Jadi sebenarnya kurang pas jika hiasan, atribut itu dianggap mengganggu bahkan mengancam kepercayaan seseorang sehingga harus disweeping bukan? Tapi ya kita tak bisa menyalahkan apa yang dianggap benar oleh orang lain, meski tak benar bagi kita. Hanya saja jika responnya dengan intimidasi, ancaman, teror ya jelas salah dan harus ditindak.
Entah sampai kapan pengamanan ekstra dari aparat bersenjata lengkap diperlukan dan dilakukan dalam momen natal. Bagi penulis pribadi sebagai umat kristiani dan umat kristiani itu sendiri pada umumnya, tentu saja merindukan saat-saat pengamanan ekstra itu pada akhirnya tak diperlukan lagi.
Bukan dengan maksud tak terima pelayanan aparat. Umat kristen dan seluruh umat beragama yang lain (yang berarti seluruh masyarakat) pada umumnya pasti sangat senang, berterimakasih, dan terus menerima dengan perlindungan yang diberikan oleh aparat, sampai kapanpun.
Yang penulis maksud pengamanan ekstra tak diperlukan adalah kondisi keamanan dibalik adanya upaya pengamanan itu sendiri. Dimana status siaga tak harus ditetapkan aparat dalam pengamanan.
Umat kristen dan penulis juga yakin semua umat beragama merindukan suasana natal dan juga seluruh hari besar agama yang lain dimana keamanannya terjamin dan kondusif. Bukan hanya jaminan dari aparat (melalui pengamanan) tetapi jaminan juga dari seluruh masyarakat (tanpa terkecuali) yang berarti bebasnya masyarakat dari ancaman kelompok intoleran.
Kerinduan ketika tak ada lagi secuil pun kelompok masyarakat yang memiliki pemahaman salah mengenai kepercayaan yang lain. Masyarakat yang seluruhnya bisa memahami jika perbedaan itu bukan ancaman yang harus dilawan. Pemahaman jika semua bisa hidup berdampingan.
Mungkin tidak tahun ini, apalagi ditambah kondisi pandemi yang semakin membuat perayaan dan suasana natal tahun ini lebih tak kondusif dibanding biasanya. Tatap muka dibatasi, padahal momen natal itu juga seharusnya menjadi kesempatan ketika keintiman lebih terjalin.
Tetapi tetap jadi kerinduan penulis dan umat kristiani lainnya bahwa suatu saat nanti Indonesia mendapatkan kado natal berupa kebebasan dan jaminan penuh (tanpa ada ancaman) dalam menikmati dan menjalankan setiap prosesi keagamaan, apapun agamanya, besar maupun kecil umatnya.
Akhirnya, biarlah natal menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk merefleksikan diri mengenai kedamaian. Kedamaian sejati ketika tak ada lagi ketakutan dan kekhawatiran untuk menjalankan ibadah.
Kedamaian yang bukan diciptakan oleh ketatnya pengamanan dan lengkapnya persenjataan aparat pengamanan. Tetapi kedamaian murni yang muncul karena relasi kekeluargaan dan toleransi di masyarakat dari seluruh sudut negeri ini.
Selamat menyambut natal bagi saya dan anda yang merayakan, dan salam damai untuk kita semua.