Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hati-hati dengan Kapal China

14 Januari 2021   16:00 Diperbarui: 14 Januari 2021   16:01 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal Xiang Yang Hong 03 (Dok. Bakamla RI)

Pada hari rabu (13/1) kemarin, kapal KN Pulau Nipah 321 milik Bakamla (Indonesia Coast Guard) membayangi perjalanan sebuah kapal survey laut milik China bernama Xiang Yang Hong 03.

Apa penyebabnya? Selama berada di perairan Indonesia, kapal China ini diketahui 3 kali mematikan sistem AIS (Automatic Identification System). Tepatnya ketika berada di laut Natuna Utara, laut Natuna Selatan, dan ketika berada di selat Karimata.

Bagi yang belum tahu, AIS secara sederhana merupakan sistem yang mengirim sinyal data mengenai kapal bersangkutan, termasuk soal posisi, waktu dan haluan atau arah pelayaran kapal, termasuk juga kecepatan kapal.

Data ini akan ditangkap oleh otoritas pengawasan pelayaran setempat untuk bisa mengawasi kapal-kapal yang berlayar di wilayahnya tanpa harus memeriksa satu persatu secara manual dan visual.

Lalu apa masalah atau bahaya sistem AIS yang mati atau dimatikan? Bagi kapal, jika kapal mengalami masalah di tengah laut, otoritas pelayaran setempat tak bisa tahu karena tak ada keterangan dan data yang muncul dalam sistem pengawasan. Tentunya menyebabkan terhambatnya operasi penyelamatan jika diperlukan.

Sedangkan masalah dan bahaya bagi otoritas setempat, atau bagi negara yang menguasai laut setempat lebih banyak lagi. Dalam kasus kapal survey China di perairan Indonesia ini, matinya AIS di beberapa lokasi membuat pemerintah Indonesia melalui otoritas bersangkutan tak bisa mengawasi kegiatan kapal.

Kita (Indonesia) tak tahu apa yang dilakukan oleh kapal survey China ketika berada di laut Natuna Utara, laut Natuna Selatan, dan Selat Karimata ketika mereka (kapal China) mematikan AIS mereka.

Padahal seperti yang semua orang sudah tahu, pergerakan dan usaha China selama ini dalam percobaan menguasai Laut China Selatan membuat keresahan bahkan membahayakan kedaulatan wilayah negara yang bersengketa termasuk Indonesia.

Apalagi wilayah Indonesia yang berusaha disengketakan atau dikuasai oleh China selama ini seperti kita ketahui tepat berada di wilayah Natuna, dimana kapal survey China tadi mematikan AIS.

Dalam kondisi ini, sangat rawan kapal China melakukan manuver-manuver atau pengambilan data atas wilayah Indonesia di Natuna dan Karimata, apalagi itu merupakan kapal survey yang tentunya dibuat untuk melakukan penelitian dan pengumpulan data di laut.

Apabila memang benar ada manuver kapal survey China sewaktu mematikan AIS, bisa jadi membuat kerugian bagi Indonesia dari segi keamanan dan kedaulatan wilayah. Bahkan tak menutup kemungkinan merugikan Indonesia dalam hal kedaulatan ekonomi.

Bayangkan andai saja mereka (kapal survey China) menemukan pusat sumber daya alam baru yang bahkan Indonesia sendiri belum sempat melakukan penelitian di wilayah itu. Bisa jadi dengan selanjutnya melakukan manuver dalam bentuk kerjasama ekonomi dan investasi, China bisa mengekploitasi sumber daya alam yang dimaksud.

Pengalaman pahit semacam ini tentu sangat jelas sudah dirasakan dengan adanya freeport. Dengan ijin tambang tembaga, tetapi berapa banyak bijih emas yang didapat sebagai hasil turunan dan "sampingan" dari sebuah tambang mineral tembaga.

Tentu saja apa yang penulis sampaikan atau asumsikan dalam tulisan diatas hanyalah sebuah kemungkinan. Kecuali untuk fakta bahwa kapal survey China memang mematikan AIS mereka.

Bakamla sebagai penjaga perairan pun juga tak punya bukti apa yang dilakukan kapal China itu ketika AIS mereka mati. Direktur Operasi Bakamla akhirnya memerintahkan KN Pulau Nipah untuk melakukan pengejaran dan berhasil melakukan kontak radio ketika kapal Survey China berada di Selat sunda.

Dari keterangan, kapal survey China mengaku sempat mengalami kerusakan pada sistem mereka (terkait AIS). Sayangnya, dengan cuaca tak bersahabat di selat sunda pada waktu kontak, personil KN Pulau Nipah tak bisa merapat ke kapal China untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.

KN Pulau Nipah 321 hanya bisa membayangi (mengawal) kapal survey Xiang Yang Hong 03 hingga keluar dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Kejadian seperti ini tentu perlu jadi perhatian pemerintah Indonesia, dan menjaga agar kejadian serupa tak terulang. Kerusakan alat pada kapal memang mungkin terjadi dimana saja, tetapi kesengajaan pun juga tetap menjadi kemungkinan.

Apalagi ketika berhadapan dengan kapal atau alutsista negara lain yang memiliki kemampuan mengumpulkan data (kapal survey, drone, kapal coast guard atau bahkan kapal perang).  Padahal negara itu memiliki potensi sengketa wilayah dengan Indonesia seperti China.

Pada akhirnya, kedaulatan wilayah dan kedaulatan atas kepemilikan sumber daya harus dijaga semua pihak di Indonesia, termasuk oleh rakyat Indonesia.

Sehingga setiap wilayah dan semua kekayaan alam didalamnya yang Tuhan berikan bagi bangsa ini bisa benar-benar dirasakan dan dinikmati oleh bangsa Indonesia.

Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun