Kalau sudah begitu tuntutan reshuffle malah tak akan ada habisnya. Bukan karena tokoh yang tak sesuai, tetapi karena rusaknya tempo kerja pemerintah akibat pergantian-pergantian yang dipaksakan.Â
Dengan argumentasi-argumentasi diatas penulis melihat reshuffle kabinet belum diperlukan. Dibanding reshuffle kabinet yang belum tentu menghasilkan sosok dalam posisi yang tepat ditambah penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan, lebih baik untuk mengisi saja kekosongan menteri saat ini sehingga tidak ada menteri yang harus merangkap lebih dari satu kementerian.Â
Biarlah menteri yang saat ini ada untuk tetap melanjutkan tugas-tugasnya. Dorongan efisiensi dan efektivitas kinerja serta masukan untuk para menteri ini yang malah diperlukan daripada dorongan untuk melakukan reshuffle pada masa-masa krisis seperti saat ini.
Setidaknya setengah periode nanti boleh lah menjadi waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi dan perubahan terhadap para pembantu Presiden yang tetap tak menunjukkan perbaikan kinerja.Â
Sedangkan untuk saat ini, yang diperlukan adalah kerjasama semua pihak baik pemerintah, dewan perwakilan rakyat sebagai kontrol langsung pemerintah, para pengamat dengan segala keahlian dan kebijaksanaanya serta seluruh masyarakat untuk bahu-membahu menciptakan situasi yang kondusif untuk keluar dari resesi termasuk keluar dari jeratan pandemi ini.Â
Tanpa ada kesadaran dan peran serta dari seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan di negara ini, sejenius apapun menteri dan sekharismatik apapun pemimpin negara tak akan pernah bisa mengubah bangsa ini sendirian.Â
Salam damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H