Menikah adalah salah satu tradisi umum yang dilakukan manusia untuj tetap mempertahankan keturunan selanjutnya agar terus menjadi generasi mendatang pada umumnya menikah dilakukan oleh 2 individu denggan jenis kelamin berbeda yaitu perempuan dan laki lakiÂ
Tapi tahukah kamu menikah tidak selalu didasari oleh dasar cinta ,justru menilah denggan dasar cinta adalah tradisi modern yang dilakukan oleh manusia pada masa ini, jadi apakah zaman dahulu orang menikah tidak didasari oleh cinta? jawabannya benar, pada zaman dahulu kakek dan nenek moyang kita menikah denggan cara dijodohkan, tanpa mengenal sebelumnya calom atau otang yang akan menjadi pasanggan mereka kedepannya,Â
Mari kita belajar asal mula tradisi menjodohkan yang diterapkan oleh nenek dan kakek moyamg kita, dan apakah tradisi menjodohkan masih digunakan dizaman sekarang?Â
 Tradisi menjodohkan adalah praktik di mana orang tua atau keluarga memilih pasangan untuk anak mereka, seringkali tanpa mempertimbangkan keinginan atau persetujuan anak tersebut. Tradisi ini masih ditemukan di beberapa budaya dan masyarakat di dunia, termasuk di Indonesia.
Dalam tradisi menjodohkan, orang tua atau keluarga biasanya mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
1. Status sosial dan ekonomi keluarga pasangan
2. Pendidikan dan pekerjaan pasangan
3. Agama dan kepercayaan pasangan
4. Hubungan keluarga dan silsilah
Namun, tradisi menjodohkan juga memiliki beberapa kelemahan, seperti:
1. Kurangnya kebebasan dan otonomi anak
2. Risiko pernikahan yang tidak bahagia atau gagal
3. Potensi konflik antara anak dan orang tua
Di Indonesia, tradisi menjodohkan masih ditemukan di beberapa daerah, terutama di daerah pedesaan atau di kalangan masyarakat tradisional. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi perubahan dalam pandangan masyarakat tentang pernikahan dan hubungan asmara, dengan lebih banyak orang yang memilih untuk menikah berdasarkan cinta dan pilihan sendiri.
Beberapa contoh tradisi menjodohkan di Indonesia adalah:
1. Tradisi menjodohkan di masyarakat Jawa, di mana orang tua memilih pasangan untuk anak mereka berdasarkan status sosial dan ekonomi keluarga pasangan.
2. Tradisi menjodohkan di masyarakat Sunda, di mana orang tua memilih pasangan untuk anak mereka berdasarkan agama dan kepercayaan pasangan.
3. Tradisi menjodohkan di masyarakat Minangkabau, di mana orang tua memilih pasangan untuk anak mereka berdasarkan status sosial dan ekonomi keluarga pasangan, serta hubungan keluarga dan silsilah.
Tradisi menjodohkan masih ada hingga kini tapi sudah tidak sepopuler sekarang karna dizaman sekarang remaja sudah mengenal kata pacaran yang nantinya orang yang diajak pacaran kelak akan menjadi pasanggan menikah, dan mereka yang melakukan hubunggan pacaran sudah pasti memilimi ikatan erat denggan kata cinta, tapi menurut budaya melayu pacaran adalah tradisi sebelum menikah dimana sang mempelai wanita akan dipacari denggan cara ditandai tanggan atau kuku mempelai wanita denggan daun pacar, jadi apakah pacaran berasal dari budaya melayu?Â
Asal-usul kata "pacaran" memang terkait dengan bahasa Melayu, tetapi artinya tidak tepat jika diartikan sebagai "menandai".
Dalam bahasa Melayu, kata "pacar" atau "pacer" memiliki arti "mencari" atau "mengunjungi". Dalam konteks hubungan asmara, kata "pacaran" kemungkinan berasal dari kata "pacar" yang berarti "mencari pasangan" atau "mengunjungi pacar".
Dalam sejarah, konsep pacaran memang sudah ada di kalangan masyarakat Melayu sebelum masa kolonial. Namun, konsep pacaran modern yang kita kenal sekarang ini dipengaruhi oleh budaya Barat dan telah berkembang menjadi bentuk yang lebih kompleks.
Jadi, meskipun kata "pacaran" memang memiliki akar dalam bahasa Melayu, artinya lebih tepat diartikan sebagai "mencari pasangan" atau "mengunjungi pacar" daripada "menandai".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI