Mohon tunggu...
Resi Aji Mada
Resi Aji Mada Mohon Tunggu... Lainnya - Tulisan pribadi

Pernah menjalani pendidikan bidang studi Administrasi Negara di perguruan tinggi negeri di kota Surakarta. Pemerhati isu-isu sosial, politik, dan pemerintahan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kartu As Gubernur Anies

16 November 2020   16:00 Diperbarui: 16 November 2020   16:24 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh M Taufan Rengganis dari tempo.co

Kejadian demi kejadian tak habis-habisnya disorot oleh publik dan media selama Habib Rizieq Shihab kembali ke Indonesia. Mulai dari penjemputan sampai silaturahmi tokoh-tokoh, acara Maulid Nabi dan akad nikah anaknya, hingga terakhir denda dari pemprov DKI.

Yang membuat penulis tertarik membuat tulisan ini ada pada kejadian terakhir. Ketika pemprov DKI menjatuhkan denda administrasi 50 juta kepada penyelenggara acara milik HRS karena pelanggaran protokol kesehatan. Melalui kepala Satpol PP DKI, denda itu disampaikan kepada pihak Habib Rizieq.

Tentu saja nama Anies Baswedan dikaitkan, walau bukan dia pribadi yang menyampaikan secara langsung terkait denda, Anies tetaplah bos di DKI. Segala keputusan yang muncul dari pemprov sangat boleh diartikan sebagai keputusannya.  

Termasuk keputusan denda, walau penulis tidak tahu apakah keputusan itu muncul dari Anies sendiri atau staf-stafnya di lingkungan pemprov. Yang pasti keputusan ini diapresiasi oleh pusat melalui kepala gugus tugas covid-19 Doni Monardo.

Ada yang lebih menarik lagi, pihak Habib Rizieq menerima denda ini, meminta maaf atas pelanggaran yang menurut mereka tidak bisa diantisipasi, dan segera membayar. Apakah Habib Rizieq dan jajarannya sedang khilaf? Atau beliau lagi kerasukan setan kepatuhan? Ataukah beliau memang sudah berubah? 

Kenapa pertanyaan itu muncul dari penulis? Karena penulis tahu dan penulis yakin semua juga setuju tentang kerasnya Habib Rizieq kepada Pemerintah. Kritikan-kritikan pedas yang terkadang boleh juga disebut hujatan sering disampaikan Habib Rizieq demi pembelaan terhadap umat, ulama, agama, hingga Nabi. Ini menurut beliau.

Tiba-tiba saja denda 50 juta dijatuhkan dan Habib Rizieq menerima, minta maaf, membayar. Adakah yang terkejut? Penulis sekali lagi menganggap ini menarik tapi tak terkejut, biasa saja.

Jika kita menengok ke belakang, kembali ke masa-masa Pilkada DKI Jakarta yang lalu. Serta melihat kejadian-kejadian sebelum dan sesudah pilkada DKI, maka kita akan menemukan jawaban logis dari respon Habib Rizieq.

Harus diakui peran besar Habib Rizieq dan jajaran serta pengikutnya terhadap keberhasilan Anies menduduki kursi gubernur DKI. Meski ada banyak perdebatan mengenai isu-isu yang diangkat untuk pemenangan, kenyataannya Anies menang.

Bisa dikatakan Habib Rizieq yang membawa Anies menjadi Gubernur DKI sampai hari ini. Dari fakta ini, sangat wajar jika Habib Rizieq mendukung setiap keputusan Anies, orang yang diangkatnya. Termasuk dalam hal ini keputusan Anies untuk berusaha menegakkan peraturan pelanggaran protokol kesehatan, meski kepada Habib Rizieq sendiri.

Kalau sampai Habib Rizieq kembali memberontak, menolak denda, bukan hanya nama dan harga diri Anies yang tercoret. Tetapi nama dan harga diri Habib Rizieq sendiri pasti ikut tercoreng. Bagaimana tidak, Anies yang diangkatnya menjadi gubernur gagal menjalankan peraturan yang dibuat oleh Anies sendiri.

Lagipula penulis kok yakin sebelum jajaran Anies mengungkapkan tentang penjatuhan denda terhadap Habib Rizieq, Anies pribadi sudah terlebih dahulu konsultasi ke Habib Rizieq.

Mungkin waktu Anies silaturahmi selepas kepulangan Habib Rizieq, mungkin lewat telepon, atau mungkin pula ada grup Wa "pemerintahan garis lurus" Yang di situ ada Anies dan Habib Rizieq sebagai salah satu anggota grup. Mungkin pula ada Rocky Gerung anggotanya.

Penulis rasa kemungkinan konsultasi Anies itu tidaklah mustahil, sangat beralasan jika memang terjadi. Tetapi ya kita tidak tahu, yang pasti Anies mendenda dan  Habib Rizieq menerima denda itu.

Atau bolehlah kita tidak melihatnya sebagai denda, tetapi pembayaran jasa keamanan "resmi" dan jasa "perlindungan hukum" Selama berbagai kegiatan Habib Rizieq berlangsung. Kenyataannya sebelum digelar sudah dinilai berpotensi atau bahkan sudah pasti melanggar protokol kesehatan tetapi toh tidak ada tindakan preventif dari pemprov maupun pusat.

Penulis bolehlah berkesimpulan ternyata selain Habib Rizieq yang memegang kartu As-nya Anies, sebaliknya Anies pula memegang kartu Habib Rizieq. Mereka berdua saling mempengaruhi, saling ketergantungan.

Seharusnya kondisi ini bisa dimanfaatkan presiden Jokowi dan jajaran pemerintah pusat lebih baik. Kenyataannya Anies tetaplah anak buah presiden Jokowi yang walaupun negara ini menganut sistem otonomi daerah, ada banyak hal seorang gubernur tetap harus patuh terhadap pemerintah pusat.

Anies seharusnya bisa juga jadi kartu as presiden Jokowi juga untuk melakukan tindakan preventif, represif, maupun evaluatif terhadap gerakan-gerakan Habib Rizieq yang berpotensi meresahkan masyarakat.

Apalagi Habib Rizieq berkedudukan di Jakarta, wilayahnya kepemimpinan Anies. Sangat wajar jika nantinya pemerintah pusat meminta kepada Anies untuk melakukan kebijakan atau tindakan tertentu. Tentu selama itu melindungi masyarakat atau mengantisipasi kegiatan yang meresahkan masyarakat.

Lalu bagaimana andaikata Anies menolak? Memberontak? Setidaknya akan kembali menurunkan tingkat kepercayaan dan merusak image Anies sendiri di masyarakat dan balik lagi image dari Habib Rizieq sebagai pihak yang mengangkat Anies juga akan terkena imbasnya.

Posisi Anies Baswedan jika berbicara antara pemerintahan  dan Habib Rizieq beserta pengikutnya (termasuk pa 212) memang sangat sulit. Disatu sisi dia sebagai abdi masyarakat, sebagai pemerintahan yang ada di bawah pimpinan Presiden Jokowi. Disisi yang lain peran Habib Rizieq tidak bisa Anies abaikan sama sekali.

Di satu sisi Anies harus patuh dan mengikuti kebijakan yang diambil pemerintah pusat, di sisi yang lain harus mengakomodasi gerakan-gerakan Habib Rizieq yang sering kali melawan pemerintahan dan kebijakannya. Anies harus melindungi masyarakatnya, tetapi terkadang harus mengakomodasi gerakan Habib Rizieq yang kadang pula meresahkan masyarakat.

Banyak politisi oposisi pemerintah pusat yang menganggap kepulangan Habib Rizieq sebagai angin segar semakin kuatnya kontrol terhadap pemerintahan oleh oposisi. Tapi mungkin bagi Anies membuatnya semakin pusing.

Belum pula masalah-masalah Jakarta yang cara penyelesaiannya ternyata harus berlawanan janji-janji kampanyenya sendiri. Sekarang dia harus mempertimbangkan masak-masak setiap keputusan yang diambil agar tidak melanggar kebijakan pemerintah tetapi tidak pula "menyakiti" Habib Rizieq.

Mungkin kedepan akan sedikit susah melihat senyum Anies dan bahasa-bahasa "Ajaib"nya yang menyejukkan dan menghipnotis di depan media. Kasihan Anies Baswedan.

Salam damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun