhan ekonomi, dibawah ini terdapat dua data mengenai produk domestic bruto (PDB) per kapita China dalam dollar AS saat ini. Dua data dibawah ini berskala periode tahun 2014 hingga 2021 dan tahun 1960 hingga 2021.
Hal ini juga dapat ditarik sebuah makna bahwa pada tahun 2019 hingga 2021 nilai PDB yang dimiliki oleh China tidak menurun meskipun dalam kondisi yang tidak memungkinkan akibat pandemic Covid-19.Â
Dengan adanya kebijakan pemberantasan Covid-19 sendiri pada saat itu pemerintah China benar-benar ingin mengutamakan keselamatan masyarakatnya dan harus memberhentikan kegiatan perekonomian oleh sebab itu pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil harus dilalui, meskipun begitu pemerintah tetap mengupayakan dimana produk domestic bruto (PDB) tidak mengalami mengalami penurunan hingga tahun 2021.Â
Namun, tentunya dengan segala pemberhentian ekonomi yang diupayakan oleh China memiliki pengaruh terhadap perekonomian global, hal ini dikarenakan negara tidak mampu memasok kebutuhan yang memang sebelumnya didapatkan dari China.
Pada saat ini China sudah mencabut adanya kebijakan zero covid. Dengan dicabutnya kebijakan ini tentu sama saja dengan memberikan kelonggaran kepada masyarakat, sehingga kegiatan perekonomian dapat dilakukan seperti semula meskipun tetap harus waspada. Dikarenakan pada januari 2023 jumlah masyarakat yang terpapar Covid-19 sejumlah 67.833 kasus. Hal tersebut diungkapkan pada data jumlah kasus Covid-19 di China.
Tidak hanya itu, juga diperkirakan bahwa akan ada kenaikan ekspor barang dan jasa daripada sebelumnya. Salah satu negara yang mendapatkan dampak positifnya yaitu Indonesia. Yang mana ekspor nonmigas Indonesia meninggi termasuk kedalamnya pula yaitu ekspor bijih logam dan batu bara ke China. Dapat diketahui pula bahwasanya China disebut sebut sebagai pencetak pertumbuhan ekonomi global utama, hal ini dikaitkan dengan kontribusi China terhadap produk domestic bruto global yang menyentuh 18,6 persen yaitu setara 96,3 triliun US Dollar. Angka tersebut dapat mengalahkan angka yang dicapai oleh Amerika Serikat. Meskipun demikian pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa juga membaik sehingga membantu mengurangi risiko resesi.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat ditarik sebuah titik inti yang mana China yang menjadi salah satu pasar internasional terbesar dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Ketika pertumbuhan ekonomi China sendiri sedang tidak berada pada titik stabil atau bahkan menurun, sehingga hal ini tentu menjadi tolakan dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global. Hal ini tentu disebabkan oleh peran besar China terhadap negara-negara baik itu dari segi teknologi, ekonomi, dan kebutuhan-kebutuhan negara lainnya. Sehingga, ketika perekonomian China yang sekarang mulai membaik kembali itu juga berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian global saat ini.