Sejarah pendirian BAZNAS tidaklah semulus yang kita bayangkan, jika penulis menjelaskan dari awal digagas nya pendirian BAZNAS maka butuh ribuan kata yang harus ditulis dalam artikel ini. Namun secara singkat cikal bakal lahirnya BAZNAS telah digagas sejak awal kemerdekaan. Melihat fakta bahwa islam menjadi umat mayoritas yang ada di Indonesia.
Upaya awal pendirian BAZNAS digagas oleh Menteri Agama Saifuddin Zuhri untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan PERPPU tentang pelaksanaan pengumpulan dan pembagian zakat. Substansi dari perancangan regulasi tersebut adalah peran negara terhadap pengelolaan zakat. Namun sayangnya tidak sampai kepada DPR RI dan PERPPU juga tidak sampai pada presiden Soekarno. Selanjutnya gagasan tersebut dilanjutkan oleh Menteri Agama Muhammad Dahlan dengan substansi perlindungan terhadap kemiskinan dan integritas pengelolaan zakat dan pajak dalam sistem negara. Namun gagasan tersebut mendapatkan penolakan dari Menteri Keuangan Frans Seda dengan alasan kekhawatiran formulasi pengumpulan zakat akan mengurangi penerimaan pajak negara dan menguatnya peran islam di ruang publik. Menteri Keuangan menyampaikan penolakannya melalui sebuah memo yang menilai bahwa regulasi zakat cukup ditetapkan melalui peraturan menteri agama (PMA). Setelah diterbitkannya PMA Nomor 4 tahun 1968 tentang pembentukan BAZ dan PMA Nomor 5 tentang pembentukan baitul maal, tidak juga berjalan dengan mulus. Kebijakan tersebut ditolak oleh presiden Soeharto dalam pidatonya dalam acara isra' mi'raj pada 26 Oktober 1968. Dia menyampaikan kesanggupannya sebagai amil zakat personal. Namun naas hal tersebut hanya bertahan selama dua tahun dan Soeharto mengundurkan diri sebagai amil zakat personal dengan alasan kurangnya minat publik untuk mengumpulkan zakat, padahal pada masa itu pengaruh kekuasaan Soeharto sedang meningkat.
Upaya selanjutnya diteruskan oleh gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang mendirikan BAZIS di wilayah Jakarta yang akhirnya mendorong para pemimpin daerah mendirikan BAZIS lainnya untuk pengelolaan Zakat. Pengelolaan zakat melalui BAZIS semakin menguat dengan adanya Surat Keputusan Bersama antara Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 1991 dan Menteri Agama Nomor 47 Tahun 1991 yang mengatur tentang Pembinaan BAZIS (Hamidiyah et al., 2020).
Regulasi inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang secara garis besar mengatur tentang tata kelola zakat yang terorganisir secara efisien, transparan, dan profesional, yang harus dilaksanakan oleh amil zakat resmi yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. UU tersebut juga mengatur mengenai jenis harta yang dikenai zakat, struktur kelembagaan BAZNAS, sanksi bagi amil zakat yang tidak melaporkan pengelolaannya secara benar, dan penanganan zakat sebagai pengurang penghasilan yang kena pajak. Selain itu, regulasi zakat ini memberikan kerangka formal bagi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan zakat melalui lembaga amil zakat (LAZ), yang dapat didirikan oleh masyarakat sipil dengan izin operasional yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama.
Atas perjuangan panjang tersebut, akhirnya kita mengenal lembaga BAZNAS hari ini sebagai lembaga pemerintah non-struktural yang bertanggung jawab langsung kepada presiden RI. BAZNAS sendiri dibentuk dengan Keputusan Presiden (Keppres) RI No. 8 Tahun 2001 tanggal 17 Januari 2001 yang memiliki wewenang penuh dalam melaksanakan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Oleh karena itu, BAZNAS memiliki tanggung jawab penuh terhadap pengelolaan zakat nasional. Berdasarkan latar belakang pendirian BAZNAS yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini maka BAZNAS bertanggung jawab atas pengelolaan zakat yang terintegrasi. Tujuan dan arah kebijakan BAZNAS sebagai pengelola zakat nasional telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menetapkan bahwa tujuan dari pengelolaan zakat nasional adalah; (1) Meningkatkan kualitas dan produktivitas pelayanan dalam administrasi zakat, (2) Meningkatkan dampak positif zakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan mengatasi masalah kemiskinan.
Maka, dengan arah dan tujuan yang jelas, sudah sepatutnya para muzaki meragukan BAZNAS sebagai amil zakat untuk mengelola dan memanfaatkan harta zakat yang diberikan oleh muzaki. Selain adanya perlindungan hukum, seorang muzaki mendapat keuntungan berupa efisiensi waktu dan tenaga. Karena untuk pengelolaan dan pendistribusian zakat telah diatur oleh BAZNAS. Sehingga seorang muzaki tetap bisa produktif pada kegiatan lain tanpa merisaukan kewajibannya untuk pendistribusian zakat.
TIPS MENJADI SEORANG MUZAKI YANG TAAT UNTUK KETENANGAN HATI YANG ABADI
Menjadi seorang muzaki adalah sebuah karunia yang besar yang diberikan oleh Allah SWT sebagai orang yang terpilih untuk menjadi bagian dari orang diberikan kepercayaan untuk menjaga harta kekayaan tuhan. Maka sudah sepatutnya sebagai seorang muslim, penulis ingin mengajak kepada para saudagar kaya maupun para elit ekonomi lain dari kalangan umat islam untuk kembali mengingat firman Allah yang menyerukan kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap individu kita.
Allah dan rasulnya Muhammad SAW telah memberikan banyak seruan atas kewajiban berzakat beserta manfaat dan resiko nya apabila kita tidak menunaikan zakat. Sebagaimana yang telah dijalankan dalam pendahuluan diatas. Perlu diketahui, bahwa zakat sendiri merupakan instrument Ibadah yang terhitung dan logis. Jadi, tidak hanya janji-janji tuhan yang kita dapatkan di alam yang belum kita rasakan, yaitu akhirat. Namun dampak itu terlihat jelas jauh sebelum kita melihat akhirat.
Setelah mendapatkan pencerahan yang bersumber pada dalil naqli yang ada pada ayat Al Quran dan Hadis, penulis ingin mengajak para muzaki untuk berfikir logis terhadap peran dan dampak zakat bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Dikutip dari jurnal (Hamzah & Kurniawan, 2020) mengatakan bahwa zakat memiliki peran yang sangat signifikan dalam aspek sosial, karena tujuan utama zakat adalah mendistribusikan kekayaan secara adil untuk mencapai ketidakseimbangan ekonomi di dalam masyarakat.